“Tahun pemilu selalu produksi dan eskpornya naik. Lalu karpet merah digelar lagi dengan diangkatnya revisi UU minerba,”
Jakarta, Lapan6online.com : Rancangan Undang-undang (RUU) Mineral dan Batu Bara (Minerba) Nomor 4 Tahun 2009 banyak mendapat tentangan dari sejumlah tokoh ekonom. RUU Minerba ini dianggap hanya menguntungkan kalangan pengusaha atau Taipan batu bara.
RUU Minerba yang masuk prolegnas 2020 dinilai mengandung banyak pasal bermasalah, tapi DPR tetap ingin pembahasan segera dirampungkan. Meski sudah didemo, diprotes, dikritik, dan ditunda berkali-kali, hari ini diam-diam dijadwalkan untuk disahkan.
Puncaknya, setelah menggelar rapat kerja selama lebih dari 7 jam, Komisi VII DPR RI dan pemerintah akhirnya sepakat untuk segera mengesahkan RUU Minerba Nomor 4 Tahun 2009.
Mengutip Kompas disebutkan, keputusan tersebut diambil dalam rapat kerja Komisi VII DPR bersama Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (11/5/2020).
“Apakah kita sepakat agar RUU Minerba untuk dilakukan pembahasannya pada pembicaraan tingkat II dalam sidang paripurna DPR?” kata Wakil Ketua Komisi VII Eddy Soeparno.
“Setuju,” jawab para anggota yang hadir dalam rapat kerja. Partai Demokrat menjadi satu-satunya fraksi yang menolak revisi UU Minerba.
Pembahasan RUU Minerba dibahas pasal demi pasal, ini merupakan pengambilan keputusan tingkat pertama di DPR yang dibahas di tingkat komisi. Selanjutnya akan di bawah tingkat dua sidang paripurna untuk diundangkan.
“Dari sembilan fraksi yang sampaikan pandangan, satu pengecualian yakni fraksi demokrat dan fraksi PKS yang akan memberikan pandangannya besok ke kami,” ujar Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno, dikutip CNBC Indonesia, 11 Mei 2020.
Ia memaparkan bahwa seluruh fraksi pada intinya menyetujui untuk membahas lebih lanjut pada pembicaraan tingkat dua dalam sidang paripurna.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyampaikan hasil dari pembahasan yang telah dilakukan tim Panja RUU Minerba, secara total akan merubah 143 pasal dari 217 pasal.Ini sekitar 82% dari jumlah pasal yang ada di dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009.
Secara rinci ada 51 pasal ditambah, 83 pasal diubah, dan 9 pasal dihapus. Arifin mengatakan jumlah pasal yang mengalami perubahan ini sangat banyak.
Untungkan Taipan Batu Bara
Sebelumnya, disarikan dari katadata.co.id, Ekonom Senior Faisal Basri justru berpendapat rancangan beleid itu hanya memberi keuntungan bagi taipan batu bara. Apalagi, menurut dia, petinggi negeri ini banyak yang memiliki konsesi atau dekat dengan pengusaha batu bara. Hal itu terlihat dari peningkatan produksi dan ekspor batu bara setiap tahun pemilu.
Pada pemilu tahun lalu, produksi batu bara mencapai 615 juta ton, tertinggi sepanjang sejarah. Sedangkan nilai ekspornya mencapai US$ 19 miliar.
“Tahun pemilu selalu produksi dan eskpornya naik. Lalu karpet merah digelar lagi dengan diangkatnya revisi UU minerba,” kata Faisal dalam video conference, Rabu 14 April 2020 lalu.
Tak sampai di situ, pemerintah juga menerbitkan Omnibus Law untuk memberikan solusi perpanjangan kontrak pertambangan. Apalagi dalam rancangan aturan tersebut, perusahaan yang masa kontraknya habis tidak perlu melalui mekanisme lelang. Dalam aturan Omnibus Law disebutkan kontrak karya maupun Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yang akan menjadi Perizinan Berusaha Pertambangan Khusus (PBPK) tak perlu melalui mekanisme lelang.
Padahal dalam aturan sebelumnya disebutkan PKP2B yang habis kontrak harus menjadi IUPK. Selain itu, wilayah tambang PKP2B bisa dimiliki oleh BUMN dan atau BUMN dengan cara lelang atau prioritas. Selain itu, Faisal menyebut enam PKP2B generasi pertama masa kontraknya akan berakhir pada tahun ini dan tahun depan.
Sistemik dan Masif
“Nanti di pasal RUU itu ada pengajuan perpanjangan diubah dua tahun jadi lima tahun. Jadi 2020 bisa diurus perpanjangan. Ini luar biasa sistemik, masif” ujar Faial.
Adapun enam PKP2B itu terdiri dari PT Arutmin Indonesia, PT Kaltim Prima Coal, PT Multi Harapan Utama, PT Adaro Indonesia, PT Kideco Jaya Agung, dan PT Berau Coal. Faisal menyebut enam PKP2B tersebut telah menguasai 70 persen produksi nasional batu bara.
Menurut Faisal, hal itu terjadi karena adanya keterlibatan seorang menteri kordinator yang mempunyai perusahaan baru bara. Ditambah keponakan sang menteri juga menjadi ketua asosiasi batu bara yang cukup besar di Indonesia.
“Kebijakannya lobi ESDM harga DMO US$ 70 per metrik ton sebatas enam perusahaan waktu Jonan. Saya tidak tahu menteri sekarang seberapa berada di ketiak perusahaan-perusahaan,” kata Dia.
Selain itu, Faisal menilai pengusaha batu bara mempunyai pengaruh yang cukup besar dan kuat dalam menentukan pejabat tinggi di negeri ini. Bahkan, para taipan tersebut dapat menentukan Presiden, Gubernur, hingga Walikota.
“Demokrasi jalan tapi pengendalinya antara lain kaum taipan batu bara. Itu memperkokoh terjadinya korporatokrasi di Indonesia,” tandasnya.
Waspadai Perpanjangan Kontrak
Berbeda dengan Faisal Basri, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengkritik RUU Minerba yang telah disahkan oleh DPR dan pemerintah.
Dalam paparannya seperti dikutip Lapan6online dari CNBC Indonesia pada 11 Mei 2020 ini, Hikmahanto pertama-tama menekankan dan mengevaluasi Undang-Undang Mineral dan Batu Bara Nomor 4 Tahun 2009 , dimana dari pihak pemerintah sendiri banyak keluhan karena terdapat aturan yang tak bisa dan sulit dijalankan.
Ini perlu dilihat lagi apa yang membuat sebuah undang-undang bisa tak jalan, apakah perumusan aturannya atau sisi law enforcement yang kurang. Jika tidak berhati-hati dalam menyusun regulasi, ia khawatir hal serupa juga akan terjadi di RUU Minerba.
Salah satu contoh yang ia singgung adalah soal aturan perpanjangan kontrak, menurutnya yang membuat tidak pasti dan investor jadi berharap adalah bunyi aturannya.
Ia memberi contoh soal nasib kontrak Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dikatakan akan selesai setelah 30 tahun.
Kontrak yang sudah habis ini kemudian mendapatkan kepastian untuk bisa diperpanjang lagi. Menurutnya jika kontrak sudah berakhir mestinya ya berakhir saja. Kecuali jika pemerintah ingin memperpanjang, bukan malah memberikan kepastian untuk diperpanjang.
Posisi pemerintah, tidak untuk menjamin perpanjangan kontrak investor, bukan memberikan semacam janji perpanjangan 10 tahun.
“Investor ketika lihat regulasi harus tahu ada limitasi, sehingga usaha berdasar limitasi. Jangan sampai melihat bahwa perpanjangan itu given, ini mesti diwaspadai.” (*)
(*/RedHuge/Lapan6online)