“Bahkan buruh yang notabene juga merupakan korban pandemi. Di balik aksi sosial ini, tentu terbersit pertanyaan, apakah pemerintah sudah tidak mampu melayani rakyatnya? Nampaknya memang belum,”
Oleh : Rofiatul Hasanah
Jakarta | Lapan6Online : Di laman cnnIndonesia.com, (30/4/2020) Said Iqbal mengatakan bahwa buruh tidak akan melakukan aksi turun ke jalan pada hari May Day besok, tetapi akan melakukan kegiatan-kegiatan dalam bentuk lain yang menyuarakan isu perjuangan kaum buruh.
Perayaaan hari buruh dilaksanakan tanggal 1 Mei sebagai Hari Buruh Internasional atau May Day, merupakan bentuk protes perbaikan kesejahtaraan buruh yang diterima dari pemerintah. Perayaan hari buruh di tengah pandemi corona berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Tidak dilakukan aksi dan pawai turun kejalan.
Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) yang meliputi KSPI, Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), dan Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) akan memperingati Hari Buruh dengan mengadakan bakti sosial, termasuk di antaranya menyampaikan bantuan alat pelindung diri untuk petugas medis ke rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan. Selain itu, para pekerja yang tergabung di KSPI akan melakukan penggalangan dana untuk memberikan bantuan pangan pokok dan masker kepada buruh yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan warga yang membutuhkan.
Sungguh membingungkan. Apa yang seharusnya dipenuhi oleh negara kini ditanggung oleh rakyat. Bahkan buruh yang notabene juga merupakan korban pandemi. Di balik aksi sosial ini, tentu terbersit pertanyaan, apakah pemerintah sudah tidak mampu melayani rakyatnya? Nampaknya memang belum.
Penanganan wabah covid 19 yang terkesan lambat dan gagap yang dilakukan pemerintah memberikan efek buruk terhadap pelayanan kesehatan. Penyediaan alat APD yang minim akibat ekspor alat kesehatan dan harga masker yang melambung tinggi justru memberikan keuntungan bagi para mafia yang memancing di air keruh.
Masyarakat mengalami paranoid covid 19 akibat kurangnya informasi dan sosialisasi yang dilakukan pemerintah daerah setempat. Banyak sekali tindakan yang dilakukan warga yang akhirnya mendiskriminasi tenaga medis dan penolakan jenazah oleh warga setempat.
Perlu dipahami bahwa upaya penggalangan dana yang dilakukan oleh KSPI untuk bantuan korban corona sejatinya merupakan kewajiban pemerintah. Pemwrintah yang seharusnya memberikan kebutuhan pokok di saat pandemi. Buruh dirasa tidak perlu melakukan penggalangan dana jika pemerintah menjamin kebutuhan buruh, termasuk alat bantu kesehatan yang diperlukan, seperti halnya masker dan sarung tangan.
Pemerintah sebagai pelayan masyarakat seharusnya melindungi, mengayomi rakyat dan dapat memberikan rasa ketenangan dan keamanan. Ketenangan akan terwujud jika kebutuhan pokok terpenuhi, perut akan terasa kenyang dan tidak akan ada orang yang masih keluar rumah mencari nafkah.
Work From Home (WFH) berjalan dengan baik. Pabrik-pabrik berhenti beroperasi. Buruh pun tetap bisa diam di rumah tanpa melakukan aktivitas di luar rumah. Terlebih di dalam kondisi pandemi, mereka tidak khawatir adanya gelombang PHK akan membuat mereka mati sengsara karena masih bisa bergantung pada negara.
Hari ini jauh sekali dari gambaran yang seharusnya. Jaring pengaman sosial pemerintah yang dijanjikan untuk masyarakat miskin termasuk buruh korban PHK seperti halnya sembako, listrik kartu pra kerja, yang sudah dirancang saat pandemi covid19 menjadi tidak efektif dan tidak tepat sasaran. Malahan sebaliknya justru menimbulkan masalah baru.
Pemerintah miskin data, kalaupun ada data tidak mencerminkan kondisi sebenarnya. Apalagi setelah pandemi, data pasti berbeda karena ada rakyat yang sebelumnya mampu menjadi papa karena penghasilan harian tidak ada.
Kepemimpinan kapitalis tidak akan melahirkan masyarakat yang merasakan betul bagaimana pengayoman dan perlindungan negara. Hal yang tampak terihat jelas adalah keuntungan dan azas manfaaat.
Dengan beban hutang negara yang sangat banyak mengakibatkan tidak terurusnya kebutuhan masyarakat sehingga yang ada adalah bagaimana agar bisa memuaskan asing dan aseng dalam setiap keputusan dalam pengambilan kebijakan.
Sedangkan rakyat dan buruh yang bekerja bagi asing dan aseng itu terabaikan nasibnya. Justru mereka yang lebih berempati kepada sesama. GF/RIN/Lapan6 Group
*Penulis adalah Aktifis Dakwah, Founder Grup Kajian Muslimah MQ Lovers