“Sertifikat Hak Guna Bangunan yang dikeluarkan oleh Badan Pertahanan Nasional, tidak jelas. Karena sertifikat HGB tersebut diterbitkan atas tanah yang dikuasai oleh Penggugat. Dimana atas tanah tersebut telah berdiri rumah, bahkan terdapat makam keluarga juga disitu,”
Pontianak/Kalimantan Barat – Lapan6Online : Pemilik lahan seluas kurang lebih tiga hektar di Pantai Kura-Kura, Desa Tanjung Gundul, Kecamatan Sungai Raya Kepulauan, Kabupaten Bengkayang, Pontianak, Kalbar, Hj Ilma (80) melalui kuasa hukumnya H Daniel Edward Tangkau SH menggugat PT GCL Indo Tenaga ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Pontianak.
Dalam perkara Nomor 49/G/2018/PTUN-PTK. penggugat (nenek Ilma) mencari keadilan atas tanah yang telah dikuasai keluarganya secara turun temurun. Hal ini dibuktikan dengan SKT tahun 1965 dan diperpanjang dengan Surat Pernyataan yang ditanda tanganinya pada 7 April 1997, dengan disaksikan oleh Camat dan Kepala Desa setempat.
Persoalan hukum ini berawal ketika PT GCL Indo Tenaga ingkar janji untuk membayar ganti rugi senilai Rp 900 Juta, untuk pembebasan lahan yang telah ditempati nenek Ilma sejak tahun 1960.
Disaat peradilan perkara tersebut masih berjalan proses hukumnya, pada Sabtu (22/12/2018), bangunan yang berdiri diatas lahan milik sang nenek dibongkar secara paksa oleh Pemerintah Kabupaten Bengkayang dengan dibantu aparat Kepolisian dan TNI.
Daniel menjelaskan, PT GCL telah membebaskan tanah tanpa melalui prosedur yang berlaku di pemerintahan, karena jika melalui prosedur pemerintah pastilah ada Panitia Sembilan.
“Dalam hal ini tidak pernah ada dibentuk Panitia Sembilan,” kata Daniel menjelaskan pada awak media di Jakarta Pusat, Minggu (20/1/2019).
Kuasa hukum nenek Ilma ini juga mempertanyakan Hak Guna Bangunan (HGB) yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN)) Kabupaten Bengkayang diatas tanah ber SKT milik kliennya.
“Sertifikat Hak Guna Bangunan yang dikeluarkan oleh Badan Pertahanan Nasional, tidak jelas. Karena sertifikat HGB tersebut diterbitkan atas tanah yang dikuasai oleh Penggugat. Dimana atas tanah tersebut telah berdiri rumah, bahkan terdapat makam keluarga juga disitu,” ungkap Daniel.
Daniel menyayangkan, bahwa saat proses hukum di Pengadilan Negeri Bengkayang sedang berlangsung, tetapi PT GCL telah mengambil tindakan secara sepihak dengan menggusur bangunan milik kliennya, dengan menggunakan alat berat dibantu dengan petugas Satpol PP, Kepolisian dan TNI tanpa mengindahkan peradilan yang sedang berjalan proses hukumnya.
“Belum ada keputusan pengadilan, kenapa PT GCL lebih dulu mengeksekusi, dengan dalih berdasarkan Perda. Jika ada Perda kenapa tidak ada sosialisasi ke masyarakat,” tegasnya.
Daniel mengatakan bahwa akan terus mencari keadilan, walau sampai ke Presiden RI.
“Apalagi ini adalah perusahaan yang Direktur Utamanya dipimpin oleh WNA asal RRC, yang secara leluasa melakukan perbuatan sewenang-wenang tanpa mengindahkan hukum di Indonesia,” beber Daniel.
Berdasarkan keterangan yang didapatkan Daniel dari Kementerian Agraria, bahwa PT GCL Indo Tenaga dalam mengusahakan lahan tersebut dengan menggunakan dana swasta murni, bukan bersumber dari APBN.
Ia menjelaskan, lahan milik warga yang berada di Desa Tanjung Gundul itu akan dikelola terlebih dahulu oleh PT GCL Indo Tenaga, sebelum dijual kembali untuk kepentingan proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
“Ini jelas merupakan kebohongan publik. Apalagi sampai dapat menggerakkan aparatur pemerintahan. Penggusuran ini tidak punya kekuatan hukum tetap, karena Proses Peradilan sedang berjalan,” ujar Daniel. Rizal/Red