Penulis: Budi Wardoyo alias Yoyok, Aktivis Buruh, (*)
Di ujung gang,
satu tubuh renta, tergeletak.
Sebelumnya, ia berkeliling, menjajakan dagangannya.
Tak ada yang membeli, sudah berhari-hari perut menahan lapar.
Di sebelah sana,
jeritan duka dihimpit suara mesin.
Satu buruh tumbang terpapar Covid, saat perusahaan terus mengeruk keuntungan.
Tak jauh dari sini,
Seorang pemuda sehat, ditemukan tewas tergantung, bunuh diri.
Cicilan motornya tak sanggup dibayar.
Jauh di pedalaman,
di dekat perkebunan besar. Satu keluarga makan pepaya. Pagi, siang, sore.
Tukang becak merintih, tak ada yang mendengar.
Tukang parkir menjerit, suaranya tenggelam dalam gemuruh Work From Home.
Ibu-ibu pedagang kecil berteriak, lalu hening ditelan Stay At Home.
Bendera Kuning Berkibar,
Dari satu rumah, ke rumah lain, satu kampung ke kampung lain.
Awalnya ini adalah kesepian, ketakberdayaan, duka.
Berndera Kuning terus berkibar, semakin banyak, bergerak membentuk satu barisan.
Bendera Kuning berubah makna.
Ini simbol, rakyat harus dibantu.
Ini adalah pertanda kemana solidaritas rakyat harus bergerak.
Ini adalah suara yang tidak boleh diabaikan.
Bendera Kuning berkibar, berlandaskan solidaritas, menggaungkan suara kaum tertindas, menguatkan daya hidup, menggelorakan satu nada protes : Negara harus bertanggung jawab. (*)