Oleh: Tangguh Sipria Riang, Jurnalis, Pegiat Sosial dan Pemerhati Lingkungan, (*)
Lapan6online.com : PRANK [/praNGk/] dalam bahasa Inggris dijabarkan sebagai, “Play a trick or practical joke on (someone).” Bermain trik atau lelucon praktis pada (seseorang).
“Ngerjain,” bahasa sederhananya.
Siapa pun Anda, sejak kecil, mungkin pernah kena prank. Namanya prank “Pesawat Tempur.”
Saat masih makan disuap. Begitu nasi mendekati mulut, mendadak tangan penyuap melipir ke samping. “Ngeengg…,” kata sang penyuap menirukan suara pesawat tempur.
Itu prank. Terlepas dari siapa pun penyuapnya. Pak Wahyu, eks Komisioner KPU, mungkin lebih paham soal “prank Pesawat Tempur” ini.
Saat mulai sekolah, ada prank juga. Modusnya beragam. Misalnya, prank panggilan guru Bimbingan Konseling (BK). Setiba di ruang guru BK, korban baru sadar kena prank. Sudah dipanggil ke istana, eh.. yang jadi menteri malah Si Anu.
Lanjut masuk perguruan tinggi, ketemu prank lagi. Hanya diperhalus sedikit namanya. Orientasi Mahasiswa, Gaes. OMG.
Misinya? Sangat jelas. Jelas, tidak mengedukasi. Konon, katanya sekadar hiburan dan tertawaan senior semata. Sebagai rujukan tradisi.
Setelah lulus sekolah, tetap ada prank. Pakai kartu pula. Kartu Prank Kerja kalau tidak salah. Peserta, yang lolos seleksi, dapat voucher Rp 3,5 juta. Pencairannya bertahap. Voucher dapat digunakan untuk berbagai pelatihan.
Pelatihan-pelatihan, yang sebetulnya, tersedia semua di Youtube. Free. Program ini, kalau kata Suku Maori, “Uaua.” Alias ‘Tricky’.
Jurnalis pun tidak lepas dari prank. Khususnya, jurnalis baru di daerah. Biasanya, tipikal jurnalis fresh graduated, identik dengan karakter militan. Memiliki daya juang tinggi mengejar taruna (Berita).
“Kejar! Kejar! Kejar!” Jangan sampai bobol (beritanya) bos. Jauh sebelum Presiden Jokowi memopulerkan slogan, “Kerja! Kerja! Kerja!”
“Bro, barusan ada kabar temuan mayat di Jl. Antah Berantah!” seru seorang senior di sebuah tongkrongan. Wartawan baru, biasanya pasti akan ditunjuk sebagai sukarelawan. Untuk memastikan fakta informasi tersebut.
Tiba di TKP, fakta soal mayat memang benar. Tapi, bukan mayat manusia. Melainkan tikus mati. Ending-nya pun bisa ditebak.
Jadi, Gaes. Dunia ini sebetulnya tidak pernah lepas dari prank. Bahkan, setan di dunia lain pun juga kena. Normalnya, setan dikurung selama bulan suci ramadhan.
Tiba-tiba, Tuhan berkehendak lain. Justru, manusia yang dikurung. Bahkan pengurungan sudah dilakukan jauh sebelum ramadhan. Sejak kemunculan kasus Covid-19.
Baru-baru ini, muncul sosok Ferdian Paleka, sang pahlawan kesorean. Youtuber asal Bandung, Jawa Barat itu, berhasil bikin warganet gemas. Melancarkan aksi prank bantuan sosial (bansos) untuk transpuan. Demi subscriber dan viewers.
Misi awalnya ingin mengungkap, bahwa pemerintah Kota Kembang, bobol. Dalam hal penertiban warga selama masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Covid-19. Caranya? Lewat pembuktian langsung. Targetnya? Kelompok transpuan yang sedang praktik mencari “lawan tarung.”
Dalam kontennya, Ferdian tega melecehkan transpuan. Memberi bingkisan bansos tipu-tipu. Isinya, sampah dan batu. Lumayan keji. Mirip-mirip PKI? Bisa jadi. “Sampah itu rasanya apa, Jenderal?”
Melalui konten tersebut, Ferdian ingin menunjukkan bahwa, bingkisan sampah itu ibarat para transpuan. Representasi sampah masyarakat. Menurutnya, mereka layak disikat.
Sampai disitu paham, Ya?
Tapi ternyata itu pun belum cukup membuatnya bahagia. Ferdian kembali membuktikan diri. Siapa yang layak dianugerahkan sebagai sampah masyarakat sejati?
Setelah “konten sampahnya” viral, Ferdian sempat mengunggah konten khayalan. Sebelum dirinya buron ke Palembang, Sumatera Selatan.
Sebuah video permohonan maaf cengeng. Namun, ternyata itu pun prank. “Tapi, bo’ong!” ujarnya seraya tertawa kosong.
Warganet kian geram. Banyak pihak mengecam. Ferdian jadi musuh bersama secara masif. Konten videonya sangat jauh dari tipikal kreatif. Khas muda-mudi Kota Bandung. Tak pelak, jutaan warganet membuang sumpah serapah ke Si Badung.
Saat ini, pandemik Covid-19 masih mewabah. Alangkah baiknya, influencer menghasilkan konten berfaedah. Akan lebih baik lagi, jika mereka berkenan bersedekah. Menyisihkan sedikit penghasilan adsense sebagai Youtuber, biar berkah.
Uang yang disisihkan, mungkin bisa digunakan untuk membeli menu murah meriah. Lalu, disisipkan beberapa lembaran biru atau merah. Siapa tahu dicatat malaikat, karena bikin konten syariah.
Sebetulnya, prank positif berfaedah masih layak dijadikan konten. Tanpa melecehkan pihak lain demi terlihat keren. Apalagi sampai berindikasi perusakan, atau perbuatan tidak menyenangkan.
Aktor Bollywood, Aamir Khan anti-thesis dari hal itu. Aamir menyelundupkan uang, kisaran Rp 3 juta, ke dalam bingkisan satu kilogram terigu. Kemudian membagikannya ke orang-orang kurang mampu.
Mendingan mana, Aamir Khan atau Ferdian?
Terlepas dari prank sampah Ferdian, warga lain pun hendaknya patuh. Tidak dibenarkan juga untuk berkeliaran dan berkumpul hingga subuh. Karena wabah Covid-19 belum pergi jauh.
Pemerintah sebetulnya punya solusi tepat. Salah satunya, bansos rakyat. Supaya makin merakyat, ditambahkan stiker wajah pejabat.
So, Gaes. Mari, sama-sama kita pahami.
Pandemik Covid-19 adalah wabah global, bukan lokal. Tidak pantas dijadikan konten nakal. Stop kebijakan tipu-tipu nyeleneh penuh intrik. Stop curi-curi panggung politik.
Covid-19 adalah musuh bersama. Garda terdepan adalah kita semua. Bukan jurnalis, bukan paramedis. Melainkan kamu. Iya, kamu. Di rumah aja dulu.
Ibarat persiapan menghadapi medan tempur, seluruh masyarakat dikenakan wajib militer.
Perang melawan Covid-19. Bukan prank, Gaes!
Akan tetapi. Dari sekian banyak prank, ada satu yang paling fenomenal. Yaitu, prank kolonial. Awal datang, mengaku calon mitra. Menebarkan misi mulia.
Iktikad baiknya, transaksi rempah-rempah. Terpikat sumber daya alam melimpah.
Lama kelamaan, mereka pun mulai mendeteksi. Bahwa ternyata, bangsa ini target prank potensial. Tiada lagi mitra transaksi. Semua sektor dialihkuasa total.
Kini, prank penjajah menginspirasi sebagian besar politisi. Hanya saja ada sedikit modifikasi.
“Jika terpilih nanti, Saya akan terus menolong.” (((Tapi, bo’ong)))
Prank Tipu-tipu saja. (*)