Negara Gagal Menciptakan Lapangan Pekerjaan bagi Generasi Mudanya

0
25
Nuza Ruhana/Foto : Ist.

OPINI | POLITIK

“Inlah yang memungkinkan gen Z akhirnya tidak memilih untuk menjalani keduanya, tidak berusaha memperoleh pendidikan lebih baik karena mahal, namun tidak mau bekerja dengan gaji kecil karena menyebalkan,”

Oleh : Nuza Ruhana

BADAN Pusat Statistik (BPS) mencatat ada 9,9 juta penduduk Indonesia yang tergolong usia muda atau Gen Z dengan rentang usia 18 hingga 24 tahun belum memiliki pekerjaan.

Dan lulusan SMA/SMK menyumbang jumlah tertinggi dalam angka pengangguran usia muda tersebut. Salah satu penyebabnya karena tidak cocok (mismatch) antara pendidikan dan pelatihan dengan kebutuhan pasar kerja ditambah sedikitnya peluang pekerjaan yang diberikan oleh negara.

Yang parahnya, dengan adanya kebijakan tenaga kerja asing boleh masuk ke perusahaan dengan kedok investasi lagi-lagi akan mengurangi kesempatan generasi memperoleh kesempatan mengoptimalkan potensinya.

Jika ia bukan tenaga terdidik yang lulus dari perguruan tinggi, maka sebagai pilihan terakhir, ia harus menahan pahitnya menjadi buruh dengan gaji yang hanya bisa memenuhi kebutuhan dasar mereka.

Inlah yang memungkinkan gen Z akhirnya tidak memilih untuk menjalani keduanya, tidak berusaha memperoleh pendidikan lebih baik karena mahal, namun tidak mau bekerja dengan gaji kecil karena menyebalkan. Pada akhirnya banyak yang menganggur.

Guna mengatasi banyak pengangguran, salah satu upaya yang dilakukan pemerintah dengan menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 68 Tahun 2022 yang diyakini dapat mengurangi mismatch dengan merevitalisasi pelatihan vokasi, menyambungkan dan menyinkronkan dengan pasar kerja.

Ini adalah Perpres kolaborasi dengan menyertakan orang yang tahu dunia kerja, tahu pusat kerja, dan teman-teman pengusaha agar ada sinergi antara pendidikan dan pelatihan dari dunia kerja.

Dengan melihat fakta tersebut, ternyata akar masalahnya itu ada pada sistem negara ini, yaitu sistem kapitalisme. Negara dalam sistem kapitalisme telah gagal menciptakan lapangan pekerjaan bagi generasi mudanya dan yang memandulkan potensi besar yang dimiliki mereka.

Padahal, generasi muda berada pada masa emas yang diibaratkan sebagai usia paling produktif dalam hidup manusia. Generasi muda memiliki kekuatan fisik yang sangat optimal, kecemerlangan ide serta idealisme, juga kreativitas yang sudah menjadi ciri khas pemuda.

Namun sayang seribu sayang, potensi dan kegemilangan masa muda ini dihancurkan oleh sistem kapitalisme. Akibat menganut sistem kapitalisme ini pula, negara berlepas tangan dan tidak memberi ruang bagi generasi muda untuk berkreativitas dengan mengenyam pendidikan yang lebih tinggi.

Apalagi pendidikan dasar generasi muda saat ini tidak dilengkapi dengan seperangkat konsep dasar mengenai tujuan hidup. Sebagian besar dari mereka tidak tahu mengapa ia harus hidup di dunia ini, dan malah menyia-nyiakan hidup.

Mereka tidak tahu apa cita-cita mereka, harapan mereka. Jangankan mengharap generasi saat ini memiliki cita-cita mulia, dan harapan terhadap masa depan saja luar biasa karena sangat jarang ditemui. Hilangnya arah dan makna hidup inilah yang membuat generasi tidak memiliki alasan kuat memperbaiki kondisinya secara pribadi, alih-alih berkontribusi memperbaiki kondisi masyarakat dan negara.

Ketika generasi muda memahami bahwa manusia diciptakan menjadi khalifah fil ardh (pemimpin di bumi), sudah seharusnya mereka berlomba-lomba mengambil kontribusi dalam seluruh aspek, ia dapat menjadikan bumi yang ditinggali manusia terus dalam kondisi terbaiknya yakni terlimpahnya rahmat bagi seluruh alam dengan pengaturan yang tidak melanggar sunatullah sesuai ketetapan Allah. [**]

*Penulis Adalah Pelajar