Oleh : Yolanda Anjani
SEMAKIN mengikuti perkembangan saat ini, makanan, minuman, bahkan bahan pangan mulai banyak yang tidak bersertifikat halal. Makanan atau minuman yang sedang viral saat ini, menjadi sorotan masyarakat muslim bahkan pemerintah dikarenakan tidak adanya sertifikasi halal.
Ironisnya, kebanyakan masyarakat berlomba-lomba untuk mengonsumsinya. Makanan thayyib dan halal menjadi syarat wajib bagi umat muslim dalam memilih makanan yang dimakan. Karena jika tidak mengonsumsi makanan yang halal, maka akan berdampak dengan mudah atau sulitnya doa kita terkabulkan.
Ada yang menanyakan suatu perkara kepada Sa’ad bin Abi Waqqash, “Apa yang membuat doamu mudah dikabulkan dibanding para sahabat Rasulullah saw. lainnya?” Sa’ad bin Abi Waqqash menjawab, “Saya tidaklah memasukkan suatu suapan ke dalam mulutku melainkan saya mengetahui dari manakah datangnya dan dari mana akan keluar.
”Wahb bin Munabbih pernah berkata, “Siapa yang bahagia doanya dikabulkan Allah, maka perbaikilah makanannya.”Karena maraknya makanan dan minuman viral yang tidak bersertifikat halal, BPJPH menyediakan fasilitas satu juta sertifikat halal gratis melalui program Sertifikasi Halal Gratis (Sehati).
Fasilitas ini diperuntukkan bagi pelaku usaha mikro dan kecil (UMK) dengan mekanisme pernyataan halal pelaku usaha (self declare). Pelaku usaha yang mengurus permohonan sertifikasi halal dengan mekanisme reguler akan dikenakan tarif layanan. Tarif tersebut terdiri dari komponen biaya pendaftaran, pemeriksaan kelengkapan dokumen, pemeriksaan kehalalan produk oleh LPH, penetapan kehalalan produk oleh MUI, dan penerbitan sertifikat halal. Sebagai gambaran, total biaya bagi usaha menengah produk makanan dengan proses/materiel yang sederhana adalah sekitar Rp8 juta. (Situs
Kemenag, 13-3-2022)
Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama menyebut ada tiga kelompok produk yang wajib bersertifikasi halal pada 2024. Jika tidak, Kemenag akan menjatuhkan sanksi kepada para pelaku usaha yang menjual ketiga produk ini tanpa sertifikat halal. Tiga produk itu yakni; makanan dan minuman; bahan baku, bahan tambahan pangan, dan bahan penolong untuk produk makanan minuman; serta produk hasil sembelihan dan jasa
penyembelihan.
“Kalau belum bersertifikat dan beredar di masyarakat, akan ada sanksinya,” kata Kepala BPJPH Kemenag Muhammad Aqil Irham, dalam keterangan tertulisnya, Minggu (8/1). (cnn.indonesia.com, 08/01/23).
Sudah seharusnya sertifikasi halal menjadi kewajiban negara dalam layanan melindungi rakyatnya sesuai dengan ketetapan syariat. Namun, sistem saat ini menjadikan sertifikat halal sebagai komoditas yang dikapitalisasi dengan biaya yang telah ditentukan.
Tentu hal ini berbeda dengan negara yang menerapkan sistem Islam secara Kaffah. Tampak sekali bagaimana wajah negara dengan sistem kapitalisme yang menjadikan rakyat sasaran pemalakan melalui berbagai cara.
Solusi tuntas dalam permasalahan tersebut hanyalah dengan Islam. Karena sudah sangat jelas, bahwa sudah seharusnya negara menjamin kehalal-an dan baik atau tidaknya makanan yang dikonsumsi oleh rakyatnya. Namun saat ini, masih beredar dima na-mana makanan yang belum bersertifikat halal. Wallahu’alam Bishawab. (*)
*Penulis Adalah Aktivis