Maraknya Bullying di Sekolah, Perilaku Anak Makin Sadis

0
32
Nanda Nabila Rahmadiyanti/Foto : Ist.
“Pada sistem sekuler yang berjalan saat ini, yaitu sistem yang memisahkan agama dari kehidupan, maka kurikulum pendidikan dan pola asuh orang tua saat ini pun jauh dari agama,”

Oleh : Nanda Nabila Rahmadiyanti

DAFTAR pelaku dan korban bullying dari kalangan anak-anak terus bertambah. Seperti kasus pada seorang siswi SMP asal bandung yang videonya viral pada Kamis (8/6/2023).

Siswi tersebut mengatakan dirinya mengalami perundungan sampai sempat dipukul dan dianiaya. Orang tua menjelaskan bahwa anaknya tersebut mengalami trauma sampai takut jika bertemu orang dan tidak mau bersekolah lagi (tribunnews.com. 11/6/2023).

Tak hanya itu, baru-baru ini terdapat video viral juga dari warga yang menunjukkan seorang siswa SMP tidak berdaya karena diikat di pohon. Dalam video juga tampak bahwa seragam siswa tersebut sangat kotor dan basah kuyup yang diduga karena disiram air got oleh temannya (infoindonesia.id. 8/6/2023).

Bukan hanya dari kalangan sekolah menengah saja, namun pelaku bullying sudah mulai menjamur dari kalangan sekolah dasar. Salah satu kasusnya adalah seorang siswa sekolah dasar di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat berinisial MH (9) tewas karena dikeroyok teman dan kakak kelas yang berjumlah empat orang.

Kakek korban, HY (52) mengatakan, empat bocah itu ada yang masih duduk di bangku kelas 5 SD, kelas 4 SD bahkan ada yang masih kelas 2 SD (detik.com. 20/5/2023)

Dikutip dari Liputan6.com, data dari KPAI menyebutkan sejak tahun 2011-2019 mencatat ada 574 anak laki-laki yang menjadi korban bullying, 425 anak perempuan jadi korban bullying di sekolah. 440 anak laki-laki dan 326 anak perempuan sebagai pelaku bullying di sekolah.

Dikutip dari medcom.id, Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) merekam tren kasus kekerasan di sekolah sepanjang tahun 2022 yang mencakup kekerasan fisik dan non fisik. Kekerasan fisik ditemukan 65 kasus serta kekerasan non fisik ada 24 kasus. Bahkan Ubaid Matraji sebagai Koordinator Nasional JPPI, menyebut maraknya kekerasan antar pelajar akhir-akhir ini disebabkan karena terjadinya gagal paham pendidikan karakter di sekolah.

Apa penyebabnya?
Pada dasarnya anak-anak yang lahir bagaikan kertas putih, yang akan terisi oleh orang tuanya, keluarganya, bahkan lingkungannya. Sehingga, diantara hal-hal yang dapat mempengaruhi perilaku sadis anak-anak saat ini adalah mulai dari kurikulum pendidikan dan pola asuh orang tua yang tidak tepat.

Pada sistem sekuler yang berjalan saat ini, yaitu sistem yang memisahkan agama dari kehidupan, maka kurikulum pendidikan dan pola asuh orang tua saat ini pun jauh dari agama.

Dilansir dari detik.com, Nadiem Makarim berkomitmen untuk menghapus 3 dosa besar pendidikan sejak pertama dilantik. Ketiga hal tersebut yakni intoleransi, perundungan, dan kekerasan seksual.

Adapun upaya untuk mewujudkan komitmen ini salah satunya adalah melalui pembentukan Pusat Penguatan Karakter (Puspeka). Namun, upaya ini tidak akan berhasil jika kurikulum pendidikan masih berlandaskan sekuler. Sistem pendidikan seperti ini gagal mencetak anak-anak yang beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia.

Selain pendidikan, pola asuh orang tua juga berpengaruh pada perilaku anak. Karena pada dasarnya pendidikan keluarga merupakan benteng terbaik yang dapat mencegah pemuda berbuat kekerasan.

Kesalahan pola asuh orang tua dapat menyebabkan hilangnya suasana keimanan di rumah. Masih banyak orang tua yang tidak ‘menyaring’ bahasa, perkataan kotor serta perilaku tidak terpuji seperti kekerasan dalam rumah tangga, dan lain sebagainya di depan anak-anaknya. Selain itu, sistem sekuler yang membuat orang tua mengedepankan asas kebebasan berpendapat pada anak.

Faktor kebebasan ini membuat orang tua lepas tangan dalam mendidik anak-anak mereka. Anak-anak juga tidak ada pengawasan dalam bermain gadget, jadilah mereka mencontoh apa pun yang terakses melalui dunia digital dan media sosial. Dimana pada saat ini peran negara juga hilang dalam membatasi konten-konten yang beredar di dunia digital. Sehingga konten berisi hal-hal yang tidak bermanfaat, tidak mendidik, pornografi, dan konten kekerasan menjamur di media sosial.

Stop bullying dengan islam!
Bullying tidak akan hilang jika sistem kehidupan masih berlandaskan sekuler. Anak-anak yang tidak paham aqidah islam, akan berperilaku selayaknya apa yang ada disekitarnya, apa yang ditontonnya, tanpa dapat membedakan mana yang baik dan buruk, mana yang mendatangkan pahala dan dosa.

Sebaliknya, jika kehidupan berlandaskan aqidah islam, mereka sudah semestinya paham jika Allah telah melarang tindakan kekerasan atau bullying kepada orang lain, seperti dalam firman-Nya di dalam QS. Al-Hujurat ayat 11, yang artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.”

Ayat tersebut menjelaskan bahwa penghinaan merupakan salah satu sebab yang menimbulkan pertikaian, maka Allah melarang orang-orang beriman menghina orang lain, karena bisa jadi orang yang dihina lebih baik daripada orang yang menghina.

Allah juga melarang untuk memberi sebutan dan panggilan yang tidak disukai. Dan barangsiapa yang tidak bertaubat dari memberi sebutan dan panggilan buruk ini maka mereka adalah orang-orang yang jauh dari kebenaran, yang menzalimi diri mereka sendiri dengan melakukan hal-hal yang haram.

Untuk mencegah anak-anak melakukan hal yang telah dilarang oleh Allah, dalam hal ini bullying, maka penanaman akidah harus dilakukan setiap hari kepada anak. Penanaman aqidah ini tidak lepas dari peran keluarga, masyarakat, hingga negara. Pola asuh orang tua yang berdasarkan aqidah islam akan membuat suasana keimanan di rumah menjadi hidup. Anak-anak secara otomatis akan terbentengi dari hal-hal negatif karena orang tuanya telah memberikan kasih sayang, perhatian, dan bekal yang cukup untuk mereka ketika beranjak dewasa.

Anak-anak tidak akan kehilangan kasih sayang orang tua, sehingga akan tumbuh menjadi pribadi yang hangat. Orang tua juga harus menjadi teladan untuk tidak melakukan adegan kekerasan dalam rumah tangga. Sehingga anak-anak yang hidup dalam suasana yang harmonis, tidak akan mencontoh perilaku tidak terpuji.

Masyarakat islami pun berperan penting dalam upaya pencegahan bullying dengan melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar. Sehingga jika melihat suatu perilaku menyimpang yang dilakukan anak-anak, masyarakat tidak segan menegur, melerai, dan melaporkannya kepada pihak yang bertanggung jawab atas mereka. Serta tidak mentolerir atau mewajarkan segala bentuk kekerasan pada anak termasuk perundungan.

Kemudian, peran negara dalam sistem islam, dapat membuat kurikulum yang berlandaskan aqidah islam. Kurikulum yang dibuat tidak menjauhkan dan melalaikan anak dari agama. Penanaman aqidah islam dan akhlak mulia juga diterapkan di semua jenjang.

Dengan begitu sistem pendidikan Islam akan melahirkan individu berkepribadian dan berakhlak mulia. Selain kurikulum pendidikan, negara juga harus membatasi dan mengontrol media yang mudah diakses anak-anak. Tidak boleh ada konten berbau kekerasan dan pornografi yang bertebaran di media mana pun.

Dengan bersinerginya semua lapisan masyarakat, anak-anak akan terbentengi dari hal-hal negatif, serta dapat mencegah bertambahnya kasus bullying pada anak. Karena dalam diri anak-anak sudah terdapat aqidah yang membuatnya berperilaku baik dengan dorongan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah swt. Wallahu A’lam. (*)

*Penulis adalah Mahasiswi Universitas Indonesia