KPK Ancam Jemput Paksa Plh Dirjen Minerba

0
4

HUKUM | TIPIKOR

“Adalah hal yang wajar bila dipertanyakan sumber uang belasan milyar rupiah yang dimiliki Idris Sihite selaku seorang penyelenggara negara itu berasal dari mana?”

Lapan6Online | Jakarta : Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengancam akan melakukan jempu paksa Pelaksana Harian (Plh) Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Idris Sihite, bila mangkir dari panggilan kedua.

Keterangannya Idris Sihite dibutuhkan penyidik untuk mengkonfirmasi sumber uang milyaran rupiah yang diketemukan saat penggeledahan di unit Apartemen Pakubuwono di Menteng Jakarta Pusat yang ditengarai milik Plh Dirjen Minerba, Idris Sihite, pada Senin (27/3/2023).

“Penjemputan paksa merupakan prosedur baku KPK dalam memperlakukan saksi yang mangkir dua kali dari panggilan” ujar Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan, Ali Fikri kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, pada Kamis (30/03/2023).

Temuan penyidik KPK ketika penggeledahan itu telah memantik kecurigaan Ir. Ridwan Hisyam, anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Golkar bahwa sumber uang diduga merupakan gratifikasi dan/atau suap dalam pemberian persetujuan RKAB tambang-tambang bermasalah.

Terlebih-lebih apabila unit Apartemen Pakubuwono di Menteng Jakarta Pusat yang nilainya Rp. 17 milyar itu benar milik Plh Dirjen Minerba, Idris Sihite.

“Adalah hal yang wajar bila dipertanyakan sumber uang belasan milyar rupiah yang dimiliki Idris Sihite selaku seorang penyelenggara negara itu berasal dari mana?” ujar mantan Ketua Golkar Jawa Timur ini kepada wartawan di Jakarta, pada Rabu (29/3/2023).

Seperti diketahui, belakangan ini kewenangan Plh Dirjen Minerba, Idris Sihite dalam menandatangani RKAB tengah mendapat sorotan tajam dari berbagai kalangan, termasuk dari parlemen Senayan.

Pasalnya seorang Plh Dirjen Minerba dipandang tidak berwenang untuk menandatangani kebijakan yang bersifat strategis seperti halnya RKAB.

Apalagi ternyata RKAB tersebut diberikan kepada tambang-tambang yang bermasalah. Antara lain RKAB Tahun 2023 diberikan kepada PT Batuah Energi Prima (PT. BEP) sebanyak 2.999.999,99 MT yang berujung riuh dipersoalkan parlemen, dan dilaporkan sebuah LSM ke KPK dan Dirtipikor Bareskrim Polri, lantaran diduga terdapat perbuatan melawan hukum dan/atau penyalahgunaan wewenang dan permufakatan jahat, sebagaimana yang dimaksud Pasal 3 Undang-Undang Nomor: 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No: 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

“PT. BEP sudah berulang kali melakukan perbuatan pidana secara berlanjut yang merugikan negara trilunan rupiah malah masih diberikan RKAB. Seharusnya Kementerian ESDM dengan tegas mencabut IUP IOP PT. BEP agar tidak menimbulkan kerugian negara yang lebih besar lagi” ujar Ir. Ridwan Hisyam, yang juga mantan Ketua Komisi VII DPR RI ini sembari meminta KPK mendalami dugaan keterkaitan pemberian RAKB Tahun 2023 kepada PT. BEP, dengan uang milyaran rupiah yang ditemukan penyidik.

Mempertimbangkan rekam jejak kejahatannya, PT. BEP memang tidak layak untuk diberikan persetujuan RKAB Tahun 2023 sebagaimana yang dilakukan Plh Dirjen Minerba, Idris F. Sihite. Sebab, pemegang saham mayoritas PT. BEP, Herry Beng Koestanto adalah seorang narapidana berstatus residivis.

Menguasai saham PT. BEP pada tahun 2011 dengan memakai uang hasil kejahatan pembobolan Bank BRI TBK sebesar USD 19 juta, yang kini macet dan berpotensi menjadi perkara korupsi.

Setelah menguasai saham PT. BEP membobol Bank Niaga sebesar USD 70 juta, dengan menjaminkan IUP OP PT. BEP milik negara.

Tahun 2014 divonis 4 tahun penjara lantaran melakukan penipuan terhadap pengusaha Putra Mas Agung senilai USD 50 juta.

Tahun 2016 kembali divonis 4 tahun penjara dalam kasus penipuan yang lain.

Setelah mendapat keuntungan dari hasil kejahatan sebesar Rp. 3 Triliun, Herry Beng Koestanto lalu mempailitkan sendiri PT BEP yang dalam perkembangnya perusahaan tambang batubara ini dicaplok oleh Erwin Rahardjo, dengan modus membuat akte yang didalamnya terdapat pidana keterangan palsu.

Pasca pencaplokan, PT BEP dikelola oleh Erwin Rahardjo, dan perbuatan pidana yang merugikan negarapun berlanjut.

Tercatat sederet penyimpangannya. Melanggar PP No: 96. Tahun 2021 Pasal 157 ayat (1) dan Pasal 158 ayat (3), terkait tidak mematuhi kewajiban pemenuhan kebutuhan dalam negeri (Domestic Market Obligation) yang merugikan negara sebesar sekitar Rp. 3 Triliun.

Pada tahun 2020, kewajiban DMO PT. BEP sebanyak 131.402 metric ton, realisasi 7.600,39 metric ton. Pada tahun 2021, kewajiban DMO PT. BEP sebanyak 737.407 metric ton, realisasi 163.576,0 metric ton.

Pada tahun 2022, kewajiban DMO PT. BEP sebanyak 749.272, realisasi 445.603,87 metric ton. Dan melanggar Pasal 161 B UU No: 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, jo Pasal 29 ayat (1) PP No: 78 Tahun 2010, dengan fakta hukum PT. BEP tidak menempatkan jaminan reklamasi dan jaminan pasca tambang selama melakukan eksploitasi. Serta melanggar Pasal 128 ayat (1) UU No: 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dengan tidak patuh atas kewajiban pembayaran PNBP baik iuran tetap maupun royalty sebesar total Rp. 452.275.585,51, -, berdasarkan data dari Direktorat Penerimaan Negara Ditjen Minerba.

Dengan rekam jejak yang diduga penuh kejahatan seperti itu, Plh Dirjen Minerba, M. Idris Sihite, SH malah menyetujui pemberian RKAB Tahun 2023 kepada PT. BEP sebanyak 2.999.999,99 MT, dengan mengabaikan Kepmen ESDM RI No: 1806 K/30/MEM/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Penyusunan, Evaluasi, Persetujuan Kerja dan Anggaran Biaya, Serta Laporan Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, persetujuan RKAB harus melalui serangkain prosedur evaluasi secara berjenjang termasuk wajib mereview aspek keuangan dan penerimaan negara.

Salah Gunakan Wewenang
Kebijakan Plh Dirjen Minerba, M. Idris Sihite, SH yang memberikan RKAB kepada tambang bermasalah diduga bentuk penyalahgunaan wewenang yang dilakukan secara masif, karena ditemukan lebih dari satu tambang bermasalah.

Dalam hal ini misalnya pemberian RKAB Tahun 2023 kepada CV. Sungai Berlian Jaya pada tanggal 30 Desember 2022 sebanyak 450.000 MT. Kebijakan Plh Dirjen Minerba, Idris Sihite, dinilai janggal. Menebar aroma amis adanya dugaan penyuapan.

Pasalnya, konsesi CV. Sungai Berlian Jaya, berdasarkan IUP OP Nomor:503/109/IUP-OP/DPMPTSP/1/2017 yang luasnya hanya 170,8 hektar sudah lama tidak ada aktifitas penambangan, lantaran cadangan batubaranya habis. Lalu pertanyaannya, atas dasar pertimbangan apa Plh Dirjen Minerba, Idris Sihite memberikan persetujuan RKAB Tahun 2023 kepada CV. Sungai Berlian Jaya?

Berdasarkan data Faktur Bukti Bayar penerimaan negara PNBP yang tercatat di Ditjen Minerba, terdapat pembayaran oleh CV. Sungai Berlian Jaya sebesar Rp. 240 juta, Kode Biling 828230304310525 tertanggal 4 Maret 2023. Fakta ini membuktikan terdapat dugaan illegal mining yang dilakukan pihak CV. Sungai Berlian Jaya dengan sumber batu diduga dari PT. BEP.

Dalam catatan wartawan, PT. BEP dan SBJ bukan pertama kali diketahui melakukan illegal mining.

Berdasarkan bukti dokumen hasil Gelar Perkara Laporan Polisi No:LP/235/X/2021/Polda Kaltim/SPKTIII di Biro Wassidik Bareskrim Polri tanggal 26 April 2022, Tim Penyelidik dari Sub Fismondev Dirkrimsus Polda Kaltim melaporkan dalam forum Gelar Perkara bahwa sebelum RKAB PT. BEP (dalam pailit) Tahun 2019 disetujui oleh Dinas ESDM Prov. Kalimantan Timur, diketahui telah terjadi penggalian, pengangkutan dan penjualan batubara secara illegal pada periode bulan Januari 2019 sebanyak 100.522 MT, Februari 2019 sebanyak 115.500 MT, dan Maret 2019 sebanyak 119.806 MT. Total terdapat sebanyak 335.828 MT batubara illegal, yang bersumber dari konsesi PT. BEP (dalam pailit) yang telah digali, diangkut dan dijual.

Padahal RKAB Tahun 2019 PT. BEP (dalam pailit) baru dietujui pada tanggal 19 Maret 2019, berdasarkan alat bukti berupa Surat Kepala Dinas ESDM Prov. Kalimantan Timur Nomor: 541.23/1089/II-MINERBA. (*Kop/Syamsuri/MasTe/Lpn6)