OPINI | POLITIK | EKONOMI
“Ironisnya para konglomerat yang mendominasi pasar sering tak tersentuh hukum. Hanya para pedagang kecil atau warga yang sering mengalami razia dan dikenai hukuman,”
Oleh : Aktif Suhartini, S.Pd.I.,
SANGAT meyedihkan saat melihat masyarakat baris berkilo-kilo meter diteriknya matahari atau saat turunnya hujan hanya demi mendapatkan satu kantong minyak goreng. Bahkan karena sudah tidak sanggup berdiri menunggu antrean, masyarakat melepas sandalnya untuk mengantri sebagai perwakilan dirinya.
Bahkan ada ibu yang meninggal akibat berjuang mendapatkan minyak goreng. Mengapa rakyat harus mengalami ini semua? Penyebab ini semua karena harga minyak goreng mahal dan langka semakin parah, masyarakat menjerit karena sulit mendapatkan bahan kebutuhan pokok tersebut, jika pun ada tidak bisa mendapatkan minyak goreng sesuai harga eceran tertinggi (HET).
Sungguh ironis di negeri penghasil sawit terbesar, rakyat tidak bisa mendapatkan minyak goreng. Ini sangat memprihatinkan dan memilukan, negeri produsen minyak sawit terbesar di dunia, tetapi minyak gorengnya langka dan mahal. Bagaikan anak ayam mati di lumbung padi rasanya pepetah ini pantas disematkan pada negeri penghasil sawit ini. Wahai pemerintahku di mana hati nuranimu?
Namun, di saat mengalami kelangkaan minyak goreng, anehnya mengapa ada partai yang bisa membagi-bagikan minyak goreng dan mengadakan operasi pasar murah, dari mana asal minyak goreng ini? Apakah ada yang menimbun?
Naudzubillah. Wajar saja bila pedagang kaki lima khususnya tukang gorengan dan kaum ibu protes terhadap kelangkaan minyak yang semakin parah, sementara wakil rakyat tampak lebih sibuk menyiapkan diri untuk masa kontestasi pemilu. Sibuk tebar janji dengan memanfaatkan situasi. Bagi-bagi minyak goreng subsidi yang membuat publik berspekulasi bahwa mereka juga turut menimbun.
Anehnya, pemerintah malah menuduh kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng ulah warga yang melakukan panic buying lalu melakukan penimbunan. Sebaliknya, kartel yang telah menyebabkan krisis ini nyaris tak tersentuh hukum. Melihat kenyataan di pasar, besar dugaan telah terjadi kartel, alias penguasaan produksi di pasar oleh sekelompok produsen. Mereka bekerja sama satu sama lain untuk mengeruk keuntungan dan menguasai pasar. Hal mungkinkan saja terjadi karena mulai dari perkebunan sawit hingga produksi minyak goreng sawit dikuasai oleh segelintir orang, yaitu oligarki pengusaha yang menjadi penguasa.
Sungguh menyedihkan masyarakat saat ini, karena harga sepenuhnya bergantung pada ritel tradisional dan modern untuk memperoleh minyak goreng. Jika pun bisa mendapatkan minyak goring dengan harga sesuai HET namun penjualannya juga terbatas. Ironisnya para konglomerat yang mendominasi pasar sering tak tersentuh hukum. Hanya para pedagang kecil atau warga yang sering mengalami razia dan dikenai hukuman. Negara sering kalah dan tunduk pada kepentingan kartel.
Walaupun dalam rapat kerja dengan DPR, Menteri Perdagangan, mengakui pemerintah tidak bisa mengontrol pasar akibat dari sifat manusia yang rakus dan jahat, ini menunjukan bahwa benar adanya oligarki dalam perekonomian di negeri ini.
Walaupun menolak anggapan bahwa pemerintah menyerah terhadap pengusaha. Tetap saja DPR menilai bahwa pemerintah yang sudah jatuh wibawanya lantaran kartel dengan gampangnya mendikte pasar, terbukti saat pemerintah mencabut penetapan HET, tiba-tiba saja minyak goreng bermunculan di mana-mana dengan harga jauh dari jangkaun rakyat.
Padahal, dalam Islam, negara tidak boleh kalah oleh para pemilik kartel ini yaitu oligarki. Negara seharusnya memberangus praktik kartel dan monopoli perdagangan. Islam sangat menata perdagangan, pemenuhan ketersediaan kebutuhan pokok dan distribusinya ke tengah masyarakat menjadikan pilihan utama. Karena salah satu kewajiban negara dalam Islam melindungi hajat hidup masyarakat serta menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat termasuk dalam perdagangan. Dalam Islam tidak ada tempat untuk melakukan praktik kecurangan dalam perdagangan, menipu konsumen dan mempermainkan harga merupakan keharaman.
Karena itu sudahilah penderitaan umat sekarang juga. Kembalilah pada sistem Islam yakni Khilafah Islamiyah, yang akan menerapkan syariah Islam secara kâffah sekaligus melindungi dan membela umat di seluruh dunia dari orang-orang yang rakus akan kekuasaan. [*]
*Penulis Adalah Anggota Komunitas Muslimah Menulis Depok