HUMANIORA
“Tanah saya tempati ini bukan punya saya. Tapi punya orang lain. Selain bekerja sebagai buruh pabrik, Tusiba juga berkebun menanam sayur-sayuran di samping rumah pohon rambutan,”
Lapan6OnlineKalTim | Berau : Seorang warga Kampung Bebanir Bangun, Kecamatan Sambaliung, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur tinggal di sebuah pohon rambutan. Dengan membangun pondok kecil di sela-sela batang pohon, warga tinggal di rumah tersebut bersama anaknya.
Tusiba, nama warga tersebut, memang hidup memprihatinkan. Wanita ini bersama anak perempuannya yang berusia 9 tahun hidup di rumah yang dibangun di pohon rambutan bersebelahan dengan kandang sapi.
Sebenarnya, bangunan di atas pohon rambutan itu bukan rumah, namun lebih mirip gubuk. Ukurannya pun sangat kecil.
Tusiba dan anaknya tidur di lantai atas yang dihubungkan dengan tangga kayu terbuat dari batang pohon. Sementara lantai bawah yang beralas tanah diisi dengan perabotan rumah tangga.
Tusiba memilih tinggal di rumah pohon rambutan miliknya karena ingin hidup mandiri, serta tidak ingin menambah beban ekonomi kedua orang tuanya.
“Orang tua saya juga hidup susah dan rumahnya juga kecil. Mending saya tinggal di sini dari pada menambah beban orang tua,” kata Tusiba, pada Selasa (5/10/2021).
Selain hidup memprihatinkan di rumah pohon, tanah yang ditempatinya sekarang bukanlah hak miliknya, tetapi tanah milik orang lain yang dipinjam.
“Tanah saya tempati ini bukan punya saya. Tapi punya orang lain,” ujar Tusiba.
Selain bekerja sebagai buruh pabrik, Tusiba juga berkebun menanam sayur-sayuran di samping rumah pohonnya.
“Selain dikonsumsi sendiri, hasil menanam sayur saya jual ke pasar untuk tambahan biaya hidup dan sekolah anak,” tambahnya.
Meski demikian, Tusiba mengaku Bahagia. “Walau hidup sederhana, kami cukup bahagia,” sambungnya.
Keputusan Sendiri
Sementara itu, Syamsul Arifin ayah kandung Tusiba juga sebenarnya tidak rela anak dan cucunya memilih tinggal di rumah pohon tersebut.
“Itu keputusannya, saya tidak bisa juga melarang keinginannya, dari pada nanti dia kabur entah kemana,” tutur Syamsul Arifin, Ayah kandung Tusiba.
Diceritakan Syamsul, Tusiba telah lama bercerai dengan suaminya. Ia memanggil anaknya pindah dari Pulau Jawa ke Berau untuk mencari pekerjaan.
“Tiga bulan tinggal di rumah saya. Karena alasan sudah punya anak dia memutuskan untuk cari tempat tinggal baru. Lalu saya buatkan rumah pohon itu dan saya sambungkan kabel dari rumah untuk kebutuhan listriknya,” jelasnya.
Syamsul Arifin juga mengungkapkan cukup merasa lega karena hidup tidak jauh dari anak dan cucunya. Ia bisa saja memantau kondisi anak cucunya meski tidak tinggal satu rumah.
“Kadang kalau butuh apa-apa sering di rumah karena rumah saya juga tidak jauh dari tempatnya. Kadang kalau hujan, dia numpang tidur di rumah,” terangnya.
“Saya lega dan bahagia karena masih bisa hidup berdampingan dengan anak cucu meski tidak satu rumah,” pungkasnya.
Keputusan Tusiba untuk hidup mandiri meski di sebuah gubuk di atas pohon memang cukup beralasan. Rumah orangtuanya juga memprihatinkan dan ukurannya sangat kecil.
Karena Tusiba memiliki seorang anak, sehingga dia merasa lebih nyaman tinggal sendiri meski sangat sederhana. Selain menunggu panggilan pekerjaan untuk menjadi buruh di sebuah pabrik, Tusiba juga bertugas menjaga sapi yang diternakkan di kandang sapi di sebelah rumah mungilnya. (*Red/Lptn6)
*Sumber : Liputan6.com