“Akibat dari perbuatan Fahri Hilmi yang tidak memberikan sanksi tegas terhadap produk reksadana dimaksud pada tahun 2016 menyebabkan kerugian yang lebih besar bagi PT AJS pada tahun 2018 hingga mencapai sebesar Rp 16,8 triliun,”
Jakarta | Lapan6Online : Sebanyak 13 perusahaan investasi diduga terlibat aksi goreng menggoreng saham PT Asuransi Jiwasraya (persero) yang mengakibatkan kerugian Negara sebesar Rp 16,8 triliun.
Aksi culas ketigabelas perusahaan investasi itu diungkap tim penyidik pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung setelah melalui serangkaian pemeriksaan secara intensif.
“Ketigabelas perusahaan investasi itu akhirnya ditetapkan sebagai tersangka korporasi,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Hari Setiyono, di kantornya, kemarin.
Ketigabelas perusahaan investasi yang diduga terlibat dalam proses jual beli saham PT. Asuransi Jiwasraya (Persero) itu adalah PT Dhanawibawa Manajemen Investasi/PT Pan Arcadia Capital (DMI/PAC), PT OSO Manajemen Investasi (OMI), PT Pinnacle Persada Investama (PPI), PT Millenium Danatama Indonesia/PT. Millenium Capital Management (MDI/MCM), PT Prospera Asset Management (PAM), PT MNC Asset Management (MNCAM), PT Maybank Asset Management (MAM), PT GAP Capital (GAPC), PT Jasa Capital Asset Management (JCAM), PT Pool Advista Asset Management (PAAA), PT Corfina Capital (CC), PT Treasure Fund Investama Indonesia (TFII) dan PT Sinarmas Asset Management (SAM).
Hari menjelaskan, pada periode tahun 2014 – 2018 PT Asuransi Jiwasraya (PT. AJS) berinvestasi berupa saham dan reksadana yang pengelolaannya dilakukan oleh 13 perusahaan investasi tersebut dengan harga pembelian senilai Rp 12,7 triliun lebih.
Dalam produk-produk reksadana yang diterbitkan oleh 13 perusahaan investasi itu, portofolionya berupa saham-saham yang harganya sudah dinaikan secara signifikan (mark up) oleh Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputra, antara lain IIKP, PPRO, SMBR, TRAM, SMRU, MYRX, ARMY, BTEK, LCGP, RIMO, POOL, SUGI, BJBR.
Hari menyebutkan, investasi PT AJS direksadana pada 13 perusahaan investasi itu ternyata dikendalikan oleh Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro, yang sebelumnya sudah bersepakat dengan Hendrisman Rahim, Syamirwan dan Hary Prasetyo (pejabat PT. AJS) melalui Joko Hartono Tirto.
“Sehingga 13 perusahaan investasi tersebut tidak bertindak secara independen demi kepentingan nasabah/investor yaitu PT. AJS dalam pengelolaan keuangan nasabah,” tutur Hari.
Dijelaskan Hari, pada tahun 2016 Fahri Hilmi selaku Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengetahui adanya penyimpangan transaksi saham PT Inti Agri Resources Tbk (IIKP) yang harga sahamnya sudah dinaikan secara signifikan (mark up) oleh Grup Heru Hidayat yang dijadikan portofolio (isi) reksadana 13 perusahaan investasi yang penyertaan modal terbesar adalah PT AJS.
Berdasarkan laporan dari Tim Pengawas Direktorat Pengawasan Transaksi Efek/saham (DPTE) OJK menyimpulkan penyimpangan transaksi saham tersebut merupakan tindak pidana pasar modal sebagaimana diatur dalam Undang Undang Nomor 8 tahun 1995 (UUPM) dan telah dilaporkan kepada Fahmi Hilmi.
Selain itu, Direktorat Pengelolaan Investasi (DPIV) OJK menemukan pengelolaan investasi khusus reksadana dari saham IIKP yang harganya sudah dinaikan secara signifikan (mark up) oleh grup Heru Hidayat tersebut menjadi portofolio produk reksadana yang dikelola oleh 13 perusahaan investasi milik PT AJS.
Namun berdasarkan fakta yang ditemukan oleh DPTE dan DPIV (keduanya dibawah komando Fahri Hilmi selaku Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A) tersebut, ternyata Fahri Hilmi tidak memberikan sanksi tegas terhadap produk reksadana dimaksud.
Hal itu dikarenakan Fahri Hilmi telah ada kesepakatan dengan Erry Firmansyah dan Joko Hartono Tirto (keduanya pihak terafiliasi Heru Hidayat) dengan melakukan beberapa kali pertemuan yang bertujuan untuk tidak menjatuhkan sanksi pembekuan kegiatan usaha kepada 13 perusahaan investasi tersebut.
Sehingga investasi PT AJS pada reksadana di 13 perusahaan investasi melalui produk reksadananya tetap berjalan dan tetap melakukan transaksi terhadap saham IIKP dengan harga yang telah dimarkup oleh Grup Heru Hidayat.
“Akibat dari perbuatan Fahri Hilmi yang tidak memberikan sanksi tegas terhadap produk reksadana dimaksud pada tahun 2016 menyebabkan kerugian yang lebih besar bagi PT AJS pada tahun 2018 hingga mencapai sebesar Rp 16,8 triliun,” tandas Hari.
Hari menyebutkan, pasal sangkaan yang dipasang terhadap para tersangka korporasi tersebut diatas yaitu Kesatu (primair) Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor: 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor: 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Subsidiair : Pasal 3 Undang-Undang Nomor: 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor: 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Kedua melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
Atau melanggar Pasa 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
Hari menambahakan, selain ketigabelas perusahaan investasi, tim penyidik juga telah menetapkan status tersangka kepada Fahri Hilmi (FH) selaku Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A pada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Pasal yang disangkakan kepada tersangka FH adalah (Primair) Pasal 2 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 jo Pasal 56 KUHP dan (Susidiair) Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 jo Pasal 56 KUHP. Syam/kop/Maste.
*Sumber : Koranpagionline.com/Media Jaringan Lapan6online.com