“Saya diberitahu agar tidak boleh memposting di FB. Kemudian saya tanya, kalau postingan saya menganggu, padahal saya tidak menyebutkan seseorang. Mereka hanya bilang sebagai penengah antara saya dengan kepala desa,”
KEDIRI | Jawa Timur | Lapan6Online : Diduga gegara postingan di jejaring sosial Facebook, seorang kepala Sekolah Taman Kanak-kanak (TK) di Kediri harus menelan pil pahit.
Dia diberhentikan dari jabatannya. Nasib malang ini dialami oleh Srie Mulyanti Hartini, Kepsek TK Dharma Wanita 1 Desa Jambean, Kecamatan Kras, Kabupaten Kediri, Provinsi Jawa Timur.
Srie bercerita, petaka itu terjadi, pada Rabu 29 Januari 2020. Dia diberhentikan oleh pengurus dari induk lembaga yang dipimpin. Pemberhentian secara sepihak tersebut terjadi, setelah dirinya terlibat dialog panjang dengan pengurus dan pemerintah Desa Jambean.
“Pada Rabu 29 Januari, musyawarah selesai 13.30 WIB. Kemudian jam 15.30 WIB saya dapat surat pemberhentian. Isinya di dalam surat pemberhentian itu tidak jelas. Di dalam Surat Pemberhentian itu hanya disebutkan mencari orang yang mampu dalam bekerjasama. Tidak disebutkan kekurangan saya. Berarti selama 28 tahun saya bekerja, kenapa baru sekarang dinyatakan tidak mampu,” beber Srie, pada Selasa (28/07/2020).
Sebenarnya Srie sudah melihat ada gelagat yang aneh dari pengurus Perkumpulan PAUD Dharma Wanita 1 Jambean. Pagi hari sebelum pemecatan, dirinya mendampingi siswa melaksanakan kegiatan ekstra renang di luar sekolah. Saat itu, dirinya didatangi empat orang pengurus. Terdiri dari Ketua, Sekretaris dan Bendara.
“Saya diberitahu agar tidak boleh memposting di FB. Kemudian saya tanya, kalau postingan saya menganggu, padahal saya tidak menyebutkan seseorang. Mereka hanya bilang sebagai penengah antara saya dengan kepala desa,” tambah Srie.
Srie kemudian teringat dengan isi postingan di media sosial tersebut. Dia mengunggah sebuah informasi tentang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dan human traficking. Ada pihak yang merasa tersinggung dengan postingan Srie. Mengingat, Kepala Desa Jambean memang memiliki usaha di bidang pemberangkatan TKI ke Luar Negeri.
Selain itu, menurut Srie, akar persoalan tersebut diawali dari dirinya dipanggil oleh Polres Kediri. Pada 23 Desember 2019, Srie dimintai keterangan penyidik persoalan kasus dugaan pemalsuan KTP yang digunakan dalam pemberangkatan TKI. Ada 28 identitas warga setempat yang diduga dipalsukan untuk keperluan pengiriman tenaga kerja tersebut.
“Saya dimintai keterangan di kantor polisi masalah dugaan pemalsuan KTP, perkara human trafficking dengan modus memaslukan identitas 28 warga Jambean. Mereka diberangkatkan ke Luar Negeri. Dan itu yang digunakan identitasnya ada mantan peserta didik saya dan walimurid,” jelas Srie.
Dalam pertemuan, 29 Januari 2020 itu, Srie sempat diajak berkompromi oleh pengurus perkumpulan dan kepala desa. Ada sembilan orang yang menemuinya.
“Istilahnya saya diajak kompromi, dengan harus bisa bekerjasama. Saya tanya dalam hal apa,” ujarnya.
“Kalau ada kesalahan, kesalahan saya dimana. Dijawab oleh Ketua LPMD, bahwa mereka tidak mencari kesalahan. Tetapi Bu Yanti harus bisa bekerjasama baik dengan yayasan dan Kepala Desa. Inikah masalah pribadi. Bukan persoalan pekerjaan. Tetapi kepala desa saat itu marah-marah,” bebernya. inlh/brtjtm
*Sumber : beritajatim