Krisis Moral Di Kepolisian

0
23
Memet Hakim, Pengamat Sosial/Ketua APIB /Foto : Istimewa

OPINI | POLITIK

“Kasus rekening gendut, budaya setor yang biasa terjadi, jika terus dibiarkan akan menjadi pedoman tidak tertulis. Seorang wartawan kondang Najwa Shihab sampai membuka gaya hedon atau mewah polisi atau keluarganya, tentu bukan tanpa sebab,”

Oleh : Memet Hakim

SUNGGUH berat beban seorang Kapolri saat ini, kasus demi kasus yg mencoreng Kepolisian muncul. Banyak juga kasus di Kepolisian yg tidak terungkap atau tidak diungkap sejak dipimpin oleh ex Jendral polisi Tito Karnavian, seperti sekitar 700 orang petugas KPPS yg terbunuh dan tidak boleh divisum, ini dosa terbesar Tito Karnavian.

Beruntung sekarang kita memiliki Kapolri yg masih punya integritas dalam memperbaiki institusinya. Misalnya saja kasus FS, walau sejatinya adalah temannya, masih berani bertindak. Kasus km 50 diungkap kembali, kasus Stadion Kanjuruhan cepat tanggap. Memang belum memuaskan semua pihak, tapi setidaknya ada keberanian bertindak.

Ini pekerjaan rumah Listyo Sigit Prabowo, yg bukan main beratnya, tapi jika memang cinta terhadap institusinya mau tidak mau harus berani tegas dalam bertindak. Banyak kasus terjadi akibat adanya “krisis moral* di Polri, mungkin akibat banyak belajar ke Cina yg tidak mengenal etika dan haram.

Sebutlah seorang Polwan di Sulsel terpaksa berbicara di video karena hanya ingin berbuat benar dan baik, ada polwan yg menjadi santapan atasannya, ada istri jendral yg main dengan sopirnya, ada polisi meniduri keluarga yg di tahan, ada juga polisi yg selingkuh dengan istri atau suami orang lain. Kabar2 seperti itu berseliweran di medsos.

Permainan hukum yg dipertontonkan kepada masyarakat seperti kasus HRS, kasus HBS, kasus EM, Kasus FO, kasus AP, dll. Penahanan, pembataian siswa, mahasiswa yg ikut demo dll yg semuanya aktivis dan ulama yg berseberangan pendapat dengan pemerintah. Kita juga mendengar beratnya siksaan yg dialami para tahanan, hanya untuk memperoleh pengakuan yg diinginkan oleh penyidik. Kasus kasus diatas dan lainnya sering kita baca di media.

Kasus rekening gendut, budaya setor yang biasa terjadi, jika terus dibiarkan akan menjadi pedoman tidak tertulis. Seorang wartawan kondang Najwa Shihab sampai membuka gaya hedon atau mewah polisi atau keluarganya, tentu bukan tanpa sebab. Kasus FB yg ingin menahan AB juga ex jendral polisi. Ketua PSSI yg tidak mau mundur sebagai rasa tamggung jawab juga ex jendral polisi.

Lihat juga dijalanan macet, sering kita jumpai pengawalan khusus utk yang ingin jalannya lancar dengan imbalan beberapa lembaran merah. Kelihatannya sepele dan tidak berdampak, tetapi saat melewati banyak mobil yg dipaksa minggir, mereka ngedumel, marah-marah tapi tidak berani terbuka, artinya ini menurunkan citra polisi.

Tingkatan yang sangat berat adalah membunuh manusia yg tidak berdosa, misalnya kasus KPPS sekitar 700 orang meninggal tapi tidak boleh diotopsi, kasus km 50 ada 6 orang dibantai dan akhirnya dibunuh, kasus2 yg ditenggarai sebagai teroris entah berapa banyak korbannya, sampai pada kasus FS, pembunuhan, perjudian dan seks. Kasus pembantaian seorang purnawirawan Letkol Purn. M.Mubin sampai 18 tusukan oleh pengusaha cina di Lembang gegara parkir saja, sejak awal sudah terlihat ada upaya di Polsek & Polres meringankan pelaku. Baru setelah para punawirawan dan Mabes dan Kodam turun, semuanya berubah lebih baik.

Seperti inilah praktek2 kepolisian yg kami anggap telah mengalami krisis moral.

Pola pikir dan doktrin yang dianut setelah sekolah ke Cina, dan negara2 Islamphobia menyebabkan lahirnya pikiran teroris berasal dari pesantren, dari organisasi radikal, maksudnya hanya umat Islam yg harus diperangi. Pola pikir sesat ini masih terus digunakan sampai sekarang. Paling tidak pernah juga tercetus dari Ketua BNPT tempo hari. Tentu ini salah kaprah dan membuat umat Islam yg tidak berdaya hanya berdoa dan membuat Kepolisian semakin anti Islam.

Terakhir kasus Stadion Kanjuruhan, Malang dimana katanya lebih dari 130 orang supporter tewas. Di Luar Negeri bahkan beritanya polisi membunuh supporter di Indonesia. Hasil survey Apib tentang polisi menyimpulkan pendapat bahwa polisi yang harus bertanggung jawab atas banyaknya yang tewas (92 %). Anehnya tidak seorangpun polisi yang merasa tanggung jawab, termasuk Ketua PSSI yang mantan polisi itu, sampai ada hampir 25.000 petisi supaya sang Ketua PSSI tg ex polisi ini mundur.

Dari video yg beredar pasukan polisi menyamakan dirinya sedang perang seperti di Gaza, seolah dirinya pasukan Israel dan yg ditembaki adalah orang Palestina. Video lainnya memperlihatkan penembakan ini dilakukan oleh pasukan dengan gembira.

Polisi yg mengelak tanggung jawab merupakan cermin adanya krisis moral tsb. Padahal jelas sekali yg menembaki gas air mata, sehingga supporter panik, adalah polisi itu sendiri.

Sungguh miris, apa sebenarnya yang telah diajarkan pada pendidikan polisi sekarang ? Perikemanusiaan, fitnah, berjudi atau melindungi perjudian, menyita dan menjual narkoba, seks di luar perkawinan yg sangat merusak, mempermainkan hukum, menyiksa dll yang seluruhnya dilarang agama dan negara justru dilakukan polisi. Biasanya yang muncul dipermukaan itu hanya sebagian kecil saja, yg tidak muncul jauh lebih banyak. Itulah sebabnya masyarakat menginginkan Brimob dibubarkan atau digabungkan ke TNI, sehingga penertiban di Kepolisian lebih mudah.

Hasil survey Apib menguatkan pendapat ini. Akibat trauma, sebanyak 80 % masyarakat ingin polisi tanpa Brimob dan 83 % menginginkan polisi tanpa senjata (tidak dipersenjatai) dan hanya komandannya aja boleh pegang pistol sebanyak 15 %.

Ini pekerjaan berat Kapolri yang sekarang untuk memperbaiki krisis moral, semoga berhasil. Bukan tidak mungkin Kapolri dan mungkin keluarganya saat ini juga terancam akibat pembenahan ini. Ini momentum yg tepat bagi polisi yang baik dan relatif bersih untuk tampil mendukung Kapolri dalam upayanya memperbaiki citra kepolisian..

Rakyat akan mendukung siapa saja yang berlaku adil dan tegas terhadap ketidak adilan. Bandung Oktober, 2022. (*)

*Penulis Adalah Pengamat Sosial/Ketua APIB