Kejagung dan Dewan Pers Sepakat Saling Hormati Kewenangan : Tak Ada Cawe-Cawe Proses Hukum!

0
9
Harli Siregar (kiri) dan Ninik Rahayu (kanan)

HUKUM

“Kami Dewan Pers tentu akan menilai dua hal, pertama soal pemberitaannya, apakah ada pelanggaran kode etik, misalnya pasal 3 soal cover both sides dan uji akurasi. Kedua, perilaku wartawannya, apakah ada tindakan yang melanggar kode etik dalam menjalankan profesinya,”

Jakarta | Lapan6Online : Dewan Pers dan Kejaksaan Agung (Kejagung) sepakat untuk saling menghormati kewenangan masing-masing dan mendukung penegakan hukum yang profesional. Kesepakatan kedua lembaga itu terkait polemik menyusul ditangkapnya Direktur Pemberitaan JakTV oleh Kejagung.

Kesepakatan itu mengemuka usai pertemuan Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, dengan Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, di Kejagung, Jakarta, Selasa (22/04/2025).

Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, menegaskan pihaknya tidak akan mencampuri proses hukum yang sedang berjalan.

Namun, Dewan Pers tetap akan menjalankan mandatnya sesuai dengan Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, khususnya terkait penilaian terhadap karya jurnalistik dan etika profesi wartawan.

Menurut Dia, kalau memang ada bukti-bukti yang cukup bahwa kasus tersebut terkait dengan tindak pidana, maka ini adalah kewenangan penuh dari Kejaksaan Agung untuk menindaklanjuti prosesnya.

“Dewan Pers tentu tidak ingin menjadi lembaga yang cawe-cawe terhadap proses hukum,” ujar Ninik Rahayu.

Lebih lanjut, Ninik menekankan pentingnya menilai dua aspek utama yakni karya jurnalistik itu sendiri dan perilaku wartawan yang bersangkutan.

“Kami Dewan Pers tentu akan menilai dua hal, pertama soal pemberitaannya, apakah ada pelanggaran kode etik, misalnya pasal 3 soal cover both sides dan uji akurasi. Kedua, perilaku wartawannya, apakah ada tindakan yang melanggar kode etik dalam menjalankan profesinya,” tambahnya.

Sementara itu Harli Siregar menegaskan bahwa tindakan yang dipersoalkan dalam kasus ini adalah murni tindakan personal TB dan tidak terkait dengan media tempat ia bekerja.

“Kami tegaskan, perbuatan yang dipersangkakan kepada yang bersangkutan itu adalah perbuatan personal yang tidak terkait dengan media. Yang dipersoalkan oleh Kejaksaan bukan suatu pemberitaan, karena kami tidak anti kritik,” jelas Harli.

Ia juga menambahkan bahwa Kejaksaan mempersoalkan dugaan permufakatan jahat yang bertujuan menghalangi proses hukum.

“Yang dipersoalkan adalah tindak pidana permufakatan jahat antar pihak-pihak ini, sehingga melakukan perintangan terhadap proses hukum yang sedang berjalan. Ada rekayasa di situ,” tegasnya.

Baik Kejagung maupun Dewan Pers sepakat bahwa ada wilayah etik yang menjadi ranah Dewan Pers dan ranah hukum yang menjadi kewenangan Kejaksaan Agung.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus perintangan penyidikan dan penuntutan (obstruction of justice) terkait sejumlah perkara korupsi besar.

Tiga orang tersebut, masing-masing MS yang berprofesi sebagai advokat, JS seorang dosen, dan TB, Direktur Pemberitaan sebuah TV Swasta.

Abdul Qohar, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), menjelaskan bahwa ketiga tersangka diduga terlibat dalam skenario sistematis untuk mengganggu proses hukum sejumlah kasus korupsi.

“Terdapat pemufakatan jahat yang dilakukan untuk mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung maupun tidak langsung proses penegakan hukum,” ujar Qohar.

Kasus ini mencuat dari pengembangan perkara dugaan suap dalam putusan lepas kasus ekspor crude palm oil (CPO) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Dari sana, penyidik menemukan bukti keterlibatan ketiga tersangka dalam membentuk opini negatif terhadap institusi Kejaksaan.

MS dan JS, kata Qohar, memerintahkan TB untuk memproduksi dan menyebarkan berita-berita yang menyudutkan penyidik Jampidsus, dengan bayaran sebesar Rp478.500.000.

Uang itu, lanjutnya, digunakan TB untuk mempublikasikan konten negatif di media sosial, media online, hingga tayangan berita di TV nya.

Tak hanya itu, TB juga membiayai aksi demonstrasi, seminar, podcast, hingga talkshow yang bertujuan mendiskreditkan Kejaksaan Agung. (*Kop/bbs/Syamsuri/MasTe/Lpn6)