Oleh : Diah Puja Kusuma
BADAN Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Kementerian Agama (Kemenag) mengimbau pengusaha segera mengurus sertifikat halal untuk produk mereka. Mulai tahun depan, akan ada sanksi terhadap produk-produk yang belum memiliki sertifikat halal.
Kepala BPJPH Muhammad Aqil Irham menegaskan, seluruh produk yang masuk dalam tiga kategori tersebut harus sudah memiliki sertifikat halal pada 17 Oktober 2024. Akan ada sanksi bagi pengusaha yang tidak mengantongi sertifikat halal atas produk-produk wajib tersebut seperti yang dikutip dalam detik.com pada 09/01/2023.
Faktanya memang masih banyak produk-produk baik makanan, minuman, bahan makanan dan hasil sembelihan yang belum mengantongi label halal. Kita tahu negara Indonesia menjadi salah satu pemeluk agama Islam terbesar di dunia sehingga membuat mayoritas masyarakat sangat memperhatikan dan teliti dalam urusan kehalalan dari sebuah makanan atau produk yang akan mereka makan dan gunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Hal ini pun mendapat respon dari pemerintah yaitu kebijakan yang dibuat oleh BPJPH di bawah Kementerian Agama tentang semua produk-produk yang belum memiliki sertifikat halal akan dikenakan sanksi.
Pasalnya mulai tahun 2024 sanksi ini sudah mulai dilakukan. Melihat hal ini, para pengusaha dituntut untuk mendaftarkan produk-produknya untuk mendapatkan sertifikat halal berdasarkan kategori produk yang wajib memiliki sertifikat halal, baik produk-produk asing maupun lokal yang menjual produknya diwilayah Indonesia.
Terlepas dari itu semua, dalam Islam produk halal dan haram harus diketahui secara tegas dan jelas, sebab itu adalah syariat Islam yang harus dilaksanakan.
Pertanyaannya, apakah benar pemberian sanksi ini berfungsi untuk memberikan kenyamanan dan keleluasaan kepada masyarakat agar tidak khawatir untuk memilih makanan yang halal dan baik (thayyib)? Tentu tidaklah demikian, sebab faktanya di negara yang menerapkan sistem kapitalisme ini memiliki landasan dalam perbuatan berupa manfaat atau selalu ingin mengambil keuntungan sebanyak-banyaknya.
Dapat kita lihat, sesuai aturan yang dikeluarkan oleh Kemenag, ada tarif layanan yang harus dibayarkan sesuai kategori yang ada untuk mendapatkan sertifikasi halal di Indonesia. Semua layanan public yang seharusnya menjadi hak dari setiap masyarakat untuk mendapatkan makanan yang halal dan baik sudah dijadikan ajang jual beli untuk mendapatkan keuntungan oleh segelintir orang.
Sungguh miris kondisi tersebut, hingga akhirnya yang dilahirkan sistem rusak ini adalah masyarakat yang penuh ragu dan cemas dalam memilih produk-produk halal yang akan mereka konsumsi. Lebih dari itu, secara tidak langsung masyarakat dijadikan objek pemerasan uang oleh para petinggi dan penguasa negeri dengan biaya yang mahal sampai penerbitan sertifikat halal.
Inilah yang membuat para pengusaha enggan untuk mendaftarkan produknya. Padahal Allah SWT sudah memberikan petunjuk kepada umat muslim untuk memakan yang halal seperti dalam Surah Al-Baqarah ayat 172, “Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah dari rezeki yang baik yang Kami berikan kepada kamu dan bersyukurlah kepada Allah jika kamu hanya menyembah kepada-Nya”.
Dan faktanya pula sekalipun para pelaku usaha sudah mendapatkan sertifikasi halal, tapi belum menjadi jaminan kehalalan produk yang mereka jual. Sebab daftar panjang kasus-kasus yang ada menjadikan catatan buram betapa lemahnya jaminan dan pengawasan produk halal dari pemerintah yang selalu diwarnai dengan penyuapan oleh segelintir orang untuk meloloskan produknya menjadi halal.
Padahal bagi setiap muslim, mencari halal merupakan suatu kewajiban dan kebutuhan sebagai perwujudan ketaatan serta manifestasi keimanan dalam melaksanakan hukum-hukum Allah dan jelas sangat bernilai, baik dalam ibadah maupun dalam pembentukan perilaku.
Dalam Islam, sertifikasi halal adalah pelaksanaan tugas negara dalam menjamin kehalalan produk yang beredar di masyarakat. Maka prinsip yang harus dipegang oleh negara adalah mudah dan tidak berbelit-belit dalam birokrasi, cepat dalam pelaksanaan tugas, dan didukung SDM yang kapabel di bidangnya. Hal ini sebagaimana prinsip lembaga administrasi negara yang dibahas dalam kitab Ajhizah Daulah al-Khilafah (Fi al-Hukmi wa al-Idarati).
Negara akan menugaskan para qadli hisbah untuk rutin melakukan pengawasan setiap hari ke pasar-pasar, tempat pemotongan hewan, gudang pangan, ataupun pabrik. Para qadli bertugas mengawasi produksi dan distribusi produk untuk memastikan kehalalan produk, juga tidak adanya kecurangan dan kamuflase.
Ini dilakukan untuk memastikan bahwa hanya produk halal dan aman yang beredar di tengah masyarakat. Selanjutnya semua produk yang dipasarkan untuk kebutuhan masyarakat baik makanan, bahan pokok dan semua yang menjadi kebutuhan dasar masyarakat sudah dijamin kehalalan dan kebaikannya sehingga membuat masyarakat merasa aman. Maka hanya dengan diterapkannya sistem Islam secara kaffah permasalahan ini akan terselesaikan dengan solutif. Wallahu’alam bisshowwab. (*)