Kembali Ke Sekolah, Antara Harapan Dan Realita

0
157
Citra Amalia, M.pd/Foto : Istimewa
“Pada kenyataannya tidak semua kegiatan atau daerah dapat berganti keseluruhan menjadi daring, sehingga hal ini tentu telah menimbulkan masalah baru. Kejenuhan yang luar biasa pun tak dapat dipungkiri hadir, terutama pada anak-anak usia sekolah dasar,”

Oleh : Citra Amalia, M.pd

Jakarta | Lapan6Online : Plt. Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud Muhammad Hamid seperti dilansir cnnindonesia.com (9/5/20) berencana membuka sekolah mulai awal tahun pelajaran baru, sekitar pertengahan Juli mendatang.

Pernyataan tersebut tentu saja memberikan angin segar bagi para pendidik dan pelajar di seluruh Indonesia yang sudah tidak sabar memulai kembali belajar bertatap muka di sekolah mereka.

Dan bukan tanpa sebab, pernyataan yang melatarbelakangi sebelumnya datang dari pemerintah pusat. Pada saat rapat paripurna prediksi yang dihasilkan bahwa di bulan Mei ini jumlah penderita covid-19 haruslah membentuk kurva yang turun. Sehingga akan menjadikan bulan Juni sebagai uji coba bertahap dalam pembukaan fasilitas umum.

Kemendikbud sendiri menyatakan telah mempersiapkan tiga skenario belajar di tahun ajaran 2020/2021 dimana salah satunya akan membuka kembali sekolah secara bertahap. Penegasan pun diberikan bahwa rencana ini hanya dimungkinkan untuk sekolah di daerah-daerah yang sudah dinyatakan aman dari wabah corona.

Secercah harapan sekolah akan segera kembali dimulai pun semakin terlihat datang menghampiri. Karena seperti yang kita ketahui, kegiatan PJJ dalam dunia pendidikan saat ini sudah berlangsung setidaknya lebih dari tiga bulan di sebagian besar daerah Indonesia.

Meskipun masih bisa berlangsung, pada kenyataannya tidak semua kegiatan atau daerah dapat berganti keseluruhan menjadi daring, sehingga hal ini tentu telah menimbulkan masalah baru. Kejenuhan yang luar biasa pun tak dapat dipungkiri hadir, terutama pada anak-anak usia sekolah dasar.

Namun, bak petir di siang bolong fakta yang terjadi di lapangan tidak berjalan semulus yang diprediksikan.

Lihatlah kerumunan yang terjadi di tempat-tempat umum pada kota besar dalam beberapa pekan kebelakang. Seakan virus telah hilang, warga pun berkerumun dan petugas keamanan pun hanya dapat melakukan pengusiran sekenanya. Maka tak heran muncul rasa ragu, baik dari kalangan pendidik dan orang tua.

Sebutlah wakil sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) sebagai salah satu yang meragukan kebijakan ini. Beliau mengungkapkan bahwa dari sisi koordinasi pemerintahan pusat dan daerah seringkali terlihat tidak sinkron dalam data maka dikhawatirkan akan terjadi hal yang sama dalam penentuan sekolah yang akan dibuka.

Rasa skeptis pun semakin muncul karena alasan yang dikeluarkan pemerintah tentang rencana dibuka kembali sekolah ternyata masih belum sesuai dengan kenyataan. Peraturan yang terkesan berubah-ubah dan tidak tegas menjadi salah satu penyebabnya.

Kebingungan ditengah kabar gembira ini pun menghinggapi sebagian besar masyarakat. Karena realitanya hingga saat ini dalam setiap hari kasus terkonfirmasi positif Corona masih terus bertahan di atas 100 orang sejak April 2020 (tirto.id).

Ketika aturan pembatasan atau _social distancing_ yang sedang dijalankan pada tempat-tempat umum mulai dilanggar. Lalu, Bagaimanakah kita bisa memastikan sekolah yang penuh dengan anak-anak dapat melaksanakan arahan dalam jaga jarak dan kebersihan dengan maksimal?

Karena pada faktanya, jumlah fasilitas wastafel yang ada di sekolah seluruh Indonesia terbukti tidak merata untuk mendukung upaya kebersihan ini. Di tambah dengan jumlah siswa di atas rata-rata pada sebagian besar kelas pun akan menghasilkan protokol ketat dan beresiko.

Walaupun berdasarkan data internasional ditunjukkan bahwa jumlah penderita anak-anak atau usia muda jauh lebih kecil dari usia dewasa menuju tua. Namun, kemungkinan kecil bukanlah berarti nol. Kemungkinan yang lebih besar bagi anak-anak sebagai _carrier_ virus justru akan lebih mengkhawatirkan.

Dalam hal ini, peran dan kebijakan negara dan ketaatan rakyatnya sangat teruji. Negara sudah seharusnya tampil terdepan dalam setiap keadaan. Tidak seakan melepaskan tanggung jawab dan menyerahkan sebagian urusan pelaksanaan dan pemenuhan kebutuhan kembali kepada rakyat atau lembaga sosial.

Protokol kesehatan dan tingkat kepercayaan rakyat pada masa penerapan aturan Islam sebenarnya dapat dijadikan rujukan. Dalam Islam, negara sudah sepatutnya mengayomi rakyat dengan menjamin ketersediaan dan keamanan fasilitas umum seperti kesehatan dan pendidikan. Di masa itu, negara bersumber dengan aturan dari Dzat yang menciptakan manusia sehingga dorongan keimanan dari rakyat menghasilkan ketaatan dan sinergitas antar pemimpin pun dapat terjalin.

Wabah covid-19 ini tentu sangat berdampak bagi keberlangsungan pendidikan tatap muka serta area lainnya di Indonesia. Namun, keamanan dan kesehatan generasi penerus bangsa serta rakyat seharusnya tetap menjadi pilihan utama.
Semoga harapan ini dapat segera terwujud menjadi realita. Wallahu a’lam bish-shawab. GF/RIN/Lapan6 Group

*Penulis adalah Praktisi pendidikan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini