OPINI
“Akan tetapi, begitulah faktanya dalam sistem kapitalis, penguasa akan selalu
berpihak kepada kapital atau para pemilik modal,”
Oleh : Deti Kutsiya Dewi
DILANSIR dari Sindonews.com 2 April 2021, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN menyiapkan produk layanan untuk mengakselerasi pengguna kompor induksi (kompor listrik).
Rencananya rancangan program mulai dilakukan pada awal April 2021. Executive Vice President Komunikasi Korporat dan CSR PLN Agung Murdifi menjelaskan, program itu ditujukan untuk pelanggan pasang baru, yang akan diberi insentif daya yang lebih besar dari yang dimohonkan, dengan syarat pelanggan memasang kompor induksi pada hunian mereka.
Program tersebut mendapatkan dukungan dari Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Tohir, Ia mengatakan penggunaan kompor listrik/induksi dapat memberikan penghematan untuk negara dan rumah tangga.
Penghematan untuk negara dapat mencapai 60 triliun per tahunnya, sedangkan bagi rumah tangga akan menghemat pengeluaran yang tadinya Rp147 ribu menjadi Rp118 ribu. PLN dengan program-programnya menargetkan 1 juta pengguna kompor induksi tercapai di pada 2021 ini.
Program konversi 1 juta kompor gas LPG ke kompor induksi yang digagas PLN diyakini bisa terwujud. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono mengatakan itu karena pelaksanaan program terkait pembangunan perumahan atau hunian yang dikerjakan kementeriannya.
Saat ini, PUPR memiliki penugasan untuk membuat 1 juta rumah. Sudah ada 1,1 juta unit yang terbangun, hingga 2021. Sehingga, program yang dicanangkan PLN untuk mengkonversi kompor gas ke kompor LPG bukan hal yang sulit untuk direalisasikan bila bekerja sama dengan pihaknya.
Sebenarnya program irit energi dengan perpindahan dari penggunaan kompor gas ke kompor induksi ini perlu dikritisi lebih dalam. Faktanya, apabila negara belum bisa berkomitmen menekan biaya listrik untuk rakyat, program ini nantinya hanya akan membebani rakyat karena bisa jadi biaya listrik akan terus naik. Dunia ini memang sedang berusaha untuk menggunakan energi ramah lingkungan/energi hijau akibat dari lingkungan yang semakin rusak, sehingga penggunaan barang elektrik dianggap sebagai solusi dari permasalahan ini.
Namun di sisi lain jadinya masih absurd bila sistem yang digunakan masih sistem kapitalis, karena sistem ini menyebabkan liberalisasi pada tata kelola listrik baik sumber energi primer maupun layanan listrik.
Akibatnya pembangkit, transmisi dan distribusi hingga retail kepada rakyat dapat dilakukan sepenuhnya oleh swasta dan pada akhirnya pengeluaran rakyat akan semakin naik dan program kompor induksi hanya akan membebani rakyat. Jadi, sebenarnya kompor listrik untuk kemaslahatan siapa?
Pemerintah tidak seharusnya hanya membebek kepada program global tentang energi ramah lingkungan tanpa menimbang kemaslahatan rakyat. Akan tetapi, begitulah faktanya dalam sistem kapitalis, penguasa akan selalu berpihak kepada kapital atau para pemilik modal, sehingga menjadikan hubungan antara penguasa dan rakyatnya bak penjual dengan pembeli yang tidak luput dari mengutamakan keuntungan bagi pihak penguasa dan pemilik modal serta mengesampingkan kemaslahatan rakyat.
Lain halnya dengan sistem Islam yang menganggap kesejahteraan rakyat merupakan hal yang utama dibandingkan dengan kekuasaan dan kekayaan yang merupakan tanggung jawab negara kepada Allah. Dalam sistem Islam pemimpin adalah pengurus dan pelindung rakyat, haram bagi mereka untuk mengambil keuntungan dalam melakukan pelayanan kepada rakyat.
Dalam sistem Islam juga ada seperangkat aturan yang mengatur segala bentuk kegiatan dalam kehidupan manusia, termasuk soal kepemilikan publik, seperti listrik atau tambang yang haram dijadikan kepemilikan pribadi apalagi menjadi kepemilikan asing.
Kepemilikan publik berarti adalah kepemilikan bersama dan negara akan mengolahnya semata-mata untuk kemaslahatan rakyat. Sesuai dengan sabda Rasulullah SAW dalam haditsnya yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ahmad, beliau bersabda “Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara: padang rumput, air dan api.”
Maka dari itu, listrik seharusnya diberikan kepada rakyat dengan murah atau bahkan diberikan secara gratis baik kepada rakyat yang kaya maupun yang miskin, baik Muslim maupun non-Muslim. Namun kemudahan dalam penggunaan energi ramah lingkungan dan kemaslahatan bagi rakyat ini mustahil terjadi apabila sistem yang digunakan masih sistem kapitalis, kemaslahatan yang hakiki hanya akan didapatkan bila sistem yang digunakan adalah sistem Islam. [*]