OPINI | HUKUM | POLITIK
“Oknumnya bukan hanya satu, tapi banyak. Bagaimana kita berharap pemberantasan narkoba bisa tuntas, jika pihak yang diharapkan memberantas narkoba justru terlibat di dalamnya?,”
Oleh : Eva Arlini, SE
ORANG bijak mengatakan, kalau kita berteman dengan penjual minyak wangi, kita akan kecipratan wanginya. Sebaliknya jika kita berteman dengan tukang besi, kita akan terkena aromanya.
Kalau perumpamaan tersebut dipakai untuk polisi dan penjahat narkoba, seharusnya tidak cocok. Sebab polisi dan penjahat narkoba bukan berteman, melainkan bermusuhan. Polisi-lah yang bertugas menangkap penjahat yang membuat ataupun mengedarkan narkoba.
Tapi begitulah kenyataannya saat ini. Polisi yang seharusnya memusuhi aktivitas narkoba, justru keciptratan aktivitas tersebut. Sebagaimana kasus yang menimpa Kapolda Sumatera Barat Irjen Teddy Minahasa. Ia diciduk oleh Polri atas dugaan penjualan barang bukti narkoba. Teddy juga menggunakan barang haram itu.
Teddy sepertinya sudah tak ingat lagi dengan pidato yang disampaikannya pada jajaran anggotanya di waktu yang lalu. Melalui pidatonya, ia pernah memerintahkan anggotanya agar tidak bermain – main dengan menyalahgunakan kewenangan sebagai anggota polisi demi materi. (https://www.liputan6.com/16/10/2022)
Sudah kita ketahui bersama, bahwa narkotika, psikotropika dan obat terlarang (narkoba) berdampak buruk bagi manusia. Narkoba menghilangkan akal sehat dan merusak otak. Peredarannya pun kini makin meluas. Pada peringatan Hari Anti Narkoba Internasional (HANI) 2022 Juni lalu, Badan Narkotika Nasional (BNN) mengungkapkan bahwa tren peredaran gelap narkoba selalu meningkat dan cukup mengkhawatirkan, terutama munculnya narkoba sintetis jenis baru. (https://investor.id/ 27 Juni 2022)
Deputi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia (BNN RI) Irjen Kenedy memastikan ada persentase kenaikan pengguna narkoba di Indonesia. Pengguna tersebut kebanyakan berada di usia produktif bekerja.
Meski ada kenaikan persentasi pengguna narkoba, Kenedy tidak membeberkan faktor yang membuat hal itu terjadi. (https://rmol.id/read/2022/07/26)
BNN bekerja mengungkap peredaran narkoba. Namun barang buktinya justru disalahgunakan oleh oknum kepolisian. Oknumnya bukan hanya satu, tapi banyak. Bagaimana kita berharap pemberantasan narkoba bisa tuntas, jika pihak yang diharapkan memberantas narkoba justru terlibat di dalamnya?
Presiden Joko Widodo membeberkan sejumlah hal yang menurutnya harus dibenahi oleh Polri. Diantaranya tentang gaya hidup. Jokowi mengaku terlalu banyak mendapat laporan tentang gaya hidup anggota Polri yang terkesan mewah.
Menurutnya, hal tersebut bisa mengganggu tingkat kepercayaan publik pada Polri. Tentu saja, dari tingginya gaya hidup anggota Polri, kita bisa mengira – ngira besaran biaya hidup mereka yang sangat mungkin melebihi gaji mereka sebagai polisi. Artinya, wajar jika polisi rentan tergoda mencari penghasilan dengan jalan yang haram, demi memenuhi gaya hidup.
Presiden Jokowi pun berpesan agar Polri segera membersihkan judi online, termasuk pula menindak kasus narkoba secara sungguh – sunggu, untuk mengembalikan kepercayaan publik pada Polri. (www.cnnindonesia.com/16/10/2022)
Pemberantasan narkoba dan judi inilah yang menjadi salah satu PR besar bagi Polri. Harapan pemberantasan yang hampir pupus, karena masih terjadi kasus seperti yang dilakukan Kapolda Sumatera Barat Irjen Teddy Minahasa.
Namun titik terang masih ada. Pemberantasan narkoba dan judi secara tuntas bisa diwujudkan, hanya jika aparat memiliki ketaatan pada Allah swt dan ada penegakan hukum yang adil.
Perekrutan anggota polisi berdasarkan ketakwaannya pada Allah swt penting sekali dilakukan. Manusia tak mampu mengawasi manusia lainnya 24 jam, hanya Allah swt yang mampu melakukanNya. Kesadaran diawasi oleh Allah swt inilah yang harus ada pada diri aparat.
Maka mewujudkan manusia bertakwa dengan takwa yang sebenar – benarnya, adalah sebuah keharusan. Dari manusia bertakwa pula bisa terlaksana penegakan hukum yang adil.
Sayangnya sistem sekuler kapitalis yang saat ini diterapkan, tak mampu membentuk manusia –manusia bertakwa. Justru yang terjadi adalah aturan agama dipisahkan dari negara. Institusi pendidikan hanya melahirkan manusia – manusia yang berorientasi dunia. Penyelenggaraan negara pun berjalan sesuai kehendak manusia dan mengabaikan hukum Allah swt. (*)