OPINI | POLITIK | EKONOMI
“Harga daging sapi segar memang naik terus hingga mencapai Rp140 ribu dan bahkan ada yang jual Rp145 ribu per kg dari awal pekan yang masih Rp135 ribu per kg,”
Oleh : Nurmaya Sari
HARGA daging sapi di Sumatera Utara (Sumut) tengah menanjak hingga menembus Rp145 ribu per kilogram (kg) per Selasa (29/3). Padahal, biasanya, daging sapi dijual Rp110 ribu per kg.
“Harga daging sapi segar memang naik terus hingga mencapai Rp140 ribu dan bahkan ada yang jual Rp145 ribu per kg dari awal pekan yang masih Rp135 ribu per kg,” ujar pedagang daging sapi di Pasar Pekan Tanjung Morawa, Yusup di Deliserdang, seperti dikutip Antara, Selasa (jakarta, CCN Indonesia/29/3/2022).
Harga daging sapi di Sumatra Utara (Sumut) terus bergerak naik, bahkan sudah menembus Rp 140 ribu – Rp 145 ribu per kg. Padahal harga daging sapi normalnya hanya Rp 110 ribu per kg. “Harga daging sapi segar memang naik terus hingga mencapai Rp 140 ribu dan bahkan ada yang jual Rp 145 ribu per kg dari awal pekan yang masih Rp 135 ribu per kg,” ujar pedagang daging sapi di Pasar Pekan Tanjung Morawa, Yusup, di Deliserdang, Selasa (REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN/29/3/2022).
Menjelang hari raya idul fitri, segala makanan pokok menjadi naik. Baik itu Berupa Beras, daging, maupun sayur-sayuran. Bahkan pakaian dan benda lainnya pun ikut dinaikkan. Ditengah situasi rakyat yang memiliki ekonomi menengah kebawah, hal ini sungguh membuat kegentingan yang menghatui. Menyebabkan kesedihan dan kepiluan rakyat yang tidak tertahan.
Dalam hal Inilah yang seharusnya dijaga oleh negara. Harga menjelang ramadhan dan idul Fitri sepertinya sudah menjadi tradisi tersendiri di negeri ini. Anehnya setiap tahun berulang tetapi tidak mendapatkan perhatian penanganan oleh pemerintah. Kalau pun mendapatkan penanganan, solusi yang diberikan justru menjadikan pemerintah menjadi pedagang bagi rakyatnya.
Padahal mapping hasil pangan termasuk peternakan di hulu adalah hal yang strategis. Tapi seringkali import jadi jalan instant yang lebih disukai pemerintah. Inilah negeri agraris yang jauh dari kemandirian pangan.
Setiap kebijakan yang dibuat pemerintah seharusnya mampu mengatasi permasalah dinegri ini. Tetapi semua hal itu hanya janji dibawah selogan demokrasi, yang berbunyi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Tapi nyatanya dari rakyat untuk penguasa, penguasa jadi kaya rakyat yang merana. Inilah fakta konkrit mirisnya ketika hidup disistem kapitalis demokrasi. Sebab telah terbukti gagal dalam mengurusi rakyat hingga saat ini.
Kebusukan kapitalis/sekuler merangkup seluruh bidang, karena berpangkal dari hawa nafsu dan pemikiran manusia, dan dengan kejinya memojokkan aturan syariah yang berasal dari allah swt. Kapitalis juga mempengaruhi rusaknya pemikiran rakyat saat ini. Bahkan membelah umat ini menjadi sekat-sekat kecil yang memiliki sifat fanatik buta.
Inilah sebab nya kita harus menyampakkan kapitalis dan kembali pada syariah allah yang kaffah. Sebagaimana yang dicontohkan rasul pada masa kekhilafahan islam terdahulu. Rasul menerapkan aturan islam kaffah di institusi negara, belanjut hingga 14 abad lamanya tersebar hingga di 2/3 dunia luasnya, dan runtuh pada masa kekhilafahan turki utsmani. Sejarah mencatat bahwa pada saat itu rakyat hidup sejahtera dan jauh dari sengsara. Itulah bukti indah dari islam sendiri.
Hanya pada islam pula, problem yang rumit saat ini bisa teratasi, sebab yang menjadi panduannya adalah al-quran dan sunnah, yang asalnya dari rabb yang maha pencipta. Maka sudap pasti segala tatanan kehidupan ini punya solusi tepat yang sesuai perintah allah swt.
Karena dalam masalah ekonomi islam mampu mengelola sumber daya alamnya sendiri lalu membagikannya secara rata, membuka lowongan kerja bagi rakyat, menjamin kebutuhan pokok sandang dan papan, serta menjamin kesehatan, pendidikan, sosial, dan politik bernegara sesuai aturan allah yang sempurna. Oleh karena itu Hanya khilafah islamlah satu-satunya yang mampu menerapkan aturan allah secara keseluruhan, dan mampu membangkitkan umat kembali dari kenestapaan menuju kesejahteraan yang gemilang.
bissawab. (*)
*Penulis Adalah Mahasiswi Ma’had Abu Ubaidah Bin Al-jarrah