KPK Bicara Soal Potensi Ancaman Mati Bagi Juliari Batubara

0
11
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata/Foto : Net
“Ya kita lihat sistematisnya, kalau memang masif, dan dia otak pelakunya dan kerugiannya triluan, ya, dimungkinkan kalau berdasarkan UU yang ada. Kalau hukumannya sih terserah hakim,”

Jakarta | Lapan6Online : Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali bicara soal potensi ancaman hukuman mati terhadap Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara. Juliari merupakan tersangka kasus dugaan suap pengadaan bantuan sosial pandemi Covid-19 di wilayah Jabodetabek.

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengatakan, ancaman hukuman mati bisa diberikan kepada Mensos Juliari sesuai dengan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi (Tipikor).

“Hukuman mati memang diatur di UU (Tipikor) Pasal 2,” ujar Alex, sapaan Alexander Marwata, di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, pada Senin (14/12/2020).

Alex mengatakan, dalam Pasal 2 UU Nomor 31 Tahun 1999 dimungkinkan untuk menuntut hukuman mati jika terbukti ada kerugian keuangan negara dari perbuatan yang dilakukan Menteri Juliari.

“Ya kita lihat sistematisnya, kalau memang masif, dan dia otak pelakunya dan kerugiannya triluan, ya, dimungkinkan kalau berdasarkan UU yang ada. Kalau hukumannya sih terserah hakim,” kata Alex.

Sebelumnya, KPK juga memastikan bakal mendalami dugaan Menteri Sosial Juliari Batubara menerima Rp 33 ribu perpaket bantuan sosial wilayah Jabodetabek untuk penanganan pandemi Covid-19.

“Seluruh data dan informasi terkait pengadaan bansos tersebut tentu akan didalami dan digali dari keterangan para saksi yang akan dihadirkan dalam proses penyidikan tersebut,” ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, pada Jumat (11/12/2020).

Ali menyatakan demikian sekaligus menanggapi pernyataan Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman yang menduga nilai yang dikorupsi Juliari lebih dari Rp 10 ribu perpaket bansos. Boyamin menduga Juliari menerima Rp 33 ribu perpaket bansos.

“Kalau berapa kira-kira gambarannya perpaket yang dikorup, dugaannya dari hitung-hitunganku adalah Rp 28 ribu, ditambah Rp 5 ribu adalah Rp 33 ribu,” kata Boyamin dalam keterangannya, pada Kamis (10/12/2020) lalu.

Menurut Boyamin, berdasarkan penelusurannya di lapangan, dari nilai Rp 300 ribu yang dianggarkan Kemensos untuk perpaket bansos, dia menduga sebanyak Rp 82 ribu yang dipotong untuk masuk kantong pribadi.

“Jadi anggaran Rp 300 ribu, terus dipotong Rp 15 ribu untuk transport, Rp 15 ribu untuk tas goodie bag. Jadi seakan-akan pemborong mendapatkan Rp 270 ribu. Kalau berdasarkan barang yang ada di lapangan yang diterima masyarakat senilai Rp 188 ribu. Jadi artinya dugaan yang dikorupsi adalah Rp 82 ribu,” kata Boyamin.

Dari nilai itu, Boyamin menyebut pemenang tender diperbolehkan mengambil keuntungan dengan batas maksimal 20 persen. Dengan demikian, pemenang tender memperoleh keuntungan maksimal Rp 54 ribu berdasarkan perhitungan 20 persen dari Rp 270 ribu.

“Dari selisih tadi, Rp 82 ribu dikurangi Rp 54 ribu. Jadi kira-kira yang dikorup adalah perpaket Rp 28 ribu, itu untuk barang ya. Dan untuk goodie bag juga ada sekitar Rp 5 ribu yang dikorup. Karena goodie bag itu anggap saja harganya Rp 10 ribu dari Rp 15 ribu. Jadi Rp 28 ribu ditambah Rp 5 ribu sekitar Rp 33 ribu,” jelas Boyamin.

Untuk itu, Boyamin menduga terdapat pihak lain yang turut kecipratan kasus ini. Hal ini lantaran, terdapat selisih Rp 23 ribu, jika Juliari dan dua pejabat Kemensos memang hanya mengambil Rp 10 ribu perpaket.

“Berarti Rp 23 ribu tadi bisa saja untuk bancakan, ada yang ke pejabat, ada yang ke pemborong sendiri. Jadi pemborong mengambil untungnya lebih dari 20 persen. Karena apa? Selain dugaan untuk bancakan antara pemborong dan pejabat senilai Rp 23 ribu tadi, karena sudah dipotong untuk Mensos Rp10 ribu,” kata dia. Lptn6/Bem/Red

*Sumber : Liputan6.com

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini