Negara Berutang Rakyat Tetap Tidak Sejahtera

0
21
Ilustrasi

OPINI

“Bagaimana rakyat bisa membeli laptop sedangkan untuk makan dan beli pulsa kuota saja susah. Sebagai rakyat yang dijadikan tameng untuk negara berutang tidak merasakan manfaatnya. Hidup tetap susah, tidak adanya penghasilan membuat resah,”

Oleh : Aktif Suhartini, S.Pd.I.,

CICILAN utang menumpuk, sumber dana melapuk karena planning berani berutang ada sumber dana yang siap untuk membayar utang. Tapi kenyataannya karena pandemi dan diberlakukannya PPKM Darurat, maka hilanglah sumber dana untuk membayar cicilan utang.

Memang contoh Rasulullah yang melarang berutang harusnya dijadikan kebiasaan hidup dan memang benar adanya. Berutang jangan dijadikan prioritas utama dan sebagai solusi untuk memecahkan masalah. Sungguh berat pertanggungjawaban orang yang berutang sampai Rasulullah pernah tidak mau menyalatkan jenazah sampai ada yang bersedia tanggung jawab bersedia melunaskan utangnya.

Aktif Suhartini, S.Pd.I.,

Tapi sungguh menyedihkan di negara tercinta ini, berutang sudah dianggap biasa bahkan merupakan hal yang luar biasa, sampai ada yang mengatakan utang Indonesia tidak akan terbayarkan hingga tujuh turunan anak cucu kita… Astagfirullah.

Wacana Indonesia kembali berutang dan diklaim untuk selamatkan warga dan ekonomi sungguh sangat ironi, karena masih banyak yang mempertanyakan utang terus bertambah hingga menggunung, apakah tidak akan mengancam kemandirian negara? Pada kenyataannya alasan Menteri Keuangan berutang untuk selamatkan warga tidak sejalan dengan kebijakan keuangan yang obral insentif untuk BUMN hingga investasi.

Dana yang awalnya untuk kesejahteraan rakyat ternyata diinvestasikan untuk memproduksi laptop. Pemerintah berasumsi rakyat pasti butuh laptop untuk kerja dengan WFH dan sekolah sistem daring PJJ. Maka pemerintah mengharapkan rakyat membeli laptop hasil produk dalam negeri agar perekonomian bisa berjalan.

Sungguh sangat terasa aroma memanfaatkan situasi pandemic. Bagaimana rakyat bisa membeli laptop sedangkan untuk makan dan beli pulsa kuota saja susah. Sebagai rakyat yang dijadikan tameng untuk negara berutang tidak merasakan manfaatnya. Hidup tetap susah, tidak adanya penghasilan membuat resah. Bagaimana kehidupan yang lebih baik dapat dirasakan.

Kebijakan melakukan penambahan utang maupun prioritas alokasi anggaran negara adalah salah satu kebijakan extraordinary, karena APBN seharusnya bisa menjelaskan begitu banyak tantangan di masa pandemi ini, seperti kebutuhan untuk meningkatkan anggaran di bidang kesehatan, bantuan sosial, membantu masyarakat, membantu daerah dan menjaga perekonomian.

Semua itu adalah beban APBN yang luar biasa. Seharusnya di kementerian keuangan merespon dengan whatever actings, apapun kebijakan yang dilakukan untuk menyelamatkan warga negara dan perekonomian Indonesia.

Alasan di balik keputusan pemerintah terus menambah utang di tengah pandemi Covid-19, Menurut Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, sebagai tantangan yang luar biasa dan harus dihadapi. Dalam acara Bedah Buku “Mengarungi Badai Pandemi” di Youtube Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu mengatakan bahwa tidak hanya mengancam manusia, pandemi ini juga mampu merusak perekonomian suatu negara. Semua negara di dunia menggunakan instrumen kebijakan untuk bisa menangani pandemi Covid-19 dan dampak sosial ekonomi serta keuangan.

Menurutnya, pandemi adalah extraordinary challenge atau tantangan yang luar biasa dan hal itu membutuhkan respon kebijakan yang juga extraordinary. Dan menambah utang merupakan instrumen untuk menyelamatkan warga negara dan perekonomian.

Bagaimana sesungguhnya hukum berutang dalam Islam? Apakah dibenarkan berutang lebih diutamakan daripada mengolah dan meningkatkan hasil sumber alam yang sudah Allah SWT siapkan untuk negara kita tercinta, daripada kita berutang hingga hilang kemandirian negara karena didikte atau diintervensi efek dari berutang?

Apabila Rasulullah SAW sudah memberikan kita pedoman dan contoh dalam mengelola perekonomian dan batasan dibolehkannya berutang, mengapa kita lebih percaya dengan ilmu perekonomian yang dibuat manusia yang lebih menguntungkan hanya segelintir orang atau golongan? Dalam negara Islam, hukum ekonomi yang dipakai penerapannya secara murni dan konsekuen menjadikan rahmat bagi semesta alam dan menggiring manusia menuju surga. [*]

*Penulis Adalah Anggota Komunitas Muslimah Menulis Depok

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini