“Tidak ada gunanya mudik sekarang, mau dilarang atau tidak, karena semua daerah sudah memberikan aturan kalau datang dari kota besar. Jadi buat apa mudik? Keluar dari situ (tempat karantina) balik lagi (ke kota),”
Jakarta | Lapan6Online | Mantan Wakil Presiden RI H. Jusuf Kalla mengingatkan potensi penjarahan seperti tahun 1998 lalu akibat krisis pada puncak penyebaran Covid-19.
Bagi JK, musibah ini sangat keras karena menyangkut segala aspek kehidupan. Potensi itu rawan terjadi akibat kelaparan, kemiskinan, dan krisis sebagai dampak dari Covid-19.
“Bisa saja akan timbul masalah keamanan. Kalau tidak makan, ya bisa terjadi berbagai macam-macam seperti tahun 1998. Ketika masyarakat tidak bisa makan, maka terjadi penjarahan atau apa pun di banyak tempat,” ujar JK dalam rapat virtual bersama pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI), pada Rabu (22/4/2020).
Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) ini mendorong peran lembaga agama agar potensi dan kerawanan tersebut tidak menjadi kenyataan. Salah satu caranya, lembaga-lembaga amil zakat, infaq, maupun shadaqah (ZIS) harus bahu membahu membantu sesama muslim.
Jika tidak, lanjut Jusuf Kalla, bisa saja timbul masalah keamanan seperti penjarahan di banyak tempat.
Pada puncak Covid-19, akibat yang ditimbulkan juga akan mencapai puncak. Bukan hanya dari sisi kesehatan dengan berjatuhannya korban. Namun juga dari sisi ekonomi akan sangat terasa.
“Ini bulan Mei banyak yang memperkirakan puncaknya, berarti puncaknya PHK, kemiskinan, dan kekurangan makanan, maka bagaimana kita bersama-sama mengaktifkan ziswaf bersama-sama kepada yang tidak mampu minimal melalui masjid,” jelasnya.
Mengenai masyarakat yang ingin mudik, JK menyampaikan bahwa mudik bukan menjadi hal penting sekarang ini. Menurut dia, mudik akan sia-sia belaka karena setiap daerah sudah serentak menerapkan PSBB atau minimal mengkarantina warga yang berasal dari kota-kota besar.
“Tidak ada gunanya mudik sekarang, mau dilarang atau tidak, karena semua daerah sudah memberikan aturan kalau datang dari kota besar. Jadi buat apa mudik? Keluar dari situ (tempat karantina) balik lagi (ke kota),” terangnya.
Langkah tidak mudik itu, menurut JK, adalah cara mengurangi sebab-sebab penyebaran Covid-19. Menurut dia, kasus Covid-19 ini lebih parah dibandingkan dengan kejadian bencana alam sekelas tsunami sekalipun.
Bencana alam separah apa pun, tutur JK, biasanya akan ditangani pada bagian akibatnya, pada para korban yang berjatuhan. Namun Covid-19 ini bukan hanya akibat yang harus ditangani, namun juga sebab-sebab yang terus muncul.
“Sekarang ini, sebab dan akibatnya harus diselesaikan bersama, harus ada prioritas bersama-sama kita selesaikan,” kata JK.
JK menerangkan, Covid-19 ini bukan lagi sekadar wabah, namun sudah menjadi teror dunia. Menurut dia, tidak ada satu pun negara di dunia yang 100 persen bisa mengatasi ini. Bahkan sekelas Cina yang semula dikira berhasil pun, ternyata kini kembali khawatir dengan yang mereka sebut sebagai kasus impor Covid-19.
“Apa pun yang kita kerjakan, entah itu ekonomi, ibadah, tidak akan bisa selesai tanpa kita menyelesaikan sebab, apa pun yang diberikan kepada masyarakat hanya mengisi supaya masyarakat tetap semangat, apapun yang kita lakukan, tidak bisa tanpa mengurangi sebab,” pungkasnya. FK/P
*Sumber : pantau24jam.com