Ketika Wartawan Jadi Tersangka, MoU Dewan Pers-Polri Kembali Dipertanyakan

0
157
Ocktap Riady, Ketua Bidang Pembelaan/ Advokasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat/Foto : Ist
“Polisi juga tidak mematuhi MoU antara Kapolri dengan Dewan Pers, bahwa penyelesaian perkara Pers harus melalui UU Pers, jangan langsung menerapkan UU ITE,”

Lapan6Online : Nota kesepahaman (Memorandum of Understanding) antara Dewan Pers dengan Kepolisian Republik Indonesia yang membedakan penanganan perkara pers dengan perkara lain dianggap belum banyak diketahui polisi di berbagai daerah.

Ini terlihat, dalam kasus yang menimpa seorang wartawan di Kabupaten Buton Tengah, Provinsi Sulawesi Tenggara, Moh Sadli Saleh (33). Dirinya dijebloskan ke penjara karena tulisannya Abracadabra : Simpang Lima Labungkro Disulap Menjadi Simpang yang terbit pada 10 Juli 2019 lalu di media online Liputan Persada.com.

Ketua Bidang Pembelaan/ Advokasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat Ocktap Riady sangat prihatin dengan penahan Wartawan di Buton tersebut.

“Yang jelas kami dari PWI prihatin dengan kasus yang menimpa Wartawan di Buton itu,” tegasnya, Selasa (11/2/2020) sore saat dihubungi via WhatsApp.

Menurut mantan ketua PWI Sumsel ini, aparat seharusnya untuk kasus Wartawan harus menerapkan UU Pers, karena berdasarkan pasal 15 UU Pers ayat 2 c, keberatan terhadap sebuah karya jurnalistik diselesaikan oleh Dewan Pers dan dilakukan dengan prosedur hak jawab dulu.

“Polisi juga tidak mematuhi MoU antara Kapolri dengan Dewan Pers, bahwa penyelesaian perkara Pers harus melalui UU Pers, jangan langsung menerapkan UU ITE,” tegasnya.

Meski harus dihadapkan dengan UU ITE, kata Ocktaf juga tidak boleh langsung melakukan penahanan.

“Kita meminta tersangka ditangguhkan penahanannya dan pengusutan kasus itu dilakukan melalui mekanisme UU Pers bukan melalui UU ITE,” ungkap wartawan senior penerima kartu pers nomor satu atau press card number one (PCNO/kartu pers nomor satu) dari PWI Pusat saat HPN di Banjarmasin ini.

Sementara itu, Staff Ahli Dewan Pers Marah Sakti Siregar mengatakan, meski dalam suatu pemberitaan terkesan opini si penulis, tetap dibenarka sebagai produk Jurnalis.

“Saya menilainya ini opini. Kalau berita harus ada data dan konfirmasi. Tapiopini juga produk jurnalistik,” katanya.

Untuk diketahui, Sadli ditahan terkait laporan Bupati Buton Tengah, Samahudin, ke Polres Baubau dengan sangkaan pelanggaran UU ITE.

Hingga kini Sadli telah tiga kali menjalani proses sidang di Pengadilan Negeri Buton.

Ironisnya, Bupati Buton Tengah Samahudin tak pernah menghadiri panggilan sidang dalam status sebagai saksi pelapor.

Samahudin justru mengikuti acara Hari Pers Nasional di Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

Saat tulisan itu terbit, Sadli tercatat sebagai Pemimpin Redaksi Liputanpersada.com. Dengan nama perusahaan PT Global Media Nusantara. Perusahaan ini memiliki akta notaris Nomor : 20 tanggal 30 April 2005. Nomor AHU : C-01590 HT.01. Tahun 2016. TDP Nomor : 1011 1521 1277. NPWP : 02.480.9337.7-423.000.

Perusahaan ini dipimpin oleh Wira Pradana yang kantornya beralamat di Jalan Musyawarah B 54 RT 005/RW 002 Kebun Jeruk, Jakarta Barat. Bengkl/red

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini