OPINI
“Bagi para kapitalis hari ini apapun akan dilakukan selama dapat menghasilkan uang. Semakin tergambar oleh kita bahwa media dalam sistem kapitalisme menderaskan arus liberalisasi dan sekularisasi,”
Oleh : Zhuhriana Putri
KOMISI Penyiaran Indonesia (KPI) menegaskan selama bulan Ramadhan 2021 siaran televisi diperketat. Lembaga penyiaran diminta untuk tidak menampilkan muatan yang mengandung lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT), hedonistik, mistik/horor/supranatural, praktik hipnotis atau sejenisnya.
KPI juga mengimbau untuk tidak menampilkan muatan yang mengeksploitasi konflik dan/atau privasi seseorang, bincang-bincang seks, serta muatan yang bertentangan dengan norma kesopanan dan kesusilaan.
Panduan itu termuat dalam Surat Edaran Nomor 2 tahun 2021 tentang Pelaksanaan Siaran Pada Bulan Ramadhan (DeskJabar, 24/03/2021). Dikutip dari Tirto.id (20/03/2021), setidaknya terdapat 14 poin aturan yang diminta KPI ke lembaga penyiaran.
Aturan yang akan diberlakukan selama Ramadhan ini membuktikan bahwa sekularisasi sedang berjalan di negeri ini. Islam hanya dipahami sebagai ibadah ritual seperti shalat, puasa, zakat, dan haji.
Negara akan mendukung pelaksanaan ibadah ritual seluruh agama tak terkecuali Islam. Namun, di luar ibadah ritual negara memberlakukan hukum buatan manusia. Bukan diambil dari aturan Sang Pencipta manusia.
Padahal kewajiban menjalankan puasa sama halnya dengan kewajiban menjaga pandangan dari hal-hal yang dapat membangkitkan syahwat. Pornografi dan pornoaksi yang ditayangkan para industri perfilman dan sebagainya akan menjadi stimulan seks terutama bagi remaja.
Rangsangan ini akan terus terakumulasi dan sulit dihilangkan jika berhubungan dengan pemikiran yang ada dibenaknya. Sehingga muncul gelora syahwat yang menuntut pemenuhan. Bagi orang yang tidak mampu meredam gejola seks ini, mereka akan melampiaskannya secara liar.
Seperti beberapa kasus pemerkosaan yang bahkan dilakukan remaja sekolah. Parahnya lagi, konten-konten yang merusak tersebut justru dianggap membawa keuntungan bagi para pengusaha.
Atas nama tuntutan pasar, mereka terus memproduksi film, sinetron, dan iklan yang memamerkan aurat dan gerakan-gerakan erotis. Bagi para kapitalis hari ini apapun akan dilakukan selama dapat menghasilkan uang. Semakin tergambar oleh kita bahwa media dalam sistem kapitalisme menderaskan arus liberalisasi dan sekularisasi.
Sungguh berbeda dalam negara Islam, media dijadikan sebagai sarana menebar kebaikan, sebagai alat kontrol, dan sarana syiar dakwah Islam bagi di dalam maupun luar negeri.
Dengan kata lain, media memiliki peran politis dan strategis sebagai benteng penjaga umat dan negara sehingga suasana taat terus tercipta dan wibawa negara terus terjaga. Dalam pandangan Islam, media massa merupakan media komunikasi massal yang berfungsi menciptakan opini publik yang kemudian akan menjadi opini umum.
Pembentukan opini umum adalah hal yang gak bisa disepelekan dalam sistem Islam. Di dalam negeri, media massa berfungsi untuk membangun masyarakat islami yang kokoh. Di luar negeri, ia berfungsi untuk menyebarkan Islam baik dalam suasana perang maupun damai. Untuk menunjukkan keagungan ideologi Islam sekaligus membongkar kebobrokan ideologi kufur buatan manusia.
Dalam konteks pornografi, negara dalam Islam wajib melarang tayangan-tayangan yang mengandung konten-konten pornografi atau yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Memblokir semua situs-situs yang berbau pornografi.
Melakukan sensor pada semua tayangan yang akan ditampilkan di media televisi maupun media sosial. Melarang majalah, koran, siaran televisi dan situs-situs milik asing untuk beredar bebas.
Semua ini dilakukan tidak hanya pada bulan tertentu semisal Ramadhan, akan tetapi diberlakukan sepanjang waktu. Demikianlah terbukti hanya media dalam Islam yang akan menyelamatkan umat manusia dari segala tayangan buruk yang berbau pornografi karena Islam memiliki aturan yang tegas dan jelas. (*)
*Penulis Adalah Aktivis Mahasiswa