Jakarta, Lapan6online.com : Peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day, pada 1 Mei 2020 kali ini, menjadi duka yang mendalam bagi pekerja di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Ancaman virus Covid 19 yang berdampak terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) massal dan sepihak di beberapa perusahaan serta ancaman Omnibus Law RUU Cipta Kerja telah membuat nasib pekerja dan rakyat Indonesia semakin tidak menentu.
“Sikap Pemerintah yang terlalu berpihak kepada kepentingan pemodal dan pengusaha, membuat gerakan serikat pekerja dan rakyat bangkit melakukan perlawanan.” demikian pernyataan Mirah Sumirat, SE, Presiden ASPEK Indonesia dalam keterangan pers tertulis, Jumat 1 Mei 2020.
Mirah menegaskan, refleksi atas beberapa ancaman besar ini menjadi perhatian serius dari Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) dalam memperingati May Day 2020.
Wafatnya Tenaga Medis
Dalam keterangan resminya, Mirah juga menyoroti Wafatnya Shelly Ziendia Putri pada 19 April 2020, seorang petugas medis yang merupakan pengurus Perkumpulan Pekerja Ambulan Gawat Darurat Dinas Kesehatan DKI Jakarta (PP AGD Dinkes DKI), yang juga anggota ASPEK Indonesia, akibat Covid 19.
“Wafatnya Shelly menjadi duka tidak saja bagi ASPEK Indonesia namun juga bagi seluruh rakyat Indonesia. Shelly adalah salah satu dari sekian banyak tenaga medis yang telah menjadi korban meninggal akibat virus Covid 19.” kata Mirah.
Menurut dia, sikap “menyepelekan” pandemik yang ditunjukkan Pemerintah sejak awal serta berbagai kebijakan yang saling berbeda di internal Pemerintah, membuat pencegahan virus Covid 19 tidak maksimal.
Selain itu, minimnya ketersediaan Alat Pelindung Diri (APD) untuk para dokter, perawat, petugas ambulan dan pekerja kesehatan lainnya juga menjadi keprihatinan ASPEK Indonesia.
“Ironisnya, status hubungan kerja para tenaga medis di lingkungan PP AGD Dinkes DKI mayoritas adalah tenaga honorer, padahal mereka salah satu garda terdepan dalam proses evakuasi dan penanganan pasien covid 19. Mereka bahkan tidak termasuk dalam pekerja yang mendapatkan insentif dari Gubernur DKI Jakarta, sebagaimana diatur dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta No.23 tahun 2020 tentang Pemberian Insentif Kepada Tenaga Kesehatan dan Tenaga Penunjang Kesehatan Dalam Penanggulangan Bencana Wabah Covid 19.” terang Mirah.
Peraturan yang ditandatangani Gubernur DKI Jakarta tanggal 17 Maret 2020, hanya memberikan insentif kepada tenaga kesehatan dan tenaga penunjang kesehatan yang bertugas di Rumah Sakit Umum Daerah, Rumah Sakit Khusus Daerah, Pusat Kesehatan Masyarakat dan Rumah Sakit Rujukan di Jakarta.
“Melihat kinerja dan pengabdian pekerja di PP AGD Dinkes DKI, sudah sepantasnya jika mereka diberikan kepastian status hubungan kerja menjadi aparatur sipil negara dan mendapatkan hak kesejahteraan yang lebih baik.” imbuhnya.
Ancaman PHK Massal Sepihak
Selain itu yang menjadi perhatian Mirah adalah PHK massal sepihak yang dilakukan perusahaan.
“Dampak virus Covid 19 juga mengakibatkan banyak terjadi PHK massal yang dilakukan sepihak oleh perusahaan, termasuk tidak dibayarkannya gaji dan tunjangan hari raya (THR) yang seharusnya menjadi hak normatif pekerja.” terangnya.
Dalam kondisi darurat wabah saat ini, selayaknya perusahaan tidak hanya mementingkan pendapatan dan laba perusahaan, atau bahkan dengan sengaja mengabaikan aspek kesehatan dan keselamatan manusia yang menjadi pekerjanya.
Gaji dan THR
Atas keprihatinan itu, Mirah menegaskan, ASPEK Indonesia mendesak Pemerintah untuk tegas dalam kebijakannya, agar perusahaan tetap membayar penuh gaji dan THR pekerjanya serta memberikan insentif khusus dan terbatas pada perusahaan yang terdampak.
Omnibus Law
Yang membuatnya geram, di tengah penyebaran virus Covid 19 yang telah menelan ribuan korban jiwa serta adanya kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), ternyata Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) justru “ngotot” untuk melanjutkan pembahasan Omnibus Law Rancangan Undang Undang Cipta Kerja (RUU Cipta Kerja), yang sejak awal isinya banyak mendapat kritik dan penolakan dari serikat pekerja dan elemen masyarakat lain.
“ASPEK Indonesia mendesak Pemerintah untuk menarik kembali RUU Cipta Kerja yang saat ini sedang dibahas di DPR, karena RUU Cipta Kerja hanya menguntungkan pemodal/pengusaha dan sangat merugikan pekerja maupun calon pekerja. RUU Cipta Kerja akan menghilangkan kepastian jaminan kerja, jaminan upah dan jaminan sosial, sehingga rakyat akan semakin sulit mendapatkan kesejahteraan dan keadilan sosial yang menjadi haknya.” tegas pemimpin tertinggi ASPEK Indonesia ini.
Batalkan Kartu Prakerja
Selain itu, ASPEK Indonesia juga menuntut kepada Pemerintah untuk membatalkan program Kartu Prakerja yang dinilainya sangat tidak bermanfaat dan hanya menghambur-hamburkan uang rakyat.
“Saat ini rakyat butuh makan, tidak butuh pelatihan online. Jangan menjebak rakyat dengan janji manis kartu prakerja yang manfaatnya tidak dirasakan oleh rakyat!” kata Mirah.
Menurut dia, anggaran sebesar 5.6 Triliun untuk program Kartu Prakerja sebaiknya dialihkan untuk memberikan bantuan langsung kepada msayarakat dan sebagai jaring pengaman bagi korban PHK dampak pandemic Covid 19.
Dalam hal.ini, Mirah meminta DPR juga harus tegas untuk meminta dihentikannya program Kartu Prakerja yang diduga sarat dengan patgulipat dan cuma bagi-bagi proyek.
Minta KPK Turun Tangan
Mirah pun meminta agar Komisi Pemberantasan Korupsi juga harus tegas dan jujur dalam menegakkan hukum di Indonesia.
“Selamatkan uang rakyat! Jangan sampai justru di tengah wabah dan jutaan pekerja kehilangan pekerjaan, ada pihak-pihak yang mengambil keuntungan untuk memperkaya diri dan kelompoknya dari uang rakyat!” tandasnya.
“Atas nama seluruh pengurus dan anggota ASPEK Indonesia, kami ucapkan Salam Perjuangan! Salam Hari Buruh Internasional atau May Day tahun 2020, yang akan menjadi catatan penting dalam sejarah dunia dan Bangsa Indonesia!” demikian ASPEK Indonesia.
(RedHuge/Lapan6online)