OPINI | POLITIK
“Pemerintah perlu menetapkan kebijakan yang pasti terkait fungsi utama guru. Termasuk problem kesejahteraan dan tunjangan guru yang juga tidak kalah pentingnya,”
Oleh : Isty Da’iyah,
TERPUJILAH engkau, wahai Ibu bapak guru. Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku. Semua baktimu akan kuukir di dalam hatiku. S’bagai prasasti t’rima kasihku ‘tuk pengabdianmu…
Kita semua pasti hafal dengan lagu di atas. Sebuah gambaran penghargaan untuk seorang pahlawan yang tanpa tanda jasa. Guru, jerih payahnya dalam berkontribusi mencerdaskan bangsa, layak untuk berbalas mendapat apresiasi yang luar biasa.
Namun, saat ini kesejahteraan seorang pahlawan tanda jasa, sedang tidak baik-baik saja. Terbukti polemik demi polemik timbul dalam menentukan seberapa besar jasa guru diperhitungkan. Terlebih lagi, jasa seorang guru yang masih disebut tenaga honorer. Padahal, meskipun disebut pahlawan tanpa tanda jasa, guru tetap berhak mendapat jasa yang bisa membuat guru sejahtera.
Untuk itulah, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Ristek dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyusun Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas). Menurutnya ini adalah penggabungan dari tiga undang-undang sekaligus, yakni UU Sisdiknas, UU guru dan dosen, serta UU perguruan tinggi. Menurut Nadiem Makarim, ini akan menjadi sejarah baik untuk bangsa (Medcom.id 30/8).
Namun, RUU Sisdiknas ini menuai pro dan kontra dari banyak pihak, banyak polemik dalam RUU Sisdiknas. Salah satu yang mendapat sorotan adalah tentang tunjangan guru atau tunjangan profesi guru. Dalam RUU ini, tunjangan profesi guru akan dihapus. Hal ini sangat disayangkan oleh PB PGRI. RUU ini juga memuat sejumlah pasal yang dinilai tidak menjawab berbagai masalah pendidikan saat ini (Bersatu.com 4/9).
Inilah fakta yang tengah terjadi, perlu sebuah solusi yang bisa memberi kesejahteraan untuk guru. Sehingga guru bisa fokus untuk menjalankan fungsinya yang mulia tanpa harus terbebani untuk untuk mencari tambahan penghasilan dari sumber lain karena kurangnya pendapatan yang diterima dari profesinya sebagai pahlawan tanpa tanda jasa.
Akar Masalah
Dari dulu kesejahteraan guru masih saja menjadi polemik di negeri ini. Sudah sering solusi ditawarkan untuk memberikan kesejahteraan yang baik untuk guru namun hingga saat ini, belum menemukan jalan terangnya.
Sehingga soal tunjangan guru dalam RUU Sisdiknas memerlukan kejelasan dan keseriusan pemerintah terhadap persoalan guru. Bukan sekadar RUU yang baik menurut pihak tertentu tapi tidak solutif buat guru.
Pemerintah perlu menetapkan kebijakan yang pasti terkait fungsi utama guru. Termasuk problem kesejahteraan dan tunjangan guru yang juga tidak kalah pentingnya. Karena hal ini sangat erat hubungannya dengan tata kelola sebuah negara, termasuk keberadaan anggarannya.
Jangan sampai guru terjebak pada persoalan orientasi materi akibat tata kelola kapitalistik yang materialistis. Karena skema seperti ini akan membuat birokrasi yang rumit dalam upaya meningkatkan kesejahteraan guru. Karena sejatinya guru memiliki peran strategis dalam pendidikan.
Polemik kesejahteraan guru sulit Menemukan solusi selama masih berpijak pada sistem kapitalisme. Inilah sebenarnya akar masalah yang membuat guru tidak kunjung sejahtera.
Guru dalam Pandangan Islam
Cara pandang Islam jelas sangat berbeda dengan cara pandang kapitalis. Permasalah pendidikan adalah fakta yang harus diatasi. Peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan adalah komponen yang akan memberi kemaslahatan yang besar bagi umat. Sehingga mengembalikan visi dan misi guru adalah perkara penting, orientasi guru harus jelas.
Fakta telah membuktikan, dengan sistem Islam guru bisa sejahtera. Sementara kapitalisme sampai saat ini masih menyisakan polemik yang belum tuntas penyelesaiannya.
Dalam Islam, pendidikan adalah kebutuhan yang wajib dipenuhi oleh negara. Negara akan menyiapkan dengan baik agar hasil pendidikan berjalan sesuai harapan.
Negara menyiapkan infrastruktur sekolah yang memadai dan merata, tenaga pengajar profesional, menetapkan gaji yang layak bagi para guru, perangkat kurikulum berbasis akidah Islam, memberi pelayanan pendidikan dengan akses yang mudah bahkan gratis bagi seluruh warga negara.
Fakta ini bisa kita telusuri dari sejarah peradaban Islam yang pernah memimpin selama 14 abad lamanya.
Sebagai contoh, ketika Umar bin Khathab menggaji guru yang mengajar anak-anak di Madinah sebanyak 15 dinar, jika di konversikan dengan harga emas saat ini, bisa setara dengan Rp51 juta. Gaji ini beliau ambil dari Baitulmal.
Karena tujuan pendidikan dalam Islam adalah untuk membangun manusia unggul. Maka, harus dimulai dengan sistem pendidikan yang berkualitas. Mengingat pentingnya pendidikan bagi generasi, maka sistem pemerintahan dalam Islam akan memberi penghargaan tinggi kepada para guru. Termasuk memberi gaji yang melampaui kebutuhan guru.
Dalam sistem Islam posisi guru adalah aparatur negara, tidak ada pembedaan antara guru PNS atau honorer. Semua guru dimuliakan, semua guru yang melayani pendidikan di instasi negara berstatus sebagai pegawai negeri yang mendapat gaji dari Baitulmaal.
Hasilnya mereka bisa melakukan tugasnya sebagai pendidik dan pencetak SDM unggul yang dibutuhkan negara dalam membangun peradaban agung. Mereka tidak dirisaukan oleh minimnya kesejahteraan yang didapatnya. Mereka akan fokus pada visi dan misi yang besar, yakni melahirkan generasi unggulan untuk kelangsungan kehidupan yang diridai oleh Allah Swt. Wallahu’alam bi shawab. [*]
*Penulis Adalah Analis Mutiara Umat Institute