“Akhirnya kekayaan hanya berputar pada segelintir orang saja. Rakyat pun tetap miskin dan tidak dapat memanfaatkan sumber daya alam yang melimpah tersebut,”
Oleh : Naura Azla Gunawan
ALKISAH di suatu negeri yang mengalami kemiskinan ekstrem sering kali muncul solusi dalam upaya penyelesaiannya. Kali ini sosok yang berpengaruh yaitu Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri bersama dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyuarakan optimisme mereka dalam upaya mengatasi kemiskinan ekstrem pada tahun 2024 dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) III PDIP di Jakarta, Selasa (6/6).
Rencana Jokowi dalam mengatasi kemiskinan ini sudah ada sejak periode ke-2. Namun, saat periode tersebut berlangsung beriringan dengan pandemi COVID-19 yang hampir 2,5 tahun terjadi. Maka dari itu, sebelum periode nya berakhir, Jokowi akan bekerja keras dan mati-matian agar kemiskinan ekstrem berada pada posisi nol persen. (voaindonesia.com, 10/06/2023).
Menurut Piter Abdullah, Direktur Eksekutif Segara Research Institute, target penurunan kemiskinan ekstrem dianggap terlalu ambisius. Ia berpendapat bahwa mencapai target tersebut akan menjadi sangat sulit dalam waktu singkat. Begitu pula dengan Bhima Yudhistira, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), menjelaskan bahwa kemiskinan ekstrem sulit untuk dihapuskan dalam waktu dekat karena masalah nya bersifat struktural yang telah berlangsung dalam skala besar dan mendasar selama ini. (tirto.id, 09/06/2023).
Bhima melanjutkan bahwa saat ini ekonomi sedang dalam proses pemulihan setelah pandemi COVID-19, di mana lapangan kerja masih belum dalam kondisi optimal. Pengendalian inflasi juga menjadi tantangan dalam menurunkan angka kemiskinan. Sebagian besar penduduk miskin berada di sektor pertanian, yang menghadapi tekanan ganda. Mereka sebagai produsen mengalami kenaikan biaya produksi, sementara sebagai konsumen, mereka harus menghadapi harga pangan yang tinggi dan pengeluaran yang meningkat.
Memang benar, kemiskinan struktural telah terjadi di Indonesia. Sebab banyak faktor sosial yang tidak dapat mengikuti sumber pendapatan hingga terjadilah ketimpangan ekonomi. Di tambah lagi kemiskinan ekstrem ini terjadi karena negara salah dalam mengurus rakyatnya.
Sehingga tidak akan terwujud kesejahteraan bagi rakyat jika negara seperti ini. Kemudian negara saat ini menerapkan sistem ekonomi kapitalis yang menjadikan sumber daya alam bebas di kuasai oleh para kapital. Akhirnya kekayaan hanya berputar pada segelintir orang saja. Rakyat pun tetap miskin dan tidak dapat memanfaatkan sumber daya alam yang melimpah tersebut.
Oleh karena itu, jika sistem kapitalisme tetap dijadikan sistem peraturan di Indonesia, maka permasalahan kemiskinan tidak akan mampu terselesaikan.
Bahkan sebanyak apapun dana bantuan serta modal usaha yang di berikan selama akar permasalahan utamanya tidak diselesaikan yaitu ketimpangan ekonomi, maka rakyat tetap dalam kondisi yang mengenaskan.
Dengan demikian, Islam sebagai agama dan sistem kehidupan memiliki seperangkat penyelesaian dalam masalah kemiskinan. Yaitu berupa jaminan pemenuhan kebutuhan primer. Sebab, terpenuhinya kebutuhan primer pada setiap individu secara menyeluruh merupakan dasar politik ekonomi Islam. Selanjutnya, membantu setiap individu dalam memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier sesuai dengan kadar kemampuannya.
Kemudian mengenai kebutuhan primer dibedakan menjadi kebutuhan primer untuk setiap individu yang termasuk sandang, pangan, dan papan. Lalu kebutuhan primer untuk seluruh rakyat berupa pendidikan, kesehatan, dan keamanan.
Semua kebutuhan primer ini akan di jamin oleh negara dengan penerapan Islam secara keseluruhan di dalamnya. Islam pun mewajibkan laki-laki yang mampu untuk bekerja agar terlaksana nya kewajiban mencari nafkah. Maka dari itu, negara akan memberikan lapangan pekerjaan seluas-luasnya kepada rakyat agar mereka bisa bekerja dan memenuhi nafkah untuk keluarganya. Tidak hanya itu, negara akan menciptakan iklim usaha yang kondusif agar tidak terjadi ketimpangan.
Terkait kepemilikan dalam Islam telah diatur dengan kepemilikan individu, umum, dan negara. Setiap individu diberikan kesempatan untuk berusaha dalam mencapai kepemilikan individu.
Namun, untuk kepemilikan umum seperti hutan, tambang, sungai, laut, gunung, dll. merupakan hak seluruh manusia sehingga negara yang mengelolanya sendiri untuk kesejahteraan seluruh rakyat.
Dari sinilah, kepemilikan umum tidak boleh dimiliki pribadi atau swasta agar tidak mengakibatkan penguasaan sumber daya alam hingga berujung ketimpangan ekonomi di dalam masyarakat. Sedangkan kepemilikan negara dikelola oleh negara dan hasilnya ditujukan untuk keperluan negara. Dengan pengaturan kepemilikan ini meniadakan penguasaan sumber daya alam pada segelintir kapitalis seperti yang terjadi dalam negara yang menganut sistem kapitalisme.
Adapun sumber dana untuk pembiayaan jaminan kebutuhan primer rakyat di dalam negara yang menganut sistem Islam berasal dari baitul mal. Dan sumber pemasukan tetap baitul mal ada pada fai, jizyah, kharaj, seperlima harta rikaz, dan zakat.
Harta-harta ini diambil secara kontinu (tetap) dalam artian dibutuhkan atau tidak dalam negara. Jikalau nantinya negara mengalami kekosongan pada kas negara maka Islam mewajibkan kaum muslim membantu rakyat miskin. Sebab kewajiban nafkah beralih pada kaum muslim secara kolektif jika hal tersebut terjadi. Bahkan Al-Qur’an telah menjelaskannya di dalam Surah adz-Dzariyat ayat 19 bahwa, “Di dalam harta mereka, terdapat hak bagi orang miskin yang meminta-minta yang tidak mendapatkan bagian.”
Maka dengan penerapan Islam secara keseluruhan dengan wujud negara, realita nol persen kemiskinan akan terwujud dengan sempurna hingga kesejahteraan dan kemakmuran hidup di rasakan oleh rakyat. Wallahu’alam bisshawwab. (*)
*Penulis Adalah Aktivis Dakwah