Jakarta, Lapan6online.com : Kecurangan pemilu secara terstruktur, sistemik dan masih (TSM) tidak dapat dibuktikan oleh Kubu Prabowo-Sandi beberapa waktu. KPU kemudian menetapkan Jokowi-Ma’ruf Amin sebagai Presiden terpilih. Namun begitu, Ketua Dewan Pakar Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Prof. Mahfud MD mengakui telah terjadi kecurangan Pemilu 2019.
Namun kecurangan itu dilakukan secara horizontal. Menurut Mahfud, dengan kecurangan horizontal Itu menunjukkan bahwa Pemilu 2019 tidak lebih baik dari pemilu-pemilu sebelumnya.
Sebagaimana diberitakan, Mahfud MD mengatakan, ketika Indonesia didirikan, ada dua prinsip yang disepakati mengenai sistem bernegara, yaitu demokrasi dan nomokrasi.
Menurut dia, demokrasi berati kedaulatan rakyat dan nomokrasi berarti demokrasi berbasis kebenaran. “Nah, pemilu sebagai bentuk implementasi paling konkrit itu perlu nomokrasi,” kata Mahfud dalam sarasehan nasional KAHMI di Hotel Sahid, Jakarta, lansir situs nasional, Rabu (16/10/2019).
Dia menjelaskan, sebelum reformasi tidak ada lembaga khusus yang berfungsi sebagai pengadilan pemilu. Hanya saja, pada tahun 1997 penegak hukum menyatakan seseorang bersalah dan dihukum dua bulan percobaan karena melakukan dua kali pencoblosan di tempat berbeda.
“Sehingga, pada era reformasi ada mekanisme pengadilan pemilu melalui Bawaslu, PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara) dan Mahkamah Konstitusi,” ujarnya.
Namun, apakah Pemilu 2019 lebih baik?
“Tidak juga, pemilu sekarang sangat bermasalah di mana kecurangan dilakukan secara horizontal,” katanya.
Terlebih, jelas pakar Hukum Tata Negara ini, banyak legislator dan pejabat negara yang masuk penjara akibat melakukan perbuatan korupsi. Ia berharap beberapa lembaga yang menangani masalah dan sengketa pemilu dapat berjalan lebih optimal.
“Sekarang ini, pengadilan pemilu sudah berjalan tapi belum lebih baik. Nah, ke depan harusnya hukum tidak hanya berbicara angka-angka, tapi juga kepastian hukumnya,” tandasnya. (*)