Kisah Buruh di PHK: Tak Bisa Beli Makan Hingga Jadi Korban Penipuan

0
21
Rizki Kurniawan. (Foto dokumen Jatimnow.com)
“Semenjak di PHK itu, saya nggak tahu harus gimana lagi. Untuk makan aja susah, apalagi ini anak saya yang kecil butuh susu. Kadang terpaksa kalau nangis saya kasih air putih saya masukin dot,”

Surabaya | Lapan6online | Penderitaan Rizki Kurniawan semenjak dikeluarkan atau di PHK dari tempatnya bekerja di sebuah pabrik kayu yang ada di kawasan Jalan Rajawali, Surabaya, bertambah.

Bapak tiga anak yang sehari-hari tinggal di sebuah tempat kos di Jalan Banyu Urip VII B no 9, Surabaya itu juga menjadi korban penipuan. Kini dirinya hanya bisa pasrah sembari mencari pekerjaan lain untuk menghidupi anak dan istrinya.

“Tidak pegang uang sama sekali mas. Sehari-hari ya makan seadanya. Kadang pakai mie, kadang nggak makan sama sekali. Ini nyari pekerjaan sampai sekarang juga belum dapat,” katanya saat ditemui di kos-nya, Senin (11/5/2020).

Ia menyebut, dirinya di PHK dari tempatnya bekerja itu semenjak Virus Corona mewabah. Hingga hari ini, tepat satu bulan lebih 12 hari ia menganggur.

“Semenjak di PHK itu, saya nggak tahu harus gimana lagi. Untuk makan aja susah, apalagi ini anak saya yang kecil butuh susu. Kadang terpaksa kalau nangis saya kasih air putih saya masukin dot,” ungkapnya.

“Bantuan dari pemerintah juga nggak dapat sama sekali. Kadang saya sempat iri sama tetangga-tetangga kos saya. Mereka dapat tapi saya enggak. Saya hanya bisa nangis dalam hati mas,” tambah Rizki.

Selama menganggur, pria 36 tahun kelahiran Jember ini bahkan rela menjual beberapa barang berharganya untuk menghidupi anak dan istrinya. Namun, semua itu belum cukup. Karena setiap hari dua anaknya yang masih kecil membutuhkan popok dan susu.

“Sepatu saya jual. Helm dan lemari kecil juga. Tapi ya gimana mas, tapi tetap aja nggak cukup. Ini tinggal sisa magic com sama kipas angin saja. Kalau saya belum dapat kerjaan, ya terpaksa saya jual,” lanjutnya.

Rizki menikah dengan istrinya Hera Aptriningsih (30) sejak Tahun 2011 dan dikaruniai tiga orang anak. Ketiga anaknya adalah Nabila Larashati (8), Bonita Milkayla Zahra (1,8 bulan) dan Muhammad Saddly Attallah (3 bulan).

Sebelum mempunyai anak kedua dan ketiga, pasangan suami istri (pasutri) ini ngekos di kawasan Perak, dekat dengan tempatnya bekerja. Namun, karena biaya hidup yang semakin mahal, Rizki dan istrinya pindah kos ke Banyu Urip tersebut.

“Di sini sudah 9 tahun mas saya. Punya si kecil dua ini. Kalau anak yang pertama ikut orangtua dari istri saya di Kupang sini. Kelas 2 SD sekarang. Saya juga bingung belum bisa bayar SPP anak saya, sampai kemarin nggak bisa ikut ujian,” katanya.

“Ini saya juga belum bisa bayar kos. Tuan rumah nagih terus. Kalau nggak bisa bayar disuruh pindah atau keluar. Karena di sini bayarnya harus tepat waktu. Satu bulannya Rp 350 ribu,” sambungnya.

Rizki mengaku sampai saat ini belum ada bantuan apapun dari pemerintah. Namun, kemarin ada sejumlah komunitas dan Pemuda Pancasila (PP) yang memberikan bantuan. Seperti sembako dan kebutuhan untuk bayi.

“Saya sedikit bernafas lega mas, bisa dapat bantuan kemarin. Susu buat anak saya, ada popok juga. Terus sembako. Terpenting anak dan istri saya bisa makan. Saya rela mati demi anak dan istri saya, asalkan mereka bahagia,” lanjutnya.

Rizki mengatakan selama ini menggantungkan hidup dari pekerjaannya sebagai buruh pabrik kayu. Walaupun gajinya tidak seberapa. Namun, dari pekerjaan itulah ia bisa menghidupi istri dan anaknya.

“Saya sudah 12 tahun kerja di situ (pabrik kayu), semenjak kedua orangtua saya meninggal. Saya cari kerjaan di sini (Surabaya). Memang gajinya ndak besar mas, tapi Alhamdulillah bisa saya buat makan sama istri dan anak saya. Seminggu itu Rp 205 ribu. Kalau lembur Rp 275 ribu,” tandasnya.

Kesusahan Rizki rupanya tidak hanya itu. Awal April lalu, ia juga sempat terkena penipuan oleh seorang pria yang mengaku bisa memasukkan pekerjaan sebagai satpam. Saat itu, agar bisa diterima kerja, Rizki harus mengeluarkan uang Rp 1,2 juta.

Karena saking bingungnya, dan ingin segera dapat pekerjaan, Rizki mengiyakan persyaratan tersebut.

“Saya ada motor dan dijual laku Rp 1,5 juta. Yang Rp 1,2 juta saya kasihkan orang yang nawarin pekerjaan itu. Tapi setelah uang saya kasih, terus saya hubungi orangnya, sudah nggak bisa,” papar dia.

Rizki lantas bercerita kepada istrinya. Namun, keduanya malah bertengkar keras. Sebab Rizki dikira telah menghabiskan uang tersebut. Tapi setelah dijelaskan, istri Rizki akhirnya paham.

“Saya nggak tahu waktu itu mau gimana lagi. Rasanya ingin mati saja. Tapi saya terus disemangati istri saya. Itu yang membuat saya kuat sampai hari ini,” pungkasnya. (*)

Disarikan dari jatimnow.com

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini