Ketua ORPUS Munasjut Bengkulu Diduga Terlibat Pencucian Uang

0
63
Ilustrasi/Net

HUKUM | PERISTIWA

“Ini bukan soal suka atau tidak suka, tapi ini hasil temuan informatif, ya, tentunya kami ajukan pengaduan ke Jampidsus Kejagung, baru saja, kami bersama kawan-kawan baru saja sampaikan surat pengaduan tersebut,”

Lapan6Online | Jakarta : Dipicu oleh adanya dugaan tindak pidana suap politik kepada 21 ketua ORARI Daerah sebagai peserta Munas XI ORARI akhir bulan November 2021 silam, namun dari hasil investigasi kalangan generasi milineal yang tergabung Jaring Muda Nusa Tenggara Timur Jabodetabek sebagai bagian dari generasi milineal, yang sangat peduli terhadap keberadaan ORARI sebagai asset bangsa Indonesia.

Selain itu juga sebagai cadangan nasional di bidang Komunikasi, mencium adanya dugaan tindakan pidana pencucian uang yang diduga dilakukan oleh pihak DIP, dengan modus operandi melalui tindakan money politik atau suap politik dengan tujuan agar 21 Ketua ORARI Daerah memilih DIP sebagai Ketua Umum ORARI Pusat periode 2021-2026, demikian disampaikan oleh Ahmad Ritus, Koordinator Jaring Muda NTT, saat dihubungi awak media, pada Senin (14/3/2022) usai menyampaikan pengaduan terkait masalah tersebut ke Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, Kejagung RI.

“Ini bukan soal suka atau tidak suka, tapi ini hasil temuan informatif, ya, tentunya kami ajukan pengaduan ke Jampidsus Kejagung, baru saja, kami bersama kawan-kawan baru saja sampaikan surat pengaduan tersebut,” ungkap Ahmad Ritus.

Menurut Ahmad Ritus, pasca menjadi anggota DPR RI periode 2014-2019, DIP bukanlah seorang pengusaha, dia hanya berprofesi sebagai staf ahli di Kementerian Komunikasi dan Informasi, penghasilannya pun terbatas, maka patutlah dicurigai dana yang dia peroleh, ketika ia mengeluarkan dana hingga puluhan miliaran rupiah untuk melakukan dugaan tindakan pidana suap politik terhadap 21 Ketua ORARI Daerah, dan dengan menyediakan berbagai fasilitas untuk mereka, yang memberikan suara untuk memilihnya sebagai Ketua ORARI Pusat periode 2016-2021.

Selain itu, tidak adanya laporan harta kekayaan dari DIP, justru semakin memperkuat dugaan adanya tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh DIP dari hasil dugaan keterlibatannya dalam kasus suap/gratifikasi Proyek Bakamla 2016, seperti yang di kemukakan Fahmi Darmawansyah Direktur PT Merial Esa yang sudah menjadi terpidana.

“Ya, kita pakai logika sajalah, masa’ seorang staf ahli bisa mengeluarkan dana sebegitu besarnya, hanya untuk melakukan money politik agar dia terpilih sebagai Ketua ORARI Pusat, inilah yang kami tengarai adanya transaksi yang mencurigakan, ya tentunya indikasi itu mengarah pada dugaan tindak pidana pencucian uang,” tukas Ahmad Ritus.

Sementara itu, dihubungi terpisah, Roy Kedati penggiat anti korupsi asal NTT, kepada awak media, ia mengatakan bahwa,”Pada umumnya pelaku tindak pidana pencucian uang, berusaha menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan yang merupakan hasil dari tindak pidana dengan berbagai cara agar harta kekayaan hasil tindak pidananya susah ditelusuri oleh aparat penegak hukum sehingga dengan leluasa memanfaatkan harta kekayaan tersebut baik untuk kegiatan yang sah maupun tidak sah,” jelasnya.

Lebih lanjut Roy Kedati menambahkan bahwa,”Terkait dengan permasalahan tersebut, dapat di indikasikan sumber dana penyelenggaraan Munas XI ORARI berasal dari transaksi yang mencurigakan diperoleh dari sdr DIP hasil dugaan keterlibatannya pada tindak pidana suap proyek milik Badan Keamanan Laut (Bakamla) dengan menggunakan APBN-P tahun 2016 silam. Nah, apabila yang bersangkutan (DIP, red) terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang, maka sesuai Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang tindak pidana pencucian uang, BAB II pasal 4 yang berbunyi : Setiap Orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah),” tambahnya.

“Karena itu, kami sangat berharap dan bahkan mendesak Jampidsus agar melakukan pemeriksaan mendalam, sekaligus juga melakukan audit investigasi terhadap yang bersangkutan terkait dengan permasalahan dugaan tindak pidana pencucian uang tersebut,” pungkas Roy Kedati yang juga anggota Jaring Muda NTT (Jarum NTT), menutup perbincangannya kepada awak media, Senin (14/3/2022) di Jakarta. (*Salimah)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini