OPINI
“Perebutan kekuasaan di antara negara kapitalis Timur dan Barat ini jelas akan merugikan Indonesia yang notabene sebagai negara Muslim. Indonesia hanya dijadikan objek agar negara-negara kapitalis dapat mengeruk kekayaan,”
Oleh : Dewi Ilmiyaty
QUAD (Quadrilateral Security Dialogue) adalah suatu kelompok kerja sama politik dan keamanan di kawasan Indo-Pasifik yang terdiri dari 4 negara, yaitu Amerika Serikat, Jepang, India dan Australia.
Diinisiasi oleh PM Jepang Shinzo Abe pada 2007 yang awalnya terbatas pada dialog informal anggota-anggotanya yang terdiri dari Wakil Presiden AS Dick Cheney, PM Australia Jhon Howard dan PM India Manmohan Singh.
Berlanjut dengan dilaksanakannya latihan militer gabungan yang disebut Exercise Malabar. Saat itu, istilah Indo-Pasifik pertama kali dicetuskan, namun belum menjadi konsen utama walaupun pada akhirnya istilah Indo-Pasifik semakin popular di kalangan akademisi dan pengamat.
Perkembangan selanjutnya terjadi ketika di sela-sela pertemuan puncak ASEAN (12 November 2017), keempat negara QUAD ini memperbarui komitmen mereka dan memberi perhatian penuh pada masalah keamanan dan ketegangan khususnya di laut Cina Selatan, yang menurut mereka disebabkan ambisi territorial Cina di Kawasan itu.
Indo-Pasifik yang dimaksud di sini adalah negara-negara yang terletak secara geografis di belahan Kawasan Samudera-Hindia dan bentangan Kawasan Samudera Pasifik. Parameter Samudera Hindia areanya mencakup luas 68,6 juta km2 dan Samudera Pasifik mencakup 155,6 juta km2.
Garis Pantai Samudera Hindia mencapai panjang 66,526 juta km, Samudera Pasifik 135.663 km, dan Samudera Atlantik 111,860 km. Kondisi geografis di antara dua samudera itu sangat strategis dari sisi politik, ekonomi, maupun militer. Sehingga berpotensi untuk diperebutkan pengaruhnya oleh negara-negara besar sebagai sumber investasi baru.
Daya Tarik Indo-Pasifik ini akan semakin banyak perhatian setelah Presiden Donald Trump pada 2017 dalam beberapa kunjungannya ke beberapa negara Asia tidak lagi menggunakan istilah Asia-Pasifik melainkan Indo-Pasifik.
Penyebutan Indo-Pasifik yang seakan-akan dimaksudkan untuk menggantikan penyebutan Asia Pasifik yang selama ini lazim digunakan mencerminkan semakin menajamnya persaingan global antara AS vs Cina di Kawasan Asia-Pasifik.
Menyadari hal tersebut, maka konsep Indo-Pasifik bukan sebatas upaya negara-negara adikuasa untuk menguasai Asia-Pasifik sebagai ruang hidup baru, melainkan juga berpotensi menyeret negara-negara berkembang termasuk Indonesia masuk dalam orbit pengaruh negara-negara yang berkepentingan terhadap konsep Indo-Pasifik, yaitu AS, Jepang, India dan Cina.
Konsep Indo-Pasifik versi AS yang ditujukan untuk membendung pengaruh Cina dengan BRI (Belt and Road Initiative) nya di Asia-Pasifik. Maka konsep Indo-Pasifik versi AS tersebut pada perkembangannya akan diperluas ruang lingkupnya untuk melayani militer AS di kawasan tersebut dan juga melibatkan negara-negara Kawasan Indo-Pasifik masuk dalam konflik global AS dan Cina.
Indonesia Objek Kepentingan Negara Kapitalis Barat dan Timur
Perlu kita pahami fikrah (pemikiran) blok kapitalis yang mendasari politiknya adalah penyebaran ideologi kapitalis. Adapun thariqah (metode) untuk mewujudkan fikrahnya dengan penjajahan (imperialisme), yakni pemaksanaan dominasi, politik, militer, budaya dan ekonomi atas bangsa-bangsa yang dikuasainya. Dan yang pasti thariqahnya ini tetap walaupun berganti rezim.
Indonesia sebagai negara besar di kawasan Indo-Pasifik sejatinya mempunyai peran sentral terkait isu kawasan ini, Indonesia memiliki letak geografis yang strategis di kawasan Indo-Pasifik. Dalam konteks politik global Tiongkok (yang juga mempunyai sistem ekonomi kapitalis), Indonesia memiliki sejumlah jalur ekonomi dan perdagangan penting yang dilalui oleh peta jalan megaproyek OBOR (One Belt One Road).
Sementara bagi politik internasional AS, Indonesia adalah negara penyedia sumber daya alam yang tak lain adalah bahan mentah bagi roda produksi dalam sistem ekonomi kapitalisme dan AS adalah pemain utamanya.
Sejak dulu diketahui Indonesia adalah negeri Muslim terbesar dengan kekayaan alam yang melimpah, juga negara terbesar di kawasan Asia Tenggara bahkan Indo-Pasifik. Tak heran jika potensi ini begitu menggiurkan negara kapitalis besar.
Oleh sebab itu, beragam isu politik kawasan pun seringkali bergulir mengharuskan adanya kambing hitam yang selalu dijadikan sasaran keributan politik nasional dan regional. Semua upaya licik ini tentu saja demi berlangsungnya agenda ekonomi kapitalisme global mereka.
Mulai abad ke-20, terwujudnya istilah non-imperialisme, sehingga negeri Muslim yang kaya seperti Indonesia tapi tidak memiliki kedaulatan yang kuat, pada akhirnya akan menjadi objek kepentingan negara kapitalis Barat dan Timur. Jelas sudah KTT QUAD ini merupakan upaya licik membidik Asia-Pasifik.
Sementara itu, kambing hitam politik yang dimaksud adalah pihak penderita perguliran isu-isu kemasyarakatan seperti isu agama, perempuan, kemiskinan dan sejenisnya. Ironisnya, yang menjadi kambing hitam sejauh ini selalu umat Islam.
Suatu hal yang menonjol dari agenda neo-imperialisme adalah adanya ideologi yang menampilkan penjajahan ini dilakukan untuk membantu bangsa-bangsa yang tertinggal. Hubungan politik, ekonomu, sosial dan budaya yang secara lahiriah seolah-olah tampak hanya sebagai hubungan internasional biasa, bukan dikte-dikte imperialistik. Negara-negara besar pelaku neo-imperialisme adalah mereka yang telah mengalami revolusi industri.
Mereka mencoba meningkatkan keuntungan dengan mencari daerah-daerah yang memiliki sumber daya alam mentah, tenaga kerja murah dan kompetisi yang lemah. Perebutan kekuasaan di antara negara kapitalis Timur dan Barat ini jelas akan merugikan Indonesia yang notabene sebagai negara Muslim. Indonesia hanya dijadikan objek agar negara-negara kapitalis dapat mengeruk kekayaan, khususnya bahan mentah yang ada di Indonesia.
Bagaimana Umat Islam Memandang KTT QUAD
Indonesia sebagai negeri Muslim terbesar di kawasan Indo-Pasifik, semestinya menganalisa konfigurasi politiknya berdasarkan sudut pandang umat Islam. Tapi masalahnya selama ini kekuatan politik umat Islam Indonesia hanya dimanfaatkan untuk kepentingan elite politik di dalam negeri dan belum sepenuhnya untuk kepentingan umat Islam global.
Karena itu, umat harus memiliki agenda sendiri. Tidak sepatutnya membebek agenda neoimperialisme Barat dan rezim penguasa sekuler. Pertarungan ini tidak hanya sekadar perebutan wilayah dan kekuasaan, tapi sudah pertarungan sebuah mabda yang diemban sebuah negara besar yakni AS.
Lawan yang seimbang untuk mengatasinya adalah adanya kekuatan global yang mengusung sebuah mabda juga. Mabda itu adalah mabda Islam, sebagai dasar ikatan antara satu dengan yang lainnya, baik secara individu, masyarakat, maupun sistem politik dan pengaturan negara.
Di samping itu, umat harus dipahamkan mengenai empat pilar politik Islam dalam menyambut sistem baru khilafah Islamiyah, meliputi: Pertama, kedaulatan ada di tangan syara’ yang menjamin penegakkan hukum Al-Qur’an dan Sunnah dalam kehidupan.
Kedua, kekuasaan milik umat, yakni dengan adanya hak baiat untuk mengangkat khalifah yang dirinya di baiat untuk menegakkan hukum Al-Qur’an dan Sunnah serta syariat Islam secara keseluruhan.
Ketiga, kewajiban akan adanya satu kepemimpinan khalifah untuk seluruh umat dalam satu institusi.
Keempat, adanya adopsi (tabani) hukum sebagai hak khalifah untuk menjamin kesatuan kaum Muslim tersebut sehingga terhindar dari ancaman dan perpecahan.
Khalifah Solusinya
Negara mandiri menurut syariat Islam adalah negara yang mampu menyelesaikan permasalahannya, baik konteks politik dalam negeri maupun luar negeri. Bentuk negara seperti ini adalah negara yang menjadikan akidah Islam sebagai landasan bagi fikrah (pemikiran) dan thariqah (metode)nya untuk menetapkan seluruh kebijakan politiknya. Dan yang bisa mewujudkan konsep negara seperti ini, tak lain adalah khalifah.
Hanya dengan ideologi Islam, maka negeri ini layak meraih kepemimpinan berpikir untuk seluruh dunia. Dengan ideologi Islam dibawah naungan khilafah pula, kehormatan politik dan ekonomi negeri ini bisa diraih sekaligus meruntuhkan ideologi kapitalisme.
Hanya khilafahlah yang memiliki seperangkat aturan yang mumpuni dan dapat mengantarkan Indonesia menjadi negara yang penuh harga diri dan kepercayaan diri yang akan disegani dunia. Khilafah akan mengantarkan Indonesia pada sebaik-baiknya negeri baldatun tayyibatun wa rabbun ghaffur dan menjadi rahmatan lil’alamin bagi seluruh dunia.
Tak hanya itu, khilafah juga mengantarkan kebaikan dan keberkahan hidup bagi seluruh umat manusia di seluruh penjuru dunia. Sebab hegemoni yang akan dibangun oleh khilafah adalah kekuatan yang menyebarkan kebaikan bagi seluruh alam, bukan hegemoni untuk menghancurkan sebuah negeri demi persiangan dagang dan ekonomi. [*]
*Penulis Adalah Aktivis Dakwah di Kota Depok