“Saya sebagai putra asli kelahiran pulau Bangka ingin menegaskan kepada bapak Amri Cahyadi atau siapa pun yang ada di Bangka, jangan coba-coba membongkar ornamen-ornamen dan gapura serta simbol tempat pemujaan patung dan gerbang tertentu tersebut di Bangka,”
Jakarta, Lapan6Online : Sesuai pemberitaan yang saya baca dan saya kutib dari media massa online Babel Review dan Rakyat Pos serta Tempo yang dimuat pada tanggal 10 Januari 2020 dengan judul “Wakil Ketua DPRD Minta Ornamen China dibongkar.
Di dalam isi berita tersebut ada pernyataan dari *”Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bangka belitung (BABEL) meminta keras agar pemerintah daerah dapat menginventarisir dan membongkar ornamen-ornamen yang menyerupai simbol budaya China di Bangka, seperti tempat pemujaan patung, gapura, gerbang dan sebagainya.”*
Oleh sebab itu, tolong kawan-kawan di Bangka-Belitung sampaikan kepada yth: Wakil Ketua DPRD BABEL bapak Amri Cahyadi, kasih tahu, bahwa di Bangka tidak ada pembangunan gerbang dan gapura serta tempat pemujaan patung dan pemasangan ornamen-ornamen milik orang China.
Kecuali di Bangka, mungkin sedikit banyak ada pendatang Warga Negara Asing (WNA) sebagai Turis atau Tenaga Kerja Asing (TKA), dan pastinya, apabila ada pendatang dari WNA tidak mungkin berani membangun segala sesuatu infrastruktur atau pemasangan ornamen-ornamen tertentu di Bangka yang tidak sesuai dengan budaya-budaya yang ada di Bangka dan tanpa adanya izin dari kantor administratif setempat.
Semestinya pak Amri Cahyadi sebagai seorang pejabat tinggi daerah Babel cukup paham akan prosedural administratif dan tata cara perizinan di Babel. Kegiatan dari budaya apa saja yang diperboleh dan yang tidak diperbolehkan, mungkin tidak asal bunyi.
Ada pun pemasangan ornamen-ornamen di gapura dan gerbang tertentu serta adanya tempat pemujaan patung yang mirip atau menyerupai dengan Budaya China di Bangka, pasti semuanya itu milik Warga Negara Indonesia (WNI) asli dari suku keturunan Tionghoa di Bangka yang sudah merupakan budaya turun temurun atau budaya yang sudah ada sejak sekitar ratusan tahun yang lalu, seperti dalam pemasangan ornamen-ornamen tersebut, khususnya pada hari raya tertentu dan tempat tertentu.
Serperti contoh: tempat pemujaan patung, itu pada umumnya adalah sebagai simbol perlengkapan sembayang bagi umat beragama Kong Hu Cu atau Buddhisme, dan biasanya ada perhiasan-perhiasan ornamen di gapura dan gerbang-gerbang tertentu. Semua itu merupakan bagian dari budaya asli milik WNI suku keturunan Tionghoa, barang-barang tersebut tidak ada milik orang China seperti yang disampaikan oleh bapak Amri Cahyadi.
Contoh WNI suku keturunan Tionghoa pada diri saya sendiri, kakek dari saya punya Ayah pun sudah lahir di kampung Lumut (Gedong), Kecamatan Belinyu, Provinsi Bangka Belitung.
Pada umumnya ornamen-ornamen yang menyerupai budaya China tersebut, saya asumsikan, seperti contoh, Lampion yang berwarna merah, tulisan-tulisan tertentu dalam huruf China dan sebagainya yang setiap tahun baru imlek kami pasang di rumah dan di tempat-tempat umum, seperti di Klenteng atau Ta Pek Kong dan/atau di Vihara.
Saya sebagai putra asli kelahiran pulau Bangka ingin menegaskan kepada bapak Amri Cahyadi atau siapa pun yang ada di Bangka, jangan coba-coba membongkar ornamen-ornamen dan gapura serta simbol tempat pemujaan patung dan gerbang tertentu tersebut di Bangka.
Demi menjaga dan mempertahankan serta melestarikan budaya suku Tionghoa di Bangka, maka siapa pun yang berani coba membongkar barang-barang tersebut tanpa hak dan dasar hukum, saya bersumpah akan memperkarakan perbuatan-perbuatan tersebut secara hukum sampai kemana pun yang diperlukan.
Perlu diingat oleh pak Amri Cahyadi, budaya Tionghoa di Bangka yang menyerupai budaya China itu semua merupakan bagian dari budaya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Oleh sebab itu, barang siapa yang berbuat merusak budaya NKRI, maka perbuatan tersebut jelas bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila yang sebagaimana mestinya.
Sebetulnya, semua pernyataan yang disampaikan oleh bapak Amri Cahyadi tersebut sudah cukup meresahkan sebagian teman-teman yang ada di Bangka.
Kemudian apa yang disampaikan oleh pak Amri Cahyadi tersebut juga sudah terindikasi dugaan suatu peristiwa pidana, yakni adanya unsur-unsur dugaan pidana, sebagai berikut:
Pertama, patut diduga menyiarkan suatu pemberitaan bohong yang dapat menerbitkan keonaran berdasarkan Pasal 14 Juncto (Jo) Pasal 15 Undang-Undang (UU) Republik Indonesia (RI) Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Pidana; Jo
Kedua, patut diduga menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), berdasarkan Pasal 28 ayat 2 Jo Pasal 45A ayat 2 UU RI No.19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI No.11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik; Jo
Ketiga, patut diduga adanya indikasi pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang termaktub dalam Pasal 4 huruf a Jo huruf b UU RI No.40 tahun 2008 Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis; Jo
Keempat, patut diduga dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia, berdasarkan Pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pada point keempat ini, kalimat yang terindikasi adalah “pak Amri Cahyadi meminta keras agar pemerintah daerah dapat menginventarisir dan membongkar ornamen-ornamen tersebut yang diduga merupakan bantuan atau sumbangan dari Negara China, ini berarti termasuk tempat pemujaan patung, sedangkan semua “tempat pemujaan patung” di Bangka merupakan perlengkapan simbol sembayang bagi umat beragama Kong Hu Cu atau Buddha.
Saya asli WNI putra kelahiran dari Bangka, 21 Juni 1980, yang lahir di kampung Lumut, Kecamatan Belinyu, Provinsi Bangka Belitung. Sejak 29 Juni 1999 saya merantau ke DKI Jakarta hingga hari ini.
Dengan demikian saya sangat berharap pak Amri Cahyadi dapat mengklarifikasi kembali pernyataan yang ia sampaikan tersebut dan meminta maaf kepada teman-teman WNI suku Keturunan Tionghoa di Bangka, agar tidak mengurangi nilai-nilai simpati politik dari teman-teman suku Tionghoa terhadap pak Amri Cahyadi di Bangka. ****
*Mr.Kan adalah Pengamat Hukum