“Kami ingin memastikan pemilu bisa berlangsung tepat waktu, tapi dengan kualitas yang baik. Dan masalah ini harus dibenahi sekarang selagi kita masih punya waktu,”
Oleh : Yasmine Zulfa Almadhea
BAGI masyarakat Indonesia yang peduli demokrasi dalam penyelenggaraan negara, pemilu merupakan sesuatu yang dipersyaratkan dan jadi tonggak untuk pendewasaan demokrasi.
Untuk itu, kualitas pemilu 2024 harus ditingkatkan. Grasak-grusuk manuver partai politik menghadapi Pemilu 2024 kian nyaring terdengar. Dalam penantian menuju pesta demokrasi ini tersiar kabar dugaan kecurangan yang berpotensi menodai asas pemilu bersih, jujur, dan adil.
Dugaan kecurangan bersifat sistematis yang belakangan santer terdengar adalah soal manipulasi data verifikasi partai politik. Partai-partai yang tidak memenuhi syarat (tms) dimanipulasi sedemikian rupa agar memenuhi syarat sebagai peserta pemilu.
Sialnya, dugaan kecurangan itu justru datang dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku penyelenggara dan penanggung jawab pertandingan.
Seperti yang dituliskan dalam artikel krjogja.com yaitu indikasi kecurangan penyelenggaraan pemilu 2024 perlu dikawal. Yang berisi : “Koalisi kawal pemilu bersih laporkan dugaan kecurangan penyelenggaraan pemilu ke Komisi II DPR RI dalam forum Rapat Dengar Pendapat Umum pada belum lama ini. Dalam pemaparannya, Koalisi membawa bukti-bukti kecurangan yang dikumpulkan dari Pos Pengaduan Masyarakat tentang Kecurangan Verifikasi Partai Politik. Ada dugaan kecurangan berupa intimidasi dan intervensi dari KPU Pusat kepada penyelenggara pemilu di daerah untuk memanipulasi data agar meloloskan partai politik tertentu dalam tahapan verifikasi faktual partai politik peserta pemilu 2024,” terang Hadar Nafis Gumay dari NETGRIT yang mewakili koalisi kawal pemilu bersih.
Dugaan kecurangan tersebut lanjut Hadar, dilakukan dengan cara memaksa penyelenggara pemilu daerah mengubah status data hasil verifikasi keanggotaan sejumlah partai politik yang Tidak Memenuhi Syarat (TMS) menjadi Memenuhi Syarat (MS), sehingga partai politik terkait yang awalnya Belum Memenuhi Syarat (BMS) menjadi Memenuhi Syarat.
Bukti dugaan kecurangan pemilu juga tersebar dalam dua video yang menampilkan petinggi KPU RI Idham Kholik, saat mengeluarkan kalimat dengan nuansa intimidatif kepada jajaran penyelenggara pemilu daerah. “Ini merupakan bentuk perbuatan tercela yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu di tingkat pusat. Kecurangan ini bisa merusak tatanan demokrasi dan konsep negara hukum kita, juga merusak desain kepartaian dan efektivitas pemerintahan kita. Kalau ini dibiarkan, bisa jadi kotak pandora yang melanggengkan kecurangan-kecurangan di pemilu selanjutnya,” kata Hadar.
Hadar juga menyampaikan bahwa pembiaran kecurangan pemilu seperti ini bisa mendatangkan permasalahan legitimasi bagi pihak yang terpilih nanti karena ketidakpercayaan masyarakat. Masalah ini juga akan meruntuhkan pandangan masyarakat dan dunia internasional terhadap pemerintahan Indonesia, yang berisiko terhadap ketidakstabilan dan ekonomi kita.
Dalam audiensi tersebut, para anggota komisi II DPR RI mengapresiasi upaya koalisi dalam mengadvokasi permasalahan dalam penyelenggaraan pemilu. Setelah melihat bukti-bukti dugaan kecurangan yang ditampilkan koalisi, ketua komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung membuat rapat menjadi tertutup karena data-data yang ditampilkan sangat sensitif.
“Komisi II menerima audiensi teman-teman dalam rangka menjaga pemilu kita tetap berkualitas sesuai dengan prinsip demokrasi dan aturan yang sudah kita sepakati. Bahan-bahan yang teman-teman berikan ini akan kami jadikan catatan yang kita akan bahas dengan rapat kerja dengan mitra yang berkaitan, khususnya dengan mendagri dan penyelenggara pemilu. Kalau ada bahan-bahan yang masih kurang, mohon disampaikan kepada kami. Sehingga nanti saat kami berbicara nanti, itu berdasar dan faktual. Kami juga akan membahas laporan ini dalam Rapat Dengar Pendapat dengan KPU, Bawaslu dan DKPP jam 1 nanti,” kata Ahmad Doli Kurnia.
Komisi II DPR RI juga menyatakan akan mendukung gerakan Koalisi selama tidak menyebabkan penundaan Pemilu 2024. Koalisi mengapresiasi respon dan dukungan yang diberikan para anggota komisi II DPR.
“Kami berharap persoalan ini bisa dituntaskan melalui suatu proses hukum. Sehingga pihak yang terbukti melanggar, bisa dijatuhkan sanksi. Kami di koalisi tidak berpikiran untuk berusaha mengacak-acak atau menunda pemilu. Kami ingin memastikan pemilu bisa berlangsung tepat waktu, tapi dengan kualitas yang baik. Dan masalah ini harus dibenahi sekarang selagi kita masih punya waktu,” jawab Hadar.
Menutup audiensi tersebut, koalisi juga meminta agar komisi II menjaga informasi yang disampaikan dengan mempertimbangkan situasi kerja di KPU daerah yang saat ini tidak lagi rukun dan kondusif.
“Saat ini teman-teman KPU di daerah sedang terancam. Hubungan kerja mereka sudah tidak rukun lagi, sudah berubah situasinya. Teman-teman yang sudah menolak kecurangan ini dikucilkan. Misalnya ada komisioner di tingkat daerah yang sekarang tidak boleh lagi melihat data karena dianggap sebagai pengkhianat yang akan membocorkan. Kami tidak ingin situasi ini terus terjadi sampai pemilu nanti. Mohon DPR bisa membantu untuk menata lembaga ini. Lembaga ini sudah rusak, sudah melakukan kecurangan secara berjamaah dan dianggap biasa saja,” kata Hadar.
Gerakan Koalisi Kawal Pemilu Bersih juga menggalang dukungan publik di laman petisi change orang untuk melawan dugaan kecurangan pemilu. Dimulai dari awal tahun, petisi yang berjudul “DKPP Usut Tuntas Dugaan Kecurangan Proses Verifikasi Faktual yang Dilakukan KPU RI!” ini sudah didukung 6 ribu orang.
“Kami juga meminta dukungan kepada masyarakat untuk mengawal masalah ini hingga pemilu kita bebas dari praktik kotor. Bukan cuma KPU, parpol yang menjadi peserta pertandingan di Pemilu 2024 juga terindikasi melakukan kecurangan sedari dini. Bentuk kecurangan itu misalnya mendaftarkan Nomor Induk Kependudukan masyarakat tanpa persetujuan sebagai anggota partai politik.
Bicara soal demokrasi di Indonesia pascareformasi, memang terdapat sejumlah capaian yang patut dibanggakan, semisal pemilihan calon anggota legislatif, kepala daerah, bahkan kepala negara langsung oleh rakyat.
Namun demokrasi prosedural semacam itu bukan tanpa catatan. Pemilihan langsung misalnya, dikritik melanggengkan praktik politik uang, memperlebar friksi dan polarisasi di masyarakat, hingga melunturkan politik ideologi di tubuh partai. Beberapa lembaga internasional sudah beberapa kali memberikan catatan penilaiannya terhadap kualitas demokrasi di Indonesia. Status Indonesia itu, jika kita bandingkan dengan negara tetangga yang juga ada “kedekatan” historis, Timor Leste, kita kalah dari mereka. Mereka sudah mencapai status “Free” terlebih dahulu.
Kita coba ambil dari laporan lembaga yang berbeda, V-Dem Institute. Dalam laporan demokrasi 2022, V-Dem mencatat demokrasi Indonesia di tahun 2021 lebih rendah jika dibandingkan satu dekade sebelumnya pada 2011.
Sekali lagi, memang benar bahwa demokrasi kita pascareformasi sudah mulai menunjukkan tren kemajuan. Tapi, sekali lagi saya katakan tren ini masih jauh dari kata tuntas. Demokrasi bukanlah sebuah perlombaan lari cepat, melainkan sebuah marathon daya tahan dan komitmen menjadi kunci utama.
Lantas apa yang dapat kita lakukan?
Ada ruang-ruang demokrasi yang masih terus bisa kita pakai dan manfaatkan. Misalnya saja dengan terus menyuarakan kritisisme mengenai problem-problem demokrasi yang kita hadapi.
Kritik dan diskusi publik soal bermacam cacat aparatur negara harus terus digemakan sebagai lonceng bahwa kita masih ada terus mengawasi denyut demokrasi. Kritik dapat menyelamatkan pembangunan.
Melalui kritik, ada proses dialog yang tercipta antara pemangku kebijakan dan masyarakat, ada feedback terhadap itu semua. Sehingga, ruang wacana terbuka semakin lebar dan negara tidak bisa lagi seenaknya menetapkan sesuatu ke jidat rakyatnya.
Secara mendasar, kritik tidak hanya berfungsi mendorong perbaikan hidup masyarakat tapi juga mendorong lahirnya kebijakan-kebijakan yang berkualitas dari penyelenggara negara. Pada akhirnya, sebebal apa pun rezim yang kita hadapi, kritik dan pengawasan harus tetap berjalan. Sebab, kita tidak ingin demokrasi yang kita jalani mati di tangan para begundal-begundal republik. (*)
*Penulis Adalah Mahasiswa
Universitas Muhammadiyah Malang
Jurusan Ilmu Pemerintahan
Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik