Lapan6Online | Jakarta : Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum maka seluruh aspek kehidupan sosial dan ketatanegaraan diatur oleh hukum. Salah satu ciri negara hukum adalah adanya peradilan yang bebas dan mandiri bebas dari campur tangan lembaga lain dan adanya pembagian kekuasaan secara vertikal dan horizontal.
Secara horizontal kekuasaan Eksekutif dengan kekuasaan Yudikatif adalah sejajar dengan tugas dan fungsi masing-masing. Menkopolhukam sebagai bagian dari Lembaga Eksekutif menjalankan tugas dan fungsi koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga yang terkait dengan isu di bidang Polhukam serta pengendalian pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga terkait dengan isu Polhukam.
Bahwa dalam menjalankan tugas dan fungsinya Menko Polhukam tidak boleh memasuki area kewenangan Lembaga Peradilan. Mengomentari putusan yang masih dalam proses banding dan belum inkracht, apalagi komentarnya bersifat menuduh yang tidak benar, sama dengan melakukan intervensi terhadap Lembaga Pengadilan yang bertentangan dengan UUD 1945 dan Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
Untuk menyikapi hal itu, Perkomhan (Perhimpunan Pejuang Pembela Korban Mafia Hukum dan Ketidakadilan (Perkomhan) sebagai perkumpulan berbadan hukum, yang didirikan berdasarkan Akta Pendirian Nomor 10 Tanggal 23 Februari 2022, dan telah mendapat pengesahan dari Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Nomor AHU-0002389.AH.01.07.TAHUN 2022 Tanggal 11 Maret 2022 berperan aktif terhadap proses praktek penegakan hukum dan peradilan sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (2) Anggaran Dasar Perkomhan.
Menurut Ketua Umum Perkomhan, Priyanto, SH, MH, Perkomhan tidak memiliki kepentingan terhadap perkara partai Prima dengan KPU dan perkara apapun termasuk kegaduhan yang terjadi pada saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi III DPR dengan Menko Polhukam.
Kepentingan Perkomhan adalah menjalankan amanah Anggaran Dasar dan kepedulian terhadap penegakan hukum yang terkait dengan terciptanya peradilan yang mandiri bebas dari campur tangan pihak lain. Bahwa sesuai dengan Pasal 8 ayat (1) Anggaran Dasar Perkomhan, maksud pendirian Perkomhan adalah menumbuh kembangkan kesadaran hukum bagi masyarakat.
Perkomhan menilai bahwa pernyataan Menkopolhukam, Prof. Mahfud MD yang intinya menyatakan “ada permainan belakang di balik putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat” tidak mencerminkan pendidikan hukum yang baik untuk membangun kesadaran hukum masyarakat. Atas dasar itulah maka Perkomhan mengajukan gugatan terhadap Menkopolhukam agar meminta maaf atas pernyataannya.
Hal ini penting agar Lembaga negara berjalan sesuai dengan Tupoksi masing-masing. Sedang sidang pertama atas gugatan Perkomhan terhadap Menkopolhukam, rencananya akan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada hari Kamis pukul 10:00 WIB. (*BM/Red)