“Kasus-kasus korupsi yang stagnan tersebut, alibi atas ketidakjelasan serta kesungguhan Aparat Penegak Hukum melakukan pemberantasan terhadap Penegakan Supremasi Hukum di Ranah Tipikor di Kalimantan Barat sangat skeptic,”
Pontianak | Lapan6OnlineKalBar : Banyaknya kasus dugaan korupsi yang stagnansi di Pidsus Kejaksaan Tinggi dan Krimsustipikor, Polda Kalimantan Barat membuat preseden dan persepsi negatif di tingkat kepercayaan public.
Sehingga Lembaga Tim Investigasi dan Analisis Korupsi (TINDAK,red) Indonesia meminta secara formil terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK,red) untuk mengambil alih kasus-kasus korupsi yang stagnan tersebut, alibi atas ketidakjelasan serta kesungguhan Aparat Penegak Hukum melakukan pemberantasan terhadap Penegakan Supremasi Hukum di Ranah Tipikor di Kalimantan Barat sangat skeptis dan menimbulkan multitafsir.
Banyankya kasus yang terkesan “mandeg”, hal ini seperti yang disampaikan Yayat Darmawi. SH., MH, Direktur Lembaga Tim Investigasi dan Analisis Korupsi (TINDAK,red) Indonesia bahwa,”Banyak kasus dugaan korupsi yang sudah jelas unsur PMHnya seperti Rekaman Singkawang, lapangan parkir Singkawang, lapter Singkawang, embung Serantangan Singkawang, proyek pembangunan RS Sambas, Gedung kesenian Sambas, Dermaga Sambas, Dermaga Ceremai Sambas, CT scan RS Sintang, RS Rubini Mempawah, Proyek jalan Mempawah, Pelabuhan Ketapang, Proyek Jalan Ketapang, Gratifikasi Kayong Utara, DAK bibit ikan Kuburaya, lahan KONI dan masih banyak lagi residu kasus korupsi di Kalimantan Barat yang tidak tuntas dilitigasi,” jelasnya kepada awak media, pada Jumat (06/11/2020) kemarin.
Lebih lanjut ia menambahkan,”Salah satu contoh anomali dan aneh di kasus korupsi Ct scan RS Sintang yang menurut lembaga TINDAK adalah merupakan pelecehan hukum yaitu dimana telah terjadinya status pengalihan perkara kasus dari status pidana korupsi ke status perdata, pelaku korupsi hanya disuruh mengembalikan uang senilai 3 miliar dengan alasan karena adanya kelebihan bayar saja, sehingga Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat dibuat tidak berdaya oleh para pemain pemain di kalangan para makelar hukum tipikor di Kalimantan Barat ini,” tambahnya.
Yayat khawatir, jika KPK tidak segera mengambil alih kasus tersebut bisa berkepanjangan proses penanganannya, “Apabila KPK RI tidak secepatnya melakukan penangkapan terhadap para pelaku tipikor yang sedang berkasus saat ini baik di kejaksaan maupun di polda maka tidak menutup kemungkinan residu kasus Tipikor di Kalimantan Barat hanya akan menjadi sejarah saja, tanpa ada penyelesaian litigasinya, sehingga kehendak Hukum tipikor yang dipaduserasikan dengan program pemerintah dalam melakukan pemberantasan korupsi hanya memberi peluang pada para makelar kasus yang sudah berkolaborasi dengan oknum-oknum APH saja, “ pungkas Yayat dengan nada kesal. Ipul