Omnibus Law Cika, UU Celaka Bagi Pekerja

0
149
Rahmi Surainah, M.Pd
“Saya enggak tahu apakah ini kesengajaan, skenario, atau memang secara alamiah saja mengarah ke situ. Tapi pikiran-pikiran untuk mengejar investasi, pertumbuhan ekonomi, tidak boleh mengorbankan nilai-nilai demokrasi,”

Oleh : Rahmi Surainah, M.Pd

Lapan6Online : Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja (Cika) menjadi salah satu andalan pemerintahan periode kedua Presiden Jokowi. Omnibus Law Cika bertujuan merampingkan peraturan demi memperlancar investasi.

Sekilas dilihat Omnibus Law Cika seakan memberi untung bagi pencari kerja karena menjanjikan terciptanya lapangan kerja. Namun, semakin ke sini ternyata Omnibus Law Cika membuat celaka bagi pekerja.

Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Kardaya Warnika mempertanyakan Pasal 40 yang dihapus. Dia mengatakan dihapuskannya izin lingkungan hidup akan memperparah kerusakan lingkungan di Indonesia. Padahal ketika masih ada izin lingkungan pun kerusakan lingkungan sudah sangat banyak.

“Dengan RUU Cipta Kerja ini perusahaan pertambangan ingin lari dari tanggung jawab. Di dunia, mungkin hanya di Indonesia kegiatan pertambangan tidak perlu izin lingkungan,” katanya. (nasional.tempo.co, 14/2/2020)

Pendapat lain, Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto menyebut RUU Omnibus Law Cika merupakan bentuk sikap otoriter pemerintah. Bima juga menyebut RUU tersebut berbahaya karena mengandung banyak aturan yang merugikan, terutama untuk pemerintah daerah.

Bima menyebut ada dua hal yang disoroti dalam draf RUU Omnibus Law Cika. Pertama adalah aturan yang menyebut Menteri Dalam Negeri (Mendagri) berhak memecat kepala daerah yang dinilai tidak menjalankan proyek strategis nasional. Dia menyebut hal itu bertentangan dengan semangat desentralisasi yang diusung sejak reformasi.

Hal lain adalah penghapusan kewajiban para perusahaan untuk mengantongi izin mendirikan bangunan (IMB).

Menurutnya hal tersebut bisa mengurangi fungsi kontrol dari pemerintah daerah. “Saya enggak tahu apakah ini kesengajaan, skenario, atau memang secara alamiah saja mengarah ke situ. Tapi pikiran-pikiran untuk mengejar investasi, pertumbuhan ekonomi, tidak boleh mengorbankan nilai-nilai demokrasi,” tuturnya. (cnnindonesia.co, 17/2/2020)

Sementara itu Ketua Umum Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Nining Elitos mengkritik rencana Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja yang sedang dicanangkan, “Omnibus law ini adalah secara eksklusif memang dibuat lebih mengutamakan kepentingan korporasi”.

Presiden KSPI Said Iqbal pun menegaskan, setidaknya lima hal mendasar dalam Omnibus Law yang perlu dikritik. Mulai soal Omnibus Law menghilangkan upah minimum, menghilangkan pesangon, penggunaan outsourcing makin marak, lapangan pekerjaan bisa diisi Tenaga Kerja Asing (TKA) yang tak terampil dan jaminan sosial yang terancam hilang. (kumparan.co, 30/12/2019).

Omnibus Law Cika Produk UU Kapitalis
Kritik dan penolakan terhadap omnibus law ini wajar terjadi. Mengingat para pekerja khususnya buruh merasa tidak dilibatkan dalam pembuatan UU tersebut. RUU Omnibus Law ini menentukan betapa pentingnya kehadiran para investor (korporasi) untuk memberi layanan kepada masyarakat diantaranya berupa penciptaan lapangan kerja yang tidak mampu diciptakan oleh pemerintah.

Lapangan kerja dibuka oleh para investor atau swasta, pemerintah cukup dengan mempermudah dan menyederhanakan perizinan investasi.

Cipta lapangan kerja tanggung jawab pemerintah pun beralih kepada swasta. Terbongkarlah kesalahan rezim yang membangun ekonomi dan mengatasi pengangguran berbasis investasi.

Investor (korporasi) tentu berhitung untung-rugi bukan kepentingan kesejahteraan para pekerja. Negara akan terjerat pada bargaining para kapitalis bahwa para investor akan berinvestasi jika negara memenuhi berbagai persyaratan yang diminta.

Hal ini sama saja kepentingan rakyat tidak menjadi timbangan atas lahirnya kebijakan dan UU melainkan memuluskan kepentingan kaum kapitalis. Lagi-lagi rakyat jadi korban kedzaliman penguasa lewat RUU Omnibus Law Cika.

Jika kita ambil akar dari persoalan ketenagakerjaan dalam RUU Omnibus Law Cika adalah produk dan pembuat hukum itu sendiri. Hukum di Indonesia selama ini mengadopsi produk Sekulerisme-Kapitalisme.

Semua pangkal persoalan yang terjadi akan diselesaikan dengan hukum yang dibuat dalam payung undang-undang yang tentu akan memihak kepada para pemilik modal (kapital).

Maka sudah bisa dipastikan segala bentuk undang-undang yang lahir dari produk sekulerisme -Kapitalisme ini tidak akan pernah memperhatikan aspek kepentingan rakyat apalagi lingkungan.

Tentu ini menjadi bahaya yang mengancam bagi seluruh warga negara Indonesia, karena seharusnya mereka mendapat perlindungan dari negara.

Memang kalau dikritisi lebih tajam omnibus law merupakan UU atau kebijakan yang seakan memaksakan demi mencapai tujuan dalam waktu cepat dan singkat serta mencegah UU yang sebelumnya ada atau UU yang terkesan menghalangi.

Yang diuntungkan dalam UU tersebut jelas kepentingan investor swasta atau asing dan syahwat kekuasaan.

Inilah yang terjadi dalam negara demokrasi, UU dibuat berdasarkan hawa nafsu dan kepentingan penguasa. UU dibuat mengatasnamakan rakyat dan untuk kepentingan rakyat pada faktanya hanya memuluskan kepentingan para kapitalis (UU pesanan).

Solusi Islam Selesaikan Pengangguran
Solusi Islam dalam menyelesaikan pengangguran bisa dilihat dalam sistem pemerintahan Islam (Khilafah). Mekanisme yang dilakukan Khalifah dalam mengatasi pengangguran dan menciptakan lapangan kerja secara garis besar dilakukan dengan dua mekanisme, yaitu mekanisme individu dan sosial ekonomi.

Dalam mekanisme individu, Khalifah secara langsung memberikan pemahaman kepada individu, terutama melalui sistem pendidikan, tentang wajibnya bekerja dan kedudukan orang-orang yang bekerja di hadapan Allah Swt., serta memberikan keterampilan dan modal bagi mereka yang membutuhkan.

Selanjutnya mekanisme sosial dan ekonomi. Dalam bidang ekonomi kebijakan Khalifah adalah meningkatkan dan mendatangkan investasi halal untuk dikembangkan di sektor riil baik di bidang pertanian, kelautan, tambang, ataupun perdagangan.

Negara tidak akan memberi ruang berkembangnya sektor nonriil seperti penerapan kapitalisme. Sebab, sektor nonriill selain haram juga menyebabkan beredarnya kekayaan di seputar orang kaya saja.

Dalam iklim investasi dan usaha, Khalifah akan menciptakan iklim yang merangsang untuk membuka usaha melalui birokrasi sederhana, penghapusan pajak, dan melindungi industri dari persaingan yang tidak sehat.

Wanita tidak diwajibkan bekerja, tugas utamanya adalah sebagai ibu dan manajer rumah tangga. Kondisi ini akan menghilangkan persaingan antara tenaga kerja wanita dan laki-laki. Itulah mekanisme Islam tatkala diterapkan negara. Pengangguran mudah diatasi dan lapangan kerja tercipta secara adil.

Tentu semua hal tersebut akan terwujud manakala sistem Islam diterapkan dalam institusi negara Khilafah Islamiyah. Beda sekali dengan sistem sekarang yang membuat kebijakan dan UU berdasarkan nafsu manusia. Sehingga cipta lapangan kerja semata jadi budak kapitalis bahkan buat celaka pekerja.

Jadi, pilih mana sistem Islam yang menyejahterakan atau sistem kapitalis saat ini yang kian menyengsarakan? Wallahu a’lam. GF/RIN/Lapan6 Group

*Warga Kutai Barat, Kaltim

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini