Nurani Mati Akibat Minimnya Edukasi

0
142
Devita Deandra/Foto :Ist.
“Perlakuan diskriminatif dari masyarakat berupa cap negatif, pengucilan dan pengusiran dari rumah kos hingga penolakan jenazah, di karenakan masyarakat khawatir tertular, tentu akibat minimnya informasi akurat dan edukasi yang sampai ke masyarakat,”

Oleh : Devita Deandra

Jakarta | Lapan6Online | Berbagai peristiwa yang di alami tenaga medis belakangan ini, tengah menyita perhatian publik. Sampai kini, dunia masih berduka akibat wabah virus corona. Ironisnya di tengah kondisi ini, masih ada sebagian masyarakat Indonesia yang melakukan penolakan jenazah korban covid-19. Seperti yang dilakukan oleh sekelompok warga di daerah Sewakul, Ungaran, Kabupaten Semarang pada Kamis (9/4/2020). KOMPAS.com

Menjadi sangat memprihatinkan, pasalnya jenazah tersebut adalah seorang perawat yang bertugas di RSUP Kariadi Semarang sebagai garda terdepan dalam menolong masyarakat saat ini.

Tidak hanya itu, tenaga medis mulai dari dokter hingga petugas kebersihan rumah sakit, kini harus menerima perlakuan tidak baik dari masyarakat. Seolah sudah tak ada hati nurani dan rasa empati terhadap mereka.

Seperti yang dialami dokter dan perawat di Rumah Sakit Persahabatan, Jakarta Timur. Paramedis tersebut justru tiba-tiba diusir dari kosan yang disewanya. Hal itu pun di benarkan oleh Ketua Umum Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Harif Fadhilah, ungkapnya.

“Iya ada. Ya mereka kan sejak Rumah Sakit Persahabatan ditetapkan sebagai rumah sakit rujukan itu, bukan hanya perawat, ada juga dokter, mahasiswa juga yang di situ, diminta untuk tidak kos di situ lagi,” tutur Harif saat dihubungi Liputan6.com, Rabu (25/3/2020).

Perlakuan diskriminatif dari masyarakat berupa cap negatif, pengucilan dan pengusiran dari rumah kos hingga penolakan jenazah, di karenakan masyarakat khawatir tertular, tentu akibat minimnya informasi akurat dan edukasi yang sampai ke masyarakat.

Sebab lain munculnya sikap masyarakat seperti ini adalah akibat lambanya tindakan pemerintah menangani pandemi di awal sebagai langkah pencegahan. Pemerintah hanya meminta rakyat melindungi diri sendiri.

Pemerintah kurang cepat mengambil kebijakan yang komprehensip untuk menghentikan serangan virus yang telah menwaskan sekitar 10.000 warga di Amerika dan 500 orang di Indonesia ini.

Diperburuk dengan minimnya informasi serta edukasi kepada masyarakat dehingga mengakibatkan masyarakat berlebihan dalam pencegahan penyebaran virus corona.

Mengingat pengetahuan masyarakat pun berbeda-beda hal ini seharusnya menjadi perhatian pemerintah agar keamanan dan kenyaman di masyarakat tetap kondusif dan terjamin.

Munculnya penolakan tersebut dimungkinkan oleh kurangnya edukasi terkait penanganan korban maupun penyebab penularan covid-19 sehingga banyak masyarakat yang belum paham terkait penanganan juga sikap dalam menghadapi wabah.

Hal ini terjadi karena tidak terbangunnya komunikasi yang baik antara pemerintah pusat dan daerah ditambah koordinasi yang minim.

Minimnya komunikasi publik tersebut diperparah dengan tidak sinkronnya kebijakan pemerintah daerah dan pemerintah pusat.

Namun semua akan berbeda ketika sistem Islam diterapkan. Islam memandang pemimpin adalah pelayan dan pelindung umat. Sebagaimana sabda Rasulullah saw, “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari)

”Sesungguhnya al-Imam (Khalifah) itu perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan) nya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud).

Maka peran seorang pemimpin di sini sangat diperlukan, selain sebagai tempat berlindung pemimpin pun seharusnya menjadi tempat mengadu berbagai kesulitan dan ketakutan.

Apalagi di tengah wabah seperti ini. Pemerintah wajib tegas dalam mengambil kebijakan termasuk karantina wilayah disertai kewajiban pemenuhan kebutuhan masyarakat.

Memberi pemahaman bahwa virus pun merupakan qadha dari Allah, maka sikap terbaik kita adalah ridho dan ikhlas sebagaimana sikap seorang muslim yang tertimpa musibah.

Tugas pemimpin di dalamnya adalah memberikan informasi yang jelas dan akurat mengenai penyebaran virus, dan siapa saja yang tertular, demikian juga wilayah penyebarannya, dan bagaimana cara menjaga diri dari virus tersebut.

Tentunya hal ini membutuhkan kerja sama dari beberapa kalangan entah ulama, hingga tokoh-tokoh masyarakat, tenaga medis, serta media-media informasi lainnya yang memudahkan masyarakat untuk menerimanya.

Sehingga masyarakat dapat menyikapi dengan tepat, dan mendukung penanganan dengan harapan upaya yang telah di lakukan adalah upaya terbaik dan tetap dalam koridor keimanan, bahwa baik dan buruknya dari Allah. Wallahu A’lam. GF/RIN/Lapan6 Group

*Penulis adalah Ibu rumah tangga

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini