Nah Loh… Kantor DPRD Garut Dikepung Massa Petani, Buntut Kriminalisasi Terhadap Petani

0
19
Petani Kabupaten Garut geruduk kantor DPRD Garut.

HUKUM | PERISTIWA | NUSANTARA

“Menciptakan sumber kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat yang berbasis agraria melalui pengaturan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah, menciptakan lapangan kerja untuk mengurangi kemiskinan,”

Lapan6OnlineJABAR | Garut : Ratusan Massa Petani Kabupaten Garut, pagi ini Selasa (03/01/2023) mengepung kantor DPRD Kabupaten Garut. Massa Petani tersebut diantaranya, Serikat Petani Cisaruni (SPC), Serikat Petani Badega (SPB), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), LBH Bandung-LBH Nusantara, LBH Padjajaran, ALMISBAT dan Gerakan Indonesia Kita-SIAGA 98 menggedor DPRD untuk mempertanyakan kriminalisasi terhadap 4 orang petani Cisaruni, Garut, Jawa Barat.

Perwakilan organisasi Petani itu diwakili Serikat Petani Cisaruni(SPC) Eva Hidayat yang juga koordinator aksi. Serikat Petani Badega(SPB) Usep Saeful Miftah, Simpul Aktivis Angkatan 98 (SIAGA 98)Ateng Sujana, SIP, Aliansi Masyarakat Sipil Untuk Indonesia Hebat (ALMISBAT) Chairuddin Ambong.

Menurut kelompok organisasi Petani itu, petani dan tanah tak bisa dipisahkan, menjadi satu kesatuan dalam peradaban kehidupan, seperti halnya warga dan negara. Petani menjadi penopang stabilitas pangan, tidak semata menjadi sumber kehidupan baginya.

Mereka menyampaikan aspirasi kepada DPRD Garut agar aspirasi mereka didengar para wakil mereka di parlemen Garut, Jawa Barat. Mereka ingin agar senketa tanah diselesaikan.

“Segera menyampaikan aspirasi kami kepada Bupati Garut selaku Ketua Gugus Tugas Reformasi Agraria (GTRA) untuk menangani dan menyelesaikan sengketa dan konflik agrarian ini dalam ruang lingkup tugas GTRA,” kata anggota Serikat Petani Cisaruni (SPC) Eva Hidayat seperti keterangan tertulisnya dalam Pers Release, pada Selasa (3/1/2023).

Dalam penjelasan di Pers Relase disebutkan bahwa petani tanpa tanah, tidak hanya menyebabkan kemiskinan struktural yang akut, tetapi juga akan menggoyahkan stabilitas perekonomian nasional, khususnya dalam penyediaan pangan nasional.

Sebab, negara memiliki kekuasaan atas tanah, untuk memastikan digunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. -UUD 1945 Pasal 33 (3) untuk memastikan distribusi tanah untuk rakyat, dibentuklah Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960 agar penggunaan dan pemanfaatan sumber daya agraria nasional untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat.

Sementara Chairuddin Ambong dari ALMISBAT juga menyinggung bahwa Presiden RI Ir. Joko Widodo secara konstitusional mengejawantahkan UUD 1945 dan UUPA untuk memastikan Sumber daya agraria untuk kepentingan rakyat.

Presiden Jokowi pada pada tanggal 24 September 2018 telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perppi) Nomor 86 Tahun 2018 Tentang Reformasi Agraria.

“Secara operasional Perpres ini tentu untuk maksud membuka akses petani terhadap tanah, untuk memastikan distribusi tanah yang adil, mengurangi ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah dalam rangka menciptakan keadilan, menangani Sengketa dan Konflik Agraria, menciptakan sumber kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat yang berbasis agraria melalui pengaturan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah, menciptakan lapangan kerja untuk mengurangi kemiskinan, memperbaiki akses masyarakat kepada sumber ekonomi, meningkatkan ketahanan dan kedaulatan pangan; dan memperbaiki dan menjaga kualitas lingkungan hidup,” jelas aktifis Almisbat yang juga sekrataris Pojok Desa saat dihubungi melalui telepon selular nya.

Ambong menyayangkan bahwa masih ada kriminalisasi terhadap petani boleh pihak BUMN yakni PTPN VIII. Namun, kenyataannya Petani malah dikrimininalisasi, terbukti sejak 05 Agustus 2022 menjadi tersangka dan saat ini ditahan untuk menjalani persidangan.

“Semestinya hal ini tidak terjadi, jika permasalahan ini ditangani dan diselesaikan dalam ruang lingkup reforma agraria, sebab di Kabupaten Garut telah dibentuk Gugus Tugas Reformasi Agraria (GTRA) yang diketuai Bupati. Yang bertujuan salah satunya menangani dan menyelesaikan sengketa dan konflik Petani di Kebun Cisaruni Kecamatan Cikajang,” paparnya.

Berikut di bawah ini nama – nama petani anggota Serikat Petani Badega yang di kriminalkan oleh PTPN VIII:

1. Saepudin (52 tahun) Desa Cikandang, Cikajang, Garut, Jabar
2. Nandang bin Daen () Desa Cikandang, Cikajang, Garut, Jawa Barat
3. Ujang Juhana bin Suhada (45) Desa Cikandang, Cikajang, Garut, Kabar
4. Pakih bin Karma (44) Desa Margamulya, Cikajang, Garut, Jabar

Untuk itu, mereka yang tergabung di dalam Solidaritas Aktivis dan Organisasi Tani untuk Petani Cisaruni meminta:

1. DPRD Garut segera menyampaikan aspirasi kami kepada Bupati Garut selaku Ketua Gugus Tugas Reformasi Agraria (GTRA) untuk menangani dan menyelesaikan sengketa dan konflik agrarian ini dalam ruang lingkup tugas GTRA;
2. Berikan Hak Petani Atas Tanah Cisaruni:
3. Meminta Stop Kriminalisasi Petani yang berjuang menuntut keadilan atas hak tanah yang selama ini terjadi ketimpangan penguasaannya oleh pihak perkebunan yang telah juga melahirkan kemiskinan struktural di dalam maupun di area sekitar perkebunan.
4. Meminta di lakukan Audit Investigatif terhadap PTPN VIII Kebun Cisaruni, sebab pihak PTPN VIII telah mengkambing hitamkan petani atas kerugian yang menimpanya, padahal akibat manajemen PTPN VIII sendiri yang buruk.
5. Dan dalam hal ditemukan Korupsi penggunakan dana negara (BUMN) PTPN VIII kami meminta pihak KPK segera melakukan penyelidikan. (*Gat/Kop/MasTe/Lpn6)