“Berdasarkan riset Indonesia-National Adolescent Mental Health Survey 2022, diperkirakan setidaknya satu dari tiga anak usia 10-13 tahun memiliki masalah kesehatan mental,”
Oleh : Yolanda Anjani
BELAKANGAN ini kesalahan dalam bersosial media kembali menjadi sorotan publik. Walaupun setiap harinya selalu ada postingan tidak mendidik, bahkan termasuk kedalam postingan tidak layak, tetapi postingan yang belakangan ini viral di sosial media sudah sangat kelewat batas, terlalu vulgar, dan dapat merusak pemikiran anak-anak, generasi muda, dan semua khalayak.
Tidak dimungkiri bahwa kemajuan teknologi memberi pengaruh positif dan negatif terhadap kehidupan manusia. Informasi apapun semakin mudah dan cepat didapat.
Hanya saja yang menjadi permasalahan adalah konten media sosial saat ini sudah sangat tidak terkendali. Berdasarkan riset Indonesia-National Adolescent Mental Health Survey 2022, diperkirakan setidaknya satu dari tiga anak usia 10-13 tahun memiliki masalah kesehatan mental. Proporsi yang sama juga terjadi pada remaja usia 14-17 tahun.
Apabila dibedah berdasarkan jenisnya, setidaknya 10,6 persen responden generasi muda mengalami masalah terkait dengan pemusatan perhatian atau hiperaktivitas (ADHD).
Ini adalah masalah kesehatan mental nomor dua terbesar yang dialami anak dan remaja setelah kecemasan. Sejumlah riset menunjukkan, ada kaitan antara konsumsi media sosial dan risiko timbulnya masalah pemusatan perhatian.
Hubungan kedua variabel ini diuji Litbang Kompas berdasarkan data Profil Anak 2020 yang disusun Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA). (kompas.id, 10/7/23).
Dalam kesehatan mental saja, media sosial dapat memberikan pengaruh buruk bagi penggunanya, termasuk anak-anak saat ini. Sudah dibuktikan dengan riset yang telah dilakukan. Jika kita teliti dan pahami apa yang sebenernya terjadi dalam negeri kita, kurangnya pemahaman ajaran islam secara kaffah di lingkungan masyarakat menjadi salah satu penyebabnya. Sekarang ini agama hanya dijalankan sebagai ritual saja, tidak menjadi pengatur dan pedoman dalam kehidupan.
Selain lemahnya pemahamam islam, kerusakan yang terjadi di negeri kita ini juga disebabkan sistem sekuler kapitalis. Agama pun dipisahkan dalam kehidupan, sehingga konten-konten tidak mendidik, yang mengandung pornografi, pornoaksi, kejahatan, kekerasan dan lainnya terekspos bebas dalam sosial media. Sungguh rusaknya negeri ini akibat dari sistem yang bukan menerapkan islam. Lantas, bagaimana penggunaan media sosial seharusnya dalam islam?
Dalam Islam, media sosial didaulat sebagai sarana menebarkan kebaikan dan untuk syiar dakwah Islam, baik di dalam maupun di luar negeri. Lebih dari itu, medsos juga sebagai alat kontrol serta memiliki peran politis dan strategis, yakni sebagai benteng penjaga umat dan negara. Sekaligus medsos sebagai sarana edukasi umat dalam rangka mendukung penerapan dan pelaksanaan syariat Islam.
Konten-konten yang melanggar syariat Islam tidak akan diberikan ruang dan diharamkan. Khilafah senantiasa mengontrol kerja media dengan ketat dan memastikan konten berita tidak mendatangkan mudarat, menyebarkan pemikiran kufur, dan budaya yang menyimpang dari aturan Allah Taala.
Khilafah akan memberikan sanksi tegas kepada pelaku pelanggaran. (muslimahnews.net) Oleh sebab itu, negeri ini sudah sangat membutuhkan sistem yang menerapkan ajaran Islam sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Sistem Islam menjadi solusi satu-satunya, sebab Allah telah menerapkan segala aturan yang adil didalamnya. Bukan hanya masalah mengenai konten sosial media yang tidak bermanfaat, namun segala konflik dapat diselesaikan dalam islam dengan solusi terbaik.
“Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain -Nya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya)”. (QS al-A’raaf: 3). Wallahu’alam Bishawab. (*)
*Penulis Adalah Aktivis Dakwah