OPINI
“Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa negara menghadapi tantangan baru yakni pelajar yang belajar ke luar negeri enggan kembali untuk membangun negara asalnya,”
Oleh : Vanissa Maudiya S.S
KALENDER Oktober 2024, bertepatan dengan tanggal 17 Oktober 2024 dikenal sebagai Hari Pengentasan Kemiskinan Internasional, yang diharapkan dapat meningkatkan kesadaran global mengenai masalah kemiskinan. Peringatan ini pertama kali diperingati pada 1993 yang diadopsi oleh Majelis Umum PBB. (POSBELITUNG.com)
Tanggal 17 Oktober menjadi momentum peringatan yang tidak hanya sekedar upacara seremonial, melainkan panggilan untuk tindakan nyata di setiap sudut dunia. Bertepatan di tanggal yang sama pada hari Kamis (17/10/2024), Program Pembangunan PBB melaporkan bahwa lebih dari satu miliar orang hidup dalam kemiskinan akut di seluruh dunia.
Setengah dari jumlah tersebut, anak-anak yang paling terkena dampaknya. Data ini menggunakan indikator seperti kurangnya perumahan yang layak, sanitasi, listrik, bahan bakar memasak, nutrisi dan kebutuhan bersekolah.
Hari ini kemiskinan terjadi di mana-mana. Tidak hanya di negara berkembang, negara maju sekalipun tidak menutup kemungkinan kemiskinan masih merajalela. Kesenjangan antara miskin dan kaya makin lebar.
Memang benar, ada upaya yang dilakukan dunia melalui organisasi internasional. Bahkan telah dibentuk Hari Pengentasan Kemiskinan Internasional 17 Oktober, diperingati sejak beberapa tahun yang lalu. Namun dunia juga tidak kunjung mampu mewujudkan kesejahteraan.
Disatu sisi ada anggapan dari studi International Journal of Educational Research Volume 128, 2024 bahwa, pelajar yang kuliah di Luar Negeri bisa mengurangi kemiskinan negara. Mereka yang kembali ke negaranya setelah belajar di luar negeri berdampak terhadap pengurangan kemiskinan. Dampak ini terutama dirasakan di negara-negara dengan penghasilan rendah dan menengah.
Dalam studinya, para peneliti menggunakan data jangka panjang selama lebih dari 20 tahun. Mereka menemukan bahwa pengalaman dan keterampilan yang diperoleh dari luar negeri dapat berkontribusi secara signifikan dalam pembangunan negara asal mereka.
Dampak ini bisa muncul karena lulusan yang kembali ke negaranya kemudian menggunakan ketermpilan dan pengetahuan dari luar negeri untuk memberikan inovasi dan kontribusi pada perubahan masyarakat. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, beberapa negara menghadapi tantangan baru yakni pelajar yang belajar ke luar negeri enggan kembali untuk membangun negara asalnya.
Sehingga dapat dinilai bahwa, belajar ke luar negeri untuk mengentaskan kemiskinan sejatinya hanya bisa dijadikan sebagai solusi parsial untuk menyejahterakan masyarakat di negara asalnya. Para pelajar dapat meniru dan menginovasi berbagai kebijakan yang dilakukan oleh negara maju dalam memajukan ekonominya dan negara.
Tapi sayangnya, mereka yang sudah nyaman berada di negeri orang enggan kembali ke negara asal, karena memang penghargaan dan dukungan di negeri sendiri masih sangat kurang.
Seharusnya terhadap para pelajar berprestasi, negara dapat memberikan dukungan moril maupun materil sehingga para pelajar bersemangat dalam melakukan inovasi dan dapat membuat perekonomian negara menjadi lebih baik. Dalam sistem yang menjadikan rakyatnya hanya sebagai budak kapitalis tetap akan membuat rakyat dalam kondisi miskin.
Juga masih ada anggapan yang salah tentang solusi masalah kemiskinan, mulai dari ganti pemimpin, pemberdayaan perempuan, hingga menjadikan perempuan pemimpin baik dalam negara, ataupun jabatan kepala daerah, juga Menteri.
Sejatinya penyebab mendasar adalah penerapan sistem kapitalisme, yang membuat oligarki makin kaya, namun rakyat makin menderita. Pasalnya sumber masalah ada pada kapitalisme, sistem yang hanya menguntungkan para kapital, rakyat diabaikan, bahkan harus berjuang sendirian.
Apalagi sistem ini adalah sistem yang rusak dan mustahil mewujudkan kesejahteraan secara merata. Sistem ini membuat negara tidak hadir mengurus rakyat, apalagi ukuran kesejahteraan ditetapkan secara kolektif dengan pendapatan perkapita, merupakan ukuran yang semu. Tidak mungkin menggambarkan kesejahteraan yang nyata.
Sehingga, hanya dengan penerapan Islam kaffah yang akan mampu mengentaskan kemiskinan. Islam adalah sistem dari Allah yang memberi solusi atas persoalan manusia termasuk kemiskinan. Penerapan Islam Kaffah akan menjamin kesejahteraan rakyat.
Islam menetapkan pemimpin /kepala negara sebagai raa’in yang memenuhi kebutuhan rakyat. Islam adalah sistem sempurna dan menyeluruh yang menetapkan ukuran kesejahteraan individu per individu. Ukuran ini lebih riil dan berdampak bagi kesejahteraan rakyat secara merata.
Melalui berbagai konsep dalam Sistem ekonomi islam, negara akan mampu mewujudkan kesejahteraan rakyatnya, karena Islam menetapkan negara harus menjadi raain dan junnah bagi rakyatnya. Wallahu a’lam bishawab. (**)
*Penulis Adalah Aktivis Dakwah