Nasib Kasta Guru Honorer, Semakin Horor

0
41
Halizah Hafaz Hutasuhut S.Pd/Foto : Ist.

OPINI | POLITIK | NUSANTARA

“Faktanya tidak semua guru honorer akan diterima sebagai pegawai P3K. Mereka harus melalui tahapan seleksi dan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Pemerintah mengaku telah memberi banyak kemudahan bagi guru honorer dalam seleksi P3K,”

Oleh : Halizah Hafaz Hutasuhut S.Pd

GURU honorer kembali mengalami permasalahan pelik pasalnya guru honorer yang tergabung dalam Forum Guru Tidak Tetap (FGTT) melakukan unjuk rasa di kantor DPRD Medan sebulan lalu.

Mereka meminta DPRD Medan agar peduli memperjuangkan nasib guru yang terancam dipecat akibat masuknya guru P3K. Mereka juga meminta agar DPRD Medan mendorong Kepala Dinas Pendidikan Kota Medan untuk menerbitkan Surat Keputusan Guru Honorer.

Sebab surat keputusan itu dinilai akan mampu melindungi guru honorer dari kesewenang-wenangan oknum kepala sekolah serta untuk memetakan kebutuhan jumlah guru di Medan. Para pengunjuk rasa ini pun diterima Wakil Ketua DPRD Medan Rajudin Sagala. Mereka pun sempat berdialog dan menyampaikan surat tuntutannya kepada wakil ketua DPRD tersebut.

Halizah Hafaz Hutasuhut S.Pd/Foto : Ist.

Awalnya pemerintah memiliki tujuan untuk memberikan kesejahteraan bagi guru honorer dengan mengambil langkah strategis yaitu seleksi P3K. Langkah ini dinilai sebagai tindakan afirmatif untuk memenuhi kebutuhan guru dan solusi bagi masalah guru honorer.

Namun, faktanya tidak semua guru honorer akan diterima sebagai pegawai P3K. Mereka harus melalui tahapan seleksi dan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Pemerintah mengaku telah memberi banyak kemudahan bagi guru honorer dalam seleksi P3K. Seperti kelonggaran batas usia maksimal satu tahun sebelum pensiun, seleksi tiga kali kesempatan hingga menyediakan materi persiapan seleksi.

Namun apa yang disebut mudah oleh pemerintah, faktanya tidak mudah di lapangan. Pelaksanaan seleksi P3K pun menuai kritik. Banyak yang menilai seleksi tersebut belum memenuhi rasa keadilan bagi guru honorer, yaitu tidak mempertimbangkan masa pengabdian mereka.

Selain itu adanya guru P3K ini merugikan beberapa pihak diantara nya guru honorer yang berada di sekolah negeri akan digantikan posisi mereka oleh guru P3K. Lalu guru honorer yang berkualitas disekolah swasta yang lolos dalam P3K maka akan dialihkan ke sekolah negeri. Hingga akhirnya dapat merugikan sekolah swasta karna kehilangan guru-guru berkualitas tersebut. Bahkan faktanya guru yang telah lolos P3K akan dikirimkan ke wilayah-wilayah yang akan ditetapkan pemerintah. Dan sampai sekarang status guru yang telah lolos P3K belum memiliki kejelasan yang pasti atas tugas mereka.

Inikah pelayanan dan pemberian terbaik negara bagi mereka yang disebut pahlawan tanpa tanda jasa? Padahal, tugas guru itu berat. Di tangan merekalah kualitas dan masa depan generasi ini dipertaruhkan. Tugas dan tanggung jawab semua guru, baik berstatus PNS, P3K atau honorer adalah sama.

Namun, mengapa berbeda perlakuan dan kasta antara guru PNS, P3K dan honorer ? Sungguh adanya perbedaan kasta dan status dalam profesi guru ini nyatanya membawa masalah terhadap kesejahteraan guru. Maka penyebab benang kusut permasalahan ini yang tidak pernah terurai tidak lain dan tidak bukan adalah karena penerapan sistem kapitalisme sekuler. Kapitalismelah yang membawa negeri ini masuk ke dalam jurang kehancuran.

Tetap hidup dalam kapitalisme hanya akan membuat para guru menderita dan terhina. Padahal, guru adalah tulang punggung pendidikan nasional yang akan menentukan nasib bangsa. Generasi yang akan datang sangat ditentukan oleh peran guru dalam mendidik mereka. Seandainya pemerintah memperhatikan peran strategis ini, pemerintah tidak akan abai dan membuat regulasi yang serius untuk menyejahterakan para pencetak generasi ini.

Sudah semestinya pemerintah peduli dan bertanggung jawab terhadap nasib para guru honorer yang tidak mendapatkan hasil sepadan dengan jasa yang sudah tercurahkan. Ini semua membuktikan gagalnya sistem kapitalisme sekuler dalam memberikan perhatian dan jaminan kesejahteraan bagi para guru honorer.

Berbeda jauh dengan sistem Islam (Khilafah) yang memuliakan guru. Sebab guru merupakan ujung tombak bagi sebuah peradaban. Kualitas guru sangat menentukan bagaimana generasi ini menyerap ilmu. Dari peran strategis inilah Islam memberi perhatian yang sangat besar pada bidang pendidikan.

Islam memberikan tempat mulia dan istimewa bagi seorang guru. Nabi SAW bersabda, “Barang siapa memuliakan orang berilmu (guru), maka sungguh ia telah memuliakan aku. Barang siapa memuliakan aku, maka sungguh ia telah memuliakan Allah. Barang siapa memuliakan Allah, maka tempatnya di surga.”

Islam tidak mengenal perbedaan kasta antara guru PNS, P3K atau honorer. Dalam sistem Khilafah, semua guru adalah pegawai negara. Khilafah memahami bahwa pendidikan adalah hak dasar bagi setiap warga negara, baik siswa maupun guru dijamin haknya. Jika kita melihat sejarah kekhalifahan Islam, kita akan mendapati betapa besarnya perhatian khalifah terhadap pendidikan rakyatnya, demikian pula terhadap nasib para pendidiknya.

Khalifah memberikan hak kepada pegawai negera (pejabat pemerintahan)—termasuk guru—berupa gaji dan fasilitas, baik perumahan, asisten rumah tangga, ataupun alat transportasi. Semua harus disiapkan negara.

Guru dalam naungan Khilafah akan mendapatkan penghargaan yang begitu tinggi dari negara, termasuk gaji yang bisa melampaui kebutuhannya. Kepala negara (khalifah) akan semaksimal mungkin memenuhi kepentingan rakyatnya, termasuk pada para pegawai yang telah berjasa bagi negara.

Mereka juga akan mendapatkan kemudahan dalam mengakses sarana-prasarana untuk meningkatkan kualitas kemampuan mengajarnya. Hal ini menjadikan guru bisa fokus menjalankan tugasnya sebagai pendidik dan pencetak SDM yang dibutuhkan negara demi membangun peradaban agung dan mulia, tanpa harus bekerja sampingan dalam rangka mendapatkan tambahan pendapatan.

Inilah regulasi Islam yang sangat visioner. Hanya dengan penerapan sistem Islam secara kaffah permasalahan pendidikan (termasuk kesejahteraan guru) dapat terselesaikan dan terlaksana dengan paripurna. Wallahu’alam. (*)

*Penulis Adalah Aktivis Dakwah dan Praktisi Pendidikan