OPINI | POLITIK | NUSANTARA
“Kesuksesan hidup diartikan mampu meraih materi sebanyak-banyaknya. Sehingga tampak wajar bila generasi hari ini berlomba-lomba mengumpulkan materi sebanyak-banyaknya untuk memenuhi rasa bahagia dalam hidupnya,”
Oleh : Anisa Bella Fathia, S.Si.,
SCBD atau Sudirman Central Business District sebuah kawasan bisnis yang ada di Jakarta Selatan sedang ramai diperbincangkan. Kawasan SCBD sendiri terdiri dari berbagai bangunan, mulai dari gedung perkantoran, pusat perbelanjaan, hotel, kondominium, hingga tempat hiburan.
Daerah itu termasuk salah satu lokasi elit di Jakarta dan menjadi mimpi banyak orang untuk bekerja dan menjadi karyawan. Para karyawan di SCBD bahkan sampai viral juga beberapa waktu lalu, karena disebut-sebut bergaji besar dan berpenampilan sangat elegan saat bekerja (Tribun Pekanbaru.com, 19/7/22).
Namun kini, justru SCBD memiliki singkatan yang menarik yakni Sudirman, Citayam, Bojong gede, Depok. Maksudnya adalah para remaja yang nongkrong di kawasan pintu masuk Stasiun Sudirman Jakarta adalah orang-orang yang yang berasal dari daerah Citayam, Bojong Gede dan Depok.
Fenomena SCBD atau Citayam Fashion Week di SCBD bermula dari viralnya video-video di media sosial TikTok dan Instagram. Video-video itu menunjukkan wawancara hingga aksi para remaja yang berkumpul di kawasan Sudirman.
Video tersebut menunjukkan wawancara yang kerap kali mengundang gelak tawa, tak sedikit yang menampilkan aksi para remaja yang diketahui berasal dari Citayam-Bojong Gede itu mengenakan berbagai mode pakaian dengan gaya fashion kekinian. Dari situlah muncul istilah ‘Citayam Fashion Week’, mereka adu kebolehan akan style atau gaya berbusana jalanan masa kini. (detikNews.com, 10/7/22).
Fenomena ini pun ditanggapi oleh gubernur, pihaknya berupaya membangun ruang ketiga sebagai fasilitas yang menyetarakan dan mempersatukan. Ruang ketiga adalah ruang kita bersama di antara ruang pertama (rumah) dan ruang kedua (tempat kerja/belajar).
Ia mempersilakan siapa pun untuk dapat memanfaatkan ruang tersebut dengan cara dan ekspresinya masing-masing namun tetap menjaga kebersihan dan ketertiban (detikNews.com, 10/7/22).
Sejak kemunculan fenomena Citayam Fashion Week, daerah kawasan SCBD ini semakin ramai dikunjungi remaja. Ada beragam motivasi yang membuat mereka datang ke lokasi tersebut, di antaranya mejeng, menghilangkan penat, dan lain-lain.
Namun mayoritas dari mereka menjawab bahwa mereka hadir di Citayam Fashion Week tersebut sebagai penghilang ‘gabut’. Ada juga beberapa dari mereka datang untuk sekadar bergaul, mencari kenalan baru, hingga mencari lawan jenis. Bahkan tak sedikit juga mereka yang memilih putus sekolah untuk mencari uang dengan memilih ngonten.
Ironi, inilah potret generasi hari ini dalam sistem sekuler liberal. Generasi remaja sibuk menghabiskan waktu untuk nongkrong menyalurkan eksistensi diri. Alih-alih mencari uang namun dengan mengorbankan kewajiban menuntut ilmu dan lebih memilih menjadi konten kreator dengan menghasilkan tontonan yang tidak ada tuntunan.
Hal tersebut amat wajar dalam sistem sekuler, karena peran agama dijauhkan dari kehidupan. Agama hanya ada di masjid atau di rumah-rumah. Sekolah pun mencetak generasi yang sekuler, pandai dalam akademik namun abai dalam ilmu agama.
Kesuksesan hidup diartikan mampu meraih materi sebanyak-banyaknya. Sehingga tampak wajar bila generasi hari ini berlomba-lomba mengumpulkan materi sebanyak-banyaknya untuk memenuhi rasa bahagia dalam hidupnya. Tidak peduli apakah pekerjaan itu halal atau haram, bermanfaat atau tidak bermanfaat.
Padahal, masa muda adalah masa mencari jati diri, masa membuktikan eksistensi diri, dan masa mencari sesuatu yang ingin diraih. Pada usia ini, manusia memiliki banyak keunggulan diantaranya kekuatan fisik yang mendukung, fikiran yang masih fresh, dan semangat yang membara.
Namun hal ini harus dikontrol agar potensi ini tidak menjerumuskan ke dalam hal-hal yang akan membawa keterpurukan di masa mendatang.
Seharusnya masa muda adalah masa pembekalan dan persiapan diri karena kelak akan dipertanggungjawabkan di hari akhir.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Rasulullah SAW, “Tak akan bergeser kedua kaki manusia pada hari kiamat sampai selesai ditanya tentang empat perkara, yaitu tentang umurnya, dihabiskan untuk apa; tentang masa mudanya, dipergunakan untuk apa; tentang hartanya, darimana diperoleh dan untuk apa dibelanjakan; dan tentang ilmunya, apakah sudah diamalkan” (HR At-Tarmidzi).
Islam memandang pemuda sebagai orang-orang yang mempunyai motivasi tinggi memajukan peradaban dan diharapkan mampu menjadi penggerak dalam menegakkan peradaban.
Dalam Sirah Nabawiyah kita bisa menemukan banyak dari pemuda dengan kisah yang luar biasa yang menjadi sahabat Rasulullaah, seperti Mus’ab bin Umair dengan kecerdasannya, Rasulullah SAW mengutusnya untuk mendakwahi penduduk Yatsrib. Usamah bin Zaid yang dikenal sebagai panglima perang termuda di zaman Rasulullah.
Kemudian al-Fatih ketika usianya masih 19 tahun telah memimpin perang dan berhasil menaklukkan Konstatinopel yang sekarang kita tahu sebagai Istambul Turki.
Keimanan yang kokoh serta pola pikir islami menancap pada diri pemuda Islam membuat mereka produktif dalam menjalani hidup dan menghabiskan masa muda. Karena mereka yakin, usia mereka akan dipertanggungjawabkan kelak di yaumil akhir.
Pendidikan yang diajarkan langsung oleh Rasulullah SAW dengan asas akidah Islam, membuat mereka senantiasa menjadikan ridha Allah sebagai satu-satunya standar kebahagiaan dalam hidup, bukan materi, prestise ataupun popularitas.
Di masa mudanya, pemuda Islam senantiasa melakukan hal-hal yang bermanfaat dan berkontribusi bagi umat. Berlatih mengasah potensi diri semata-mata untuk dakwah dan mengharap ridha Allah. Hiburan bagi mereka adalah pena dan kitab, tak jauh dari ilmu.
Sehingga tak ada istilah ‘gabut’ kemudian nongkrong-nongkrong seperti hari ini. Sahabat, tanyakan kembali pada hati yang Allah beri fitrah baik, “Mengapa ingin ke Citayam Fashion Week?” [*]
*Penulis Adalah Anggota Komunitas Muslimah Menulis Depok