Lapan6Online : Rancangan Undang-undang (RUU) Perampasan Aset kembali mengemuka ditengah mencuatnya transaksi gelap Rp 300 triliun yang kemudian bertambah menjadi Rp 349 triliun diduga bagian dari pada tindak pidana pencucian uang (TPPU) di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Banyak dukungan dari berbagai pihak agar transaksi siluman tersebut diusut oleh aparat penegak hukum (APH) baik Polri, KPK maupun Kejaksaan Agung (Kejagung).
Transaksi gelap tersebut dikemukakan oleh Menko Polhukam Mahfud MD berdasarkan hasil laporan dari Pusat Pelaporan Analisis Keuangan (PPATK) belum lama ini menyusul terungkapnya harta kekayaan tak wajar salah satu bekas anak buah Sri Mulyani, Rafael Alun Trisambodo yang saat ini telah menjadi penghuni rumah tahanan (Rutan) KPK.
Soal Rancangan Undang-undang (RUU) Perampasan Aset tersebut, Kejagung telah berkomitmen untuk tetap mendukung pengesahannya yang kabarnya Presiden Joko Widodo atau Jokowi segera mengeluarkan surpresnya. Sebab draf RUU Perampasan Aset tersebut sudah final.
Menyusul rencana pengesahan RUU Perampasan Aset tersebut, Kejagung juga bakal menyulap Direktorat Pemulihan Aset menjadi Badan Perampasan Aset.
Komisi Kejaksaan (Komjak) meyakini Kejagung dapat lebih bertaji apabila Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset disahkan.
Menurut Ketua Komjak, Barita Simanjuntak, bahwa saat ini ketika perangkat hukum belum memadai, Kejagung sudah progresif dalam mengembalikan kerugian negara saat menangani kasus tindak pidana korupsi (tipikor).
“Dengan keadaan seperti sekarang saja kejaksaan, kan, paling tinggi pengembalian kerugian negara, termasuk perampasan aset dr hasil tindak pidana khususnya tipikor,” ujar Barita, pada Minggu (23/4/2023).
Dengan UU Perampasan Aset, tambah dia, akan lebih maksimal lagi karena ada landasan hukum yang lebih kuat, yang dapat digunakan dengan cepat ke mana pun hasil tipikor dialihkan.
“Tangkap orangnya, kejar uangnya, buru dan rampas asetnya,” tegasnya. Sebelumnya, pemerintah melalui Menko Polhukam Mahfud MD tancap gas menyelesaikan draf RUU Perampasan Aset.
Sudah ada enam lembaga atau kementerian yang menandatangani draf naskah RUU Perampasan Aset.
Adapun enam lembaga atau kementerian itu, yakni dan Kemenko Polhukam, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Keuangan, Kejaksaan Agung, Polri, dan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Setelah selesai dibuat, nanti Draf naskah RUU Perampasan Aset itu akan diberikan kepada Presiden Jokowi.
Setelah itu, Kepala Negara akan membuat surat presiden (surpres) yang nantinya akan dikirimkan ke DPR agar RUU Perampasan Aset segera dibahas.
Mahfud memastikan bakal melakukan komunikasi dengan ketua umum partai politik yang ada di Parlemen. Baik resmi maupun tidak resmi. (*MI/BM/Red)
*Sumber : monitorindonesia.com