“Dalam konteks kebencanaan, hal paling utama justru bukan pada penanganan pasca bencana atau masa tanggap darurat, tetapi justru pada faktor mitigasi, faktor pencegahan dan pengurangan resiko atau dampak yang ditimbulkan oleh bencana,”
Lapan6Online | Jakarta : Badan Pengelola Masjid Istiqlal (BPMI,red) mengadakan Webinar Nasional bertema “Pengurangan Resiko Bencana Berbasis Masjid/Rumah Ibadah” bertempat di Ruang VIP Masjid Istiqlal Jakarta, pada Jumat, 26 Februari 2021.
Kegiatan ini dirangkaikan dengan peluncuran (launching) Istiqlal Disaster Management Center (IDMC), sebuah program inovatif Masjid Istiqlal yang bertujuan untuk mendorong terwujudnya gerakan bersama yang tersistitimatis dengan baik dalam mengelola bencana berbasis rumah ibadah, khususnya Masjid.
Launching IDMC itu ditandai dengan penanda-tanganan Prasasti IDMC oleh Kepala BNPB dan Imam Besar Masjid Istiqlal.
Hadir dalam webinar tersebut, selain Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, MA selaku tuan rumah, juga terlihat Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Prof. Dr. Muhajir Effendy, M.A.P, dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Letjen TNI Doni Monardo. Selain itu, hadir 4 narasumber, masing-masing: Lilik Kurniawan, S.T., M.Si. (Deputi Bidang Pencegahan BNPB); Dr. Ir. Suprayoga Hadi, M.SP (Deputi Bidang Kebijakan Dukungan Pembangunan Manusia dan Pembangunan, Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia); Ali Yusuf (Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdatul Ulama (LPBI NU); dan Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA (Alumni Program Persahabatan Indonesia – Jepang).
Dalam pemaparannya sebagai keynote speaker pertama di awal acara, Imam Masjid Istiqlal, Prof. Nasaruddin Umar mengungkapkan bahwa dalam Islam terdapat banyak sekali ajaran tentang pentingnya umat Islam menjaga alam lingkungannya.
Imam Besar Masjid Istiqlal itu mengutip beberapa hadis yang menceritakan betapa tingginya perhatian Nabi Muhammad SAW terhadap tetumbuhan, pohon, air, tanah dan sebagainya, dan memerintahkan umatnya untuk menjaga dengan sebaik-baiknya lingkungan alam sekitar kita.
“Rasulullah melarang keras membuang kotoran dan sampah di air yang tergenang seperti kolam dan di air yang mengalir yakni sungai, hal ini berulang-ulang disampaikan Nabi Muhammad SAW kepada para sahabat dan umat Islam pada waktu itu. Ini harus menjadi pedoman bagi kita semua saat ini,” terang Imam Masjid, Nasaruddin Umar.
Selanjutnya, Imam Besar mengaitkan dan menekankan pentingnya masjid sebagai pusat peradaban manusia di komunitas masing-masing untuk menjadi basis penanggulangan bencana dan menolong umat di semua tempat di Indonesia. “Nabi juga memfungsikan masjid sebagai tempat perawatan, masjidnya Nabi dilengkapi dengan peralatan merawat orang sakit,” ungkap Prof Nasaruddin Umar.
Pada sesi selanjutnya, Kepala BNPB Doni Monardo memaparkan secara gamblang dan cukup detail tentang strategi dan program pemerintah dalam hal penanggulangan bencana.
Mantan Danjen Kopassus itu juga menyampaikan bahwa dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar ceramah dari para ustadz tentang pentingnya hablum minallah dan hablum minnanas.
“Saya menambahkan bahwa sangat penting juga setiap manusia mengingat dan menerapkan hablum minal’alam, menjaga hubungan baik antara manusia dengan alam,” ujar Letjen Doni Monardo.
Lebih lanjut Doni menjelaskan bahwa hablum minal‘alam juga bermakna memakmurkan lingkungan hidup. Dalam konteks kebencanaan, hal paling utama justru bukan pada penanganan pasca bencana atau masa tanggap darurat, tetapi justru pada faktor mitigasi, faktor pencegahan dan pengurangan resiko atau dampak yang ditimbulkan oleh bencana.
“Semakin kita memakmurkan lingkungan, semakin alam bersahabat dengan kita. Kita jaga alam, alam jaga kita,” imbuh Doni Monardo.
Jika ajaran hablum minallah dan hablum minannas, lanjut Doni, sudah sering disampaikan para ustadz dan para da’i, maka kiranya ke depan bisa ditambakan satu pesan Islami yang lain, yakni hablum minal‘alam,” pungkas Doni.
Setelah para pembicara menyampaikan paparannya secara berturut-turut, narasumber ke-4 yakni Alumni Indonesia – Jepang, Wilson Lalengke, mendapatkan giliran terakhir.
Pria yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) itu berbicara tentang pentingnya peningkatan kesadaran dan membudayakan sifat waspada bencana bagi semua warga masyarakat, terutama kepada generasi muda.
“Di masyarakat Jepang dan beberapa negara maju yang saya pernah tinggal untuk belajar di sana, mereka mengembangkan konsep kebencanaan yang intinya bahwa setiap ancaman terhadap eksistensi kemanusiaan adalah bencana. Bencana dapat terjadi dimana saja, kapan saja, dan terhadap siapa saja, serta setiap bencana harus dihadapi dengan kewaspadaan dan ketenangan,” papar Wilson mengawali presentasenya.
Ketangguhan mengatasi bencana besar, lanjut alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu, dimulai dari kemampuan mengatasi bencana kecil. Ia juga mengatakan bahwa orang Jepang memiliki kekompakan dan kerjasama yang sangat kuat dalam mengelola bencana di negerinya yang memang sangat rawan bencana di hampir seluruh wilayah Negeri Matahari Terbit itu.
“Bencana tidak mungkin dapat diatasi secara sendiri-sendiri, tapi harus bergerak bersama,” tambah Wilson.
Wilson yang mengikuti program persahabatan Indonesia – Jepang tahun 2000 itu selanjutnya menampilkan dan menjelaskan contoh-contoh kongkrit yang menjadi kebiasaan orang Jepang sebagai wujud kewaspadaan mereka terhadap setiap peristiwa bencana yang mungkin terjadi setiap saat.
“Kemana-mana, orang Jepang membawa payung, antisipasi jika di perjalanan atau selama berkegiatan di luar rumah terjadi hujan atau peristiwa alam lainnya. Orang Jepang juga sejak lama sudah membiasakan diri memakai masker jika bepergian atau bertemu orang asing, ini sebuah sikap berjaga-jaga agar tidak terkontaminasi atau tertular penyakit flu yang mungkin saja sedang diidap oleh orang-orang di luar rumah,” beber tokoh pers nasional itu di bagian akhir pemaparannya.
Contoh lain, kata dia, anak-anak Jepang terbiasa untuk menyimpan sampah pribadinya di dalam tas, kantong celana atau wadah lainnya, dan ketika dia menjumpai tong sampah, kemudian sampahnya tadi dimasukan ke dalam tong sampah tersebut. “Orang Jepang tidak akan buang sampahnya di jalanan atau di sembarang tempat,” pungkas Wilson.
Acara webinar yang dipandu oleh Mulyono Lodji, M.Si tersebut ditutup dengan penyerahan piagam penghargaan dari Imam Besar Masjid Istiqlal kepada para narasumber dan panitia penyelenggara, serta foto bersama. (APL/Red)