“Pengangguran yang membengkak dan lapangan kerja yang tidak jelas peruntukannya. Kemiskinan yang tak kunjung turun secara signifikan serta pajak yang mencekik dan SDA yang dikuasai asing,”
Oleh : Diyani Aqorib
Lapan6Online : Isu radikalisme seperti menjadi konsen utama pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Sejumlah menteri bahkan dengan tegas menyebut bakal fokus bekerja untuk menangkal radikalisme. Salah satunya Menteri Agama Fachrul Razi.
Mantan wakil panglima TNI itu dengan tegas mengakui diberi tugas untuk mencari terobosan dalam menangkal radikalisme. (harianaceh.co.id, 28-10-2019).
Partai Amanat Nasional (PAN) melalui wakil ketua umumnya Hanafi Rais menaruh curiga bahwa isu radikalisme bertujuan untuk menutupi kondisi ekonomi Indonesia yang menurutnya stagnan atau mengalami pelemahan.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia selama lima tahun pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla hanya berada di kisaran lima persen. Dari data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun pertama Jokowi-JK, 2014 lalu, pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat 5,02 persen atau melambat dibanding tahun 2013 sebesar 5,58 persen.
Tahun berikutnya kembali merosot jadi 4,79 persen. Lalu merambat naik menjadi 5,06 persen pada semester pertama 2019. Angka tersebut jauh dari target APBN sebesar 5,3 persen. (cnnindonesia.com, 01-11-2019).
Sebenarnya masalah paling besar yang harus diselesaikan ialah ekonomi yang jeblok. Pengusaha nasional Erwin Aksa membeberkan sejumlah keluhan dari pengusaha selama masa pemerintahan Jokowi 4,5 tahun terakhir.
Dia mengatakan bahwa sejumlah sektor mengalami tekanan berat, terutama sektor riil yang menjadi salah satu penggerak terbesar ekonomi dalam negeri. Sektor riil tidak bergerak. Daya beli masyarakat turun, harga mahal. Sehingga masyarakat tidak punya lagi space tabungan untuk belanja lebih dari kebutuhan pokok mereka.
Jurus monoton yang ditunjukkan Menteri Keuangan Sri Mulyani tidak akan mampu mendongkrak ekonomi Indonesia. Sebab menteri berpredikat terbaik dunia itu hanya mengandalkan utang dan kebijakan austerity atau pengetatan anggaran tanpa ada terobosan-terobosan.
Pasalnya baru empat hari dilantik, Menteri Keuangan Sri Mulyani telah mengumumkan rencana akan menerbitkan surat utang berdenominasi valuta asing atau global bond.
Dominasi Asing terhadap Sumber Daya Alam Indonesia
Carut marutnya kondisi ekonomi di Indonesia tidak terlepas dari sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini. Mayoritas rakyat Indonesia sudah memahami bahwa negara kita memiliki kekayaan alam yang sangat berlimpah.
Namun masyarakat Indonesia justru tidak menikmati kekayaan alam tersebut. Sejumlah korporasi asing menguasai eksplorasi tambang di sejumlah wilayah Indonesia. Seperti PT. Freeport yang mengelola tambang emas di Papua.
Begitupun PT. Newmont yang mengeksplorasi tambang emas dan tembaga di kawasan Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Setiap tahunnya Newmont bisa menghasilkan emas mencapai 200-300 ribu ons. Kontrak perusahaannya pun masih berlanjut sampai tahun 2038.
Kekayaan alam yang seharusnya dikelola dengan benar dan hasilnya dikembalikan lagi ke masyarakat dalam bentuk pelayanan publik, justru dibawa keluar oleh asing untuk memperkaya para korporasi tersebut.
Inilah salah satu yang menyebabkan negara mengalami defisit anggaran setiap tahun. Dan defisit ini akan ditutup melalui utang luar negeri. Itulah mengapa jumlah utang luar negeri Indonesia terus membengkak. Tercatat angka utang luar negeri Indonesia sampai dengan 2019 sebesar USD 387.6 miliar atau sebesar Rp. 5.581 triliun.
Akhirnya rakyatlah yang dibebani untuk membayar utang melalui pungutan pajak. Pemerintah selalu menetapkan pemasukan APBN setiap tahunnya melalui pungutan pajak yang besarnya mencapai rata-rata 80% dari total penerimaan pajak.
Hanya Islam sebagai alternatif dan solusi
Inilah faktanya. Pertumbuhan ekonomi yang macet. Utang luar negeri yang menembus hingga Rp. 5000 triliun. Pengangguran yang membengkak dan lapangan kerja yang tidak jelas peruntukannya. Kemiskinan yang tak kunjung turun secara signifikan serta pajak yang mencekik dan SDA yang dikuasai asing.
Sudah saatnya kita membuka mata bahwa kondisi ekonomi Indonesia semakin terpuruk. Masalah ini membutuhkan solusi yang paripurna dan itu hanya ada pada sistem ekonomi Islam, yang apabila diterapkan secara sempurna maka akan menciptakan kesejahteraan bagi setiap individu dan masyarakat swmua golongan tanpa kecuali. Wallahu’alam bishowab. GF