OPINI
“Jadi ini satu pelajaran penting terkait stimulus kurang efektif, pencairan terlambat, tidak semua terserap,”
Oleh : Silvia Casmadi
PENINGKATAN alokasi anggaran penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2021 kembali dilakukan. Pemerintah mealui Menteri keuangannya Sri mulyani mengalokasikan dana senilai Rp627,9 triliun yang semula Rp619 triliun.
Kenaikan tersebut beralasan untuk menekan tekanan pandemi Covid-19 di bidang kesehatan, sosial dan ekonomi.
Adapun untuk kesehatan, anggaran mencapai Rp133,07 triliun dari sebelumnya PEN 2020 sebesar Rp63,51 triliun. Perlindungan sosial mencapai Rp148,66 triliun, dari sebelumnya PEN 2020 mencapai Rp220,39 triliun. Dukungan UMKM dan koperasi akan tembus Rp157,57 triliun, tahun lalu mencapai Rp173,17 triliun.
Insentif Usaha dan Pajak sebesar Rp47,27 triliun, susut dari sebelumnya Rp56,12 triliun pada PEN 2020. Pada Program Prioritas, anggaran dana meningkat dua kali lipat dari Rp66,59 triliun pada PEN 2020 menjadi Rp141,36 triliun pada tahun ini. Kebutuhan program ini untuk dukungan pariwisata, ketahanan pangan (food estate), pengembangan ICT, pinjaman ke daerah dan subsidi pinjaman daerah, padat karya seluruh kementerian/lembaga, kawasan industri, hingga program prioritas lainnya (CNN Indonesia/Minggu, 07/02/2021).
Keputusan pengalokasian dana di atas menuai kritik dari ekonom Indonesia, Faisal Bahri dalam akun Twitternya menggunggah cuitan “Coba lihat APBN 2021, itu (anggaran) pembangunan infrastruktur naik dari 280’an triliun ke 400’an triliun, anggaran kesehatan turun, seolah-olah (pandemi Covid-19) ini sudah selesai semua,” katanya.
Kunta Wibawa Dasa Nugraha sebagai Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara di Kementerian Keuangan memaparkan bahwa pemerintah sengaja menambah alokasi anggaran penanganan Covid-19 dan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2021 untuk memenuhi anggaran vaksinasi virus corona dan penciptaan lapangan kerja. (CNN Indonesia/Minggu, 07/02/2021).
Peningkatan anggaran PEN 2021 tidak signifikan memberi harapan penuntasan pandemi. Program prioritas yang menjadi alokasi anggaran dana yang meningkat dua kali lipat nyatanya tidak benar-benar menjadi prioritas untuk menekan pandemi Covid-19 yang menjadi landasan awal PEN 2021.
Menurut Didin Damanhuri, Ekonom Senior Institute For Development Of Economis And Finance (Indef). Pembangunan infrastruktur juga tidak mempercepat kepada pertumbuhan ekonomi. Jika pembangunan infrastruktur untuk sistem kesehatan dan pendidikan, tentu tidak akan menuai kritik. Jika memang infrastruktur yang dimaksud ini benar hanya untuk investasi, pemerintah sangat terlihat sekali kurangnya keberpihakan kepada keselamatan rakyat dan nakes negeri sendiri (cendikiapos.com, Senin, 15/02/2021)
Kenaikan anggaran Covid-19, bukan jaminan penyelesaian. Dana-dana yang lebih banyak dikeluarkan tanpa berdasar pada kebijakan yang ‘benar’ dalam penanganan pandemi hanya akan memperpanjang masa pandemi dan kesengsaraan rakyat. Terlihat pada upaya yang dilakukan ternyata belum menyentuh akar permasalahan yang ada. Faktanya, ekonomi 2020 minus 2.07 persen akibat serapan dana penanganan Covid-19 dan PEN yang tak maksimal.
Ekonom Indef Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan “Jadi ini satu pelajaran penting terkait stimulus kurang efektif, pencairan terlambat, tidak semua terserap,” ucapnya. Catatan tahun lalu, pemerintah telah menganggarkan dana penanganan Covid-19 dan PEN sebesar RP659.2 triliun namun realisasinya tak mencapai 100 persen. Hanya Rp579,78 triliun atau 83,4 persen dari pagu.
“Pemerintah banyak salah melangkah, stimulus pada Maret-September lebih banyak bantu dunia usaha dari pasokan, tapi masalah utamanya justru masyarakat tidak berani belanja, jadi masalahnya di mana bantuannya di mana,” imbuhnya.
Ekonom Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal memaparkan bahwa capaian pertumbuhan tersebut lebih rendah dari proyeksinya yakni minus 1,85. Namun, masih sesuai dengan rentang prediksi pemerintah. Ekonom tersebut menilai kondisi ini disebabkan kurang maksimalnya kinerja dana PEN. (CNN Indonesia/Jum’at, 05/02/2021).
Dari pemaparan fakta di atas, ada dua hal yang terlihat dari bagaimana cara pemerintah berpikir solusi untuk permasalahan yang ada. Prioritas pertama, untuk menekan pandemi Covid-19 ini adalah dengan memulihkan ekonomi. Prioritas kedua yaitu untuk pemulihan ekonomi, pemerintah menaikkan anggaran dana.
Namun faktanya, kenaikan anggaran dana pun tidak member solusi terhadap upaya penekanan pandemi sampai saat ini.
Negara adidaya seperti AS dan Cina saja mengalami dampak dari pandemi ini. Namun menggenjot investasi dan infrastruktur bukanlah yang utama pada masa sekarang. Keselamatan dan keamanan rakyat jauh lebih utama. Khawatir SDM akan tumbang karena corona. Menurut pandangan kapitalisme, ekonomi merupakan jantungnya sistem. Dalam sistem ini, unsur materi menjadi kunci utama sebagai solusi. Seakan-akan semua masalah akan selesai hanya dengan uang. Faktanya, solusi yang diberikan yang diambil dari sistem ini malah menimbulkan anak permasalahan bar dan hanya tambal sulam saja. (Narasipost.com/Minggu, 14/02/2021).
Maka, seharusnya masyarakat tercerahkan akan solusi yang hakiki dari Allah dan rasulnya yang telah memberikan contoh penyelesaian dari problem yang pernah dialami. Solusi ini terbukti berjaya selama 13 abad lamanya. Agama Islam beserta syariatnya telah Allah turunkan lengkap dengan berbagai solusi permasalahan kehdupan, dari sosial, pendidikan, budaya, kesehatan dan ekonomi. [*]
*Penulis Adalah Mahasiswi Universitas Gunadarma