Kritik Film The Santri

0
63
Didi Diah, S.Kom, (Praktisi pendidikan dan member WCWH 8). Foto2 : Ist
“Film ini sama sekali tidak mencerminkan kehidupan para santri yang sebenarnya. Film tersebut jauh dari tatanan syariat Islam. Seperti, penokohan sang santri yang jauh dari kesederhanaan, kehidupan yang tidak terpisah dengan baik antara laki-laki dan perempuan, terjadi hubungan asmara dibalut dengan nilai Islami, belum lagi nilai toleransi beragama yang dimunculkan di film tersebut, dengan menghadirkan sejumlah santri masuk ke rumah ibadah non muslim,”

Oleh : Didi Diah, S.Kom,
(Praktisi pendidikan dan member WCWH 8)

Lapan6Online : Hari santri sepertinya hari yang ditunggu tunggu oleh keluarga besar Nahdlatul Ulama (NU) dan sebagian penggiat Islam Nusantara di negeri ini. Peringatan tersebut akan jatuh pada tanggal 22 Oktober nanti dan akan digelar perhelatan akbar pemutaran film The Santri di bioskop bioskop seluruh tanah air. Film The Santri yang dimotori oleh Nahdlatul Ulama dan disutradarai oleh sutradara terkenal Hollywood asal Biltar Jawa Timur, yang bermukim di Amerika Serikat, Livi Zheng dan Khen Zhang.

Film yang mempertontonkan semangat para santri yang mempunyai mimpi untuk bisa bekerja di Amerika Serikat menampilkan nilai-nilai liberalisme, pluralisme, toleransi, Islam penuh cinta damai, juga interaksi pacaran Islami.

Film ini dibungkus secara rapih oleh kelompok Islam Nusantara dan para awak film agar terkesan Islam yang sesungguhnya.

Sesungguhnya film ini sama sekali tidak mencerminkan kehidupan para santri yang sebenarnya. Film tersebut jauh dari tatanan syariat Islam. Seperti, penokohan sang santri yang jauh dari kesederhanaan, kehidupan yang tidak terpisah dengan baik antara laki-laki dan perempuan, terjadi hubungan asmara dibalut dengan nilai Islami, belum lagi nilai toleransi beragama yang dimunculkan di film tersebut, dengan menghadirkan sejumlah santri masuk ke rumah ibadah non muslim, yaitu gereja, dimana saat itu sedang terjadi ibadah.

Islam, Liberalisme dan Pluralisme.
Di film ini nampak sekali propaganda yang dijalankan kelompok Islam Nusantara, dengan menggandeng sutradara ternama Hollywood, mereka berharap film ini menjadi tontonan yang bermutu, dipenuhi intrik dan bumbu percintaan dua orang santri.

Pluralisme yang mereka dewakan tampil secara ciamik di film ini, bagaimana mereka menceritakan bahwa santri juga harus punya mimpi ke negeri barat untuk meraih cita-cita yaitu Amerika Serikat. Belum lagi, keberagaman agama yang mereka tampilkan bahwa Islam bukan radikal, Islam bukan teroris, Islam penuh damai dan menyayangi umat antar beragama, hingga merangsek masuk ke dalam gereja.

Apa yang ingin mereka tawarkan, tak bukan dan tak lain hanyalah propanganda untuk memusuhi sekelompok Islam fundamentalis, meracuni anak negeri bahwa kehidupan santri itu bebas seperti apa yang mereka perlihatkan. Sungguh ironi, manakala jutaan Ibu berharap memasukkan anak-anaknya ke pondok-pondok pesantren agar mendapatkan pendidikan terbaik dari ilmu agama, namun disisi lain ada sebagian kelompok merusak marwah para santri dan juga tempat dimana mereka menuntut ilmu.

Film ini harus kita tolak, film ini sama sekali tidak mencerminkan kehidupan santri yang sesungguhnya. Sungguh dangkal pemikiran mereka.

Mereka coba menebar racun kepada umat dengan berbagi cara, agar umat tergoyahkan menjalankan syariat Islam dengan kebenarannya.

Islam hadir sebagai rahmatan lil ‘alamin dengan keseluruhan aturan yang diturunkan oleh gusti Allah SWT untuk dipakai oleh kita manusia agar tidak jatuh ke dalam jurang kemaksiatan dan kebodohan hidup.

Sebagaimana firman Allah Ta’ala :
«وَ ما اَرْسَلْناکَ اِلاَّ رَحْمَهً لِلْعالَمِینَ»
“Dan tiadalah Kami mengutusmu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (Qs Al-Anbiya [21]: 107)

«فَاَمَّا الَّذینَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَ اعْتَصَمُوا بِهِ فَسَیُدْخِلُهُمْ فی‏ رَحْمَهٍ
مِنْهُ وَ فَضْلٍ وَ یَهْدیهِمْ اِلَیْهِ صِراطاً مُسْتَقیماً»
“Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah dan berpegang kepada (agama)-Nya, niscaya Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat yang besar (surga) dan limpahan karunia-Nya, dan menunjuki mereka kepada jalan yang lurus (untuk sampai) kepada-Nya.” (Qs Nisa [4]: 175)

Kesalahan bisa saja terjadi, sekalipun ia seorang ulama, maka tugas kita mengingatkan agar ia tidak melakukan kesalahan, apalagi banyak ummat yang mengikutinya. Namun yang terpenting adalah bagaimana Islam mampu dihadirkan sebagai solusi berbagai permasalahan umat. Jangan kita sibuk mempertentangkan kesalahan individu belaka namun kita harus memperjuangkan penegakkan syariat Islam yang mulia secara keseluruhan, agar menjadi satu satunya tuntunan bagi manusia.

Wallahu’alam bisshowwab.

*GF

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini