Oleh: Hugeng Widodo, Eks Pemimpin Redaksi Berita360.com, (“)
Jakarta, Lapan6online.com : Mantan Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Surabaya, Drs Sapari Apt MKes memang telah memenangkan perkara gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta melawan Kepala Badan POM (BPOM) DR Ir Penny Kusumastuti Lukito MCP dalam sengketa surat keputusan (SK) pemberhentian Sapari dari jabatannya.
Objek sengketa dalam perkara gugatan Sapari adalah membatalkan SK Pemberhentian tersebut. Namun kemenangan Sapari masih belum berkekuatan hukum tetap, sebab Kepala BPOM masih berupaya untuk meneguhkan SK Pemberhentian Sapari yang ditandatanganinya, upaya yang dilakukan Kepala BPOM untuk mengatasi kekalahannya adalah dengan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Jakarta hingga mengajukan “kasasi”.
Namun, Majelis Hakim di PT TUN Jakarta telah memutuskan untuk “menguatkan” putusan PTUN Jakarta, yang kemudian dibalas kepala BPOM dengan mengajukan kasasi.
Namun, jika menelisik dari hasil pertimbangan Majelis Hakim PT TUN Jakarta tersebut, bahwa dalam memori banding maupun kontra memori banding yang diajukan Pembanding (Kepala BPOM) tidak terdapat hal-hal baru yang dapat dipakai pertimbangan hukum untuk membatalkan putusan tingkat pertama dan tingkat banding, maka ada kemungkinan, di tingkat kasasipun, tidak ada hal baru yang dapat membatalkan putusan PTUN Jakarta dan PT TUN Jakarta tersebut.
Publik pun harap-harap cemas menanti putusan Mahkamah Agung (MA) di tingkat Kasasi dalam sengketa kedua pejabat tinggi di Badan POM ini.
Diketahui, Sapari pertama kali mengajukan gugatan hukum terhadap Kepala BPOM pada tanggal 17 Desember 2018 di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Perkara ini dikenal sebagai gugatan pertama Sapari atas Kepala BPOM.
Objek sengketa dalam perkara gugatan Sapari yang pertama itu, adalah Surat Keputusan (SK) Pemberhentian dari Jabatannya sebagai Kepala Balai Besar POM di Surabaya. SK yang dibuat oleh Kepala BPOM dinilai tidak sesuai ketentuan prosedur yang diatur dalam UU ASN. Salah satu yang menguatkan gugatan Sapari adalah kesaksian dari Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) di persidangan.
KASN memberi kesaksian di pengadilan bahwa proses pemberhentian Sapari tidak sesuai ketentuan prosedur UU no.5 tahun 2014 tentang ASN.
Gugatan Dikabulkan Majelis Hakim
Majelis Hakim PTUN Jakarta kemudian mengabulkan gugatan Sapari dengan putusan nomor 294/G/2018/PTUN.JKT tertanggal 8 Mei 2019. Dalam putusannya, Hakim Ketua, M Arief Pratomo SH MH, didampingi hakim anggota, Bagus Darmawan SH MH dan Nelvy Christin SH MH memutuskan mengabulkan secara keseluruhan gugatan Sapari atas tergugat Kepala BPOM.
Ada 5 poin yang diputuskan Hakim PTUN Jakarta, yaitu:
Pertama, Mengabulkan Gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
Kedua, Menyatakan batal atau tidak sah Surat Keputusan Kepala BPOM RI Nomor KP.05.02.1.242.09.18.4592 tanggal 19 September 2018, tentang Memberhentikan dengan Hormat PNS atas nama Drs. Sapari, Apt., M.Kes NIP. 195908151993031001 Pangkat/Gol. Pembina Tk. I (IV-b) dari Jabatan Ka BBPOM di Surabaya beserta lampirannya;
Ketiga, Mewajibkan Tergugat untuk mencabut Surat Keputusan Kepala BPOM RI Nomor KP 05.02.1.242.09.18.4592 tanggal 19 September 2018, tentang Memberhentikan dengan Hormat PNS atas nama Drs. Sapari, Apt., M.Kes, NIP 195908151993031001 Pangkat/Gol. Pembina TK.I (IV-b) dari Jabatan Ka BBPOM di Surabaya beserta lampirannya;
Keempat, Mewajibkan kepada Tergugat untuk merehabilitasi Penggugat berupa pemulihan hak Penggugat dalam kemampuan, kedudukan, harkat dan martabatnya seperti semula sebagai Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Surabaya;
Kelima, Menghukum Tergugat untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini.
Dalam putusan ini, Majelis Hakim telah memerintahkan Kepala BPOM untuk mencabut SK Pemberhentian Sapari dan harus mengembalikan jabatan Sapari sebagai Kepala BBPOM di Surabaya serta merehabilitasi harkat, martabat dan harga diri Sapari seperti semula.
Mengutip tulisan saya terdahulu yang dipublis di Akuratnews.com, diketahui, atas hasil putusan PTUN Jakarta nomor 294/G/2018/PTUN.JKT tertanggal 8 Mei 2019 yang mengabulkan seluruh gugatan Sapari, Kepala BPOM Penny K. Lukito kemudian mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Jakarta. Namun dalam putusannya, Majelis Hakim di tingkat PT TUN Jakarta telah menguatkan putusan sebelumnya di PTUN Jakarta dengan amar Putusan PT TUN nomor 226/B/2019/PT.TUN.JKT.
Sapari Menang di Pengadilan Tinggi TUN Jakarta
Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim PT TUN Jakarta diantaranya menyatakan, Menimbang, bahwa dalam memori banding maupun kontra memori banding tidak terdapat hal-hal baru yang dapat dipakai pertimbangan hukum untuk membatalkan putusan tingkat pertama; Menimbang, bahwa pertimbangan hukum selebihnya dari Majelis Hakim tingkat pertama diambil alih dan merupakan satu kesatuan sebagai pertimbangan hukum dalam memutus perkara ini;
Menimbang, bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas maka putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor 294/G/2018/PTUN.JKT, tanggal 8 Mei 2019 harus dikuatkan;
Menimbang, bahwa oleh karena putusan Nomor294/G/2018/PTUN.JKT dikuatkan maka sebagai pihak yang kalah dalam sengketanya, terhadap Tergugat atau Pembanding sesuai ketentuan pasal 110 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 dihukum membayar biaya perkara yang besarnya ditetapkan dalam diktum putusan;
Sedangkan dalam amar putusannya, Majelis Hakim PT TUN Jakarta menyatakan:
MENGADILI
(1) Menerima permohonan banding dari Tergugat/Pembanding; (2) Menguatkan putusan PTUN nomor 294/G/2018/PTUN.JKT tanggal 8 Mei 2019, yang dimohonkan oleh pembanding; (3) Menghukum Tergugat/Pembanding untuk membayar biaya perkara pada kedua tingkat pengadilan, yang untuk tingkat banding ditetapkan sebesar Rp250 ribu.
Petikan amar putusan Majelis Hakim yang diketuai oleh Hakim Ketut Rasmen Suta SH, dengan Hakim Anggota, Mohammad Husein Rozarius SH. MH dan H. Sugiya SH. MH dibantu oleh Panitera Pengganti Effendi SH. MH diputus pada Kamis 12 September 2019.
Menunggu Putusan Kasasi
Harap-harap cemas publik mencermati perkara Sapari versus Penny K. Lukito, sebab, perkara ini merupakan titik krusial bagi tegaknya keadilan di kalangan Aparatur Sipil Negara.
Mengingat setahun lebih Sapari belum juga menerima gaji yang menjadi haknya sejak diberhentikan dari jabatannya sebagai kepala BBPOM di Surabaya, maka jika menilik kesaksian KASN di pengadilan yang menyatakan bahwa proses pemberhentian Sapari tidak sesuai ketentuan prosedur UU no.5 tahun 2014 tentang ASN, maka besar harapan Sapari bahwa putusan Kasasi juga turut menguatkan putusan di PTUN dan PT TUN.
Namun begitu, kini semuanya kembali kepada tangan dan “hati nurani” majelis Hakim di tingkat Kasasi, sebagaimana kerap disebutkan Sapari, “Dalam mencari keadilan dan kebenaran demi martabat anak isteri”. (*)