HUKUM | NUSANTARA
“Dalam perkara ini, diduga tersangka SHT bersama-sama dengan tersangka TSP telah mengambil manfaat dari pembayaran komisi agen yang dibayarkan oleh PT Asuransi Jasa Indonesia (Persero) kepada PT Mitra Bina Selaras yang tidak melakukan kewajibannya sebagai agen sehingga mengurangi keuntungan PT Jasindo,”
Jakarta | Lapan6Online : Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan dua orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembayaran komisi agen dari PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo) (PERSERO) kepada PT Mitra Bina Selaras tahun 2017 – 2020. Kedua ditetapkan tersangka karena membuat negara merugi mencapai Rp38 miliar.
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengungkapkan dua orang tersangka yaitu eks Direktur Operasi Ritel PT Jasindo, Sahata Lumban Tobing (SHT) dan; Pemilik dari PT Mitra Bisnis Selaras, Toras Sotarduga Panggabean (TSP).
“Terhitung sejak tanggal 27 Agustus 2024-15 September 2024. Tersangka TSP ditahan di Rutan kelas 1 Jakarta Timur Cabang KPK Kav. 4; dan Tersangka SHT ditahan di Rutan kelas 1 Jakarta Timur Cabang KPK Kav C1,” ujar Alex ketika jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Selasa (27/8/2024).
Alex menyebut, kedua orang tersangka ditahan hingga 20 hari ke depan. Lama penahanan, bisa diperpanjang tergantung kebutuhan penyidikan kasus tersebut sebelum dilimpahkan ke pengadilan.
Perkara tersebut berawal saat SHT bertemu dengan TSP dalam reuni sekolah. Dalam reuni tersebut, SHT menyampaikan kepada TSP, yang merupakan pemilik koperasi simpan pinjam (KSP) Dana Karya, bahwa ada peluang kerja sama dengan PT Jasindo tetapi memerlukan dana yang besar.
Dari perbincangan tersebut, SHT dan TSP mengadakan pertemuan yang pada pokoknya membahas bahwa PT Jasindo sedang melakukan penjajakan kerja sama dengan pihak perbankan namun mensyaratkan pemberian Fee Based Income sedangkan PT Jasindo memiliki kelemahan dalam sistem pengajuan pembayaran Fee Based Income.
“Dari pembicaraan tersebut, tersangka SHT mengajak tersangka TSP bekerjasama untuk memberikan sejumlah dana untuk membayarkan atau menalangi terlebih dahulu kewajiban Fee Based Income dan akan dikembalikan melalui mekanisme pembayaran komisi agen termasuk dengan keuntungannya. Dari pembicaraan tersebut, tersangka TSP setuju untuk bekerjasama dengan tersangka SHT,” kata Alex.
Pertemuan tersebut juga membahas tentang pendirian suatu perusahaan agen asuransi yang akan didirikan oleh tersangka TSP yang selanjutnya akan didaftarkan menjadi agen. Setelah terdaftar menjadi agen PT Jasindo, tersangka SHT menyampaikan akan memperluas keagenan perusahaan tersebut di kantor-kantor cabang lainnya.
Sekiranya ada lima perusahaan yang didaftarkan sebagai agen untuk PT Jasindo agar nantinya dapat mengalihkan biaya ‘Fee Based Income’ tersebut.
“Dalam perkara ini, diduga tersangka SHT bersama-sama dengan tersangka TSP telah mengambil manfaat dari pembayaran komisi agen yang dibayarkan oleh PT Asuransi Jasa Indonesia (Persero) kepada PT Mitra Bina Selaras yang tidak melakukan kewajibannya sebagai agen sehingga mengurangi keuntungan PT Jasindo,” jelas Alex.
Terkait dengan pengembalian dana talangan yang telah diberikan oleh tersangka TSP, disepakati bahwa tersangka TSP akan mendapatkan bagian sebesar 10 persen dari total komisi agen yang akan dibayarkan melalui perusahaan agen asuransi yang didirikan dan sisanya sebesar 90 persen akan diberikan kepada kantor cabang yang nantinya akan dipergunakan yang salah satunya untuk kepentingan tersangka SHT.
Selanjutnya pada tanggal 21 Februari 2017, tersangka TSP mendirikan perusahaan yang bergerak di bidang usaha penunjang asuransi bernama PT Mitra Bina Selaras. Tetapi dalam akta pendiriannya, tersangka TSP tidak masuk sebagai pengurus ataupun pemegang saham. Tersangka TSP menggunakan para keponakannya sebagai pemegang saham dan pegawai KSP Dana Karya sebagai Direktur utama.
Setelah PT Mitra Bina Selaras ditunjuk dan diperluas sebagai agen PT Jasindo, selanjutnya beberapa kepala cabang Jasindo membuat polis asuransi dengan kode akuisisi penggunaan agen dengan agen PT Mitra Bina Selaras sehingga seolah-olah penutupan asuransi tersebut diperoleh atas prestasi pemasaran produk asuransi yang dilakukan oleh PT Mitra Bina Selaras.
Selanjutnya secara periodik, kantor cabang merekapitulasi seluruh penutupan asuransi yang menggunakan kode akuisisi agen PT Mitra Bina Selaras untuk menghitung berapa besaran komisi agen yang akan diajukan ke kantor pusat.
Data tersebut kemudian dikirimkan oleh masing-masing kantor cabang ke PT Mitra Bina Selaras untuk dibuatkan surat permohonan pembayaran dengan menambahkan kop surat dan tandatangan sehingga seolah-olah PT Mitra Bina Selaras mengajukan pembayaran komisi agen atas prestasi yang telah dilakukan PT Mitra Bina Selaras dari mulai didirikan sampai dengan menerima komisi agen tidak terdaftar di OJK sesuai dengan peraturan OJK.
“Bahwa perbuatan tersangka SHT bersama-sama dengan tersangka TSP yang yang diduga mengambil manfaat dari pembayaran komisi agen telah menimbulkan kerugian keuangan negara sekitar Rp. 38 milyar,” ucap Alex.
Perkara dugaan korupsi tersebut kemudian terdeteksi oleh KPK hingga kemudian dilakukan penyidikan yang berujung dengan ditetapkannya SHT dan TSP sebagai tersangka dengan sangkaan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. (*Inlh/BM)
*Sumber : inilah.com